Salin Artikel

Makan Ketupat bersama Ternak, Tanda Syukur Panen Padi di Bukit Menoreh

Mereka menghampar terpal pada tanah yang pecah-pecah dan merekah. Sisa tunggul padi kering menjadi pemandangan sekitar.

Di atas karpet terpal itu, warga duduk mengelilingi tumpukan ketupat, nasi tumpeng dan sayur di tengah mereka. Mereka duduk sambil berdoa.

Usai berdoa, mereka mengambil beberapa ketupat, mendatangi ternak sapi tak jauh dari sana, memberi ketupat pada sapi itu untuk jadi makanan mereka.

Warga di Bukit Menoreh ini menyebutnya grumbegi, yakni ungkapan syukur pada Tuhan Yang Maha Esa karena dikaruniai hasil tani berlimpah.

Gelaran dalam bentuk berkumpul, berdoa lalu makan bersama bertahan di beberapa pedukuhan, terutama Sabrang.

“Ini jadi rasa syukur yang dimanifestasi dengan dibuatnya acara seperti ini. Ternak dulunya ikut dibawa ke sini, dibalang, dilempar, sebagai sebagai tanda sah atau syarat bahwa ternak sudah ikut menggarap sawah,” kata Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di Sabrang, Sarjiman di tengah gumbregi.

Pedukuhan Sabrang dihuni ratusan kepala keluarga yang semuanya petani dari dua kelompok, Maju Rukun dan Karya Mandiri. Mereka menggarap 30 hektar sawah.

Panennya cukup baik sekalipun di masa pandemi Covid-19, rata-rata 7 Ton per hektar dari benih Inpari 42 yang konon tahan hama.

Hasil panen terakhir di bulan Ruwah, gabah siap giling mencapai 5 ton.

Biasanya, mereka langsung merayakannya pada Jumat Kliwon.

“Karena saat itu jatuh di hari Lebaran, maka kami bikin hari Selasa Kliwon yaitu hari ini,” kata Sarjiman.

Pada masa lalu, semua diawali dengan kirab pasukan bergada diikuti arak-arakan warga membawa gunungan, lalu jadi tontonan.

Gumbregi bertahan seiring perjalanan waktu.

Warga nggrumbegi usai panen rendengan atau usai panen padi di masa tanam pertama musim hujan dan digelar pada Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon, pagi.

Jamaknya selamatan, warga membawa panganan. Kali ini, mereka membawa ketupat dan tempe atau tahu bacem.

Ada pula yang membawa tumpeng, gudangan serta ingkung. Mereka makan bersama panganan itu usai doa syukur.

Dulu, ternak yang dipelihara warga ikut ikut kembul ini. Kini, tradisi ternak ikut makan bersama di ganti dengan mendatangi ternak terdekat dan memberi mereka makan. 

“Filosofinya menghubungkan rasa sayang petani pada ternak. Mereka hidup bersama, di mana ternak ikut menggarap tanah. Di sana ada rasa gotong royong antar mereka,” katanya.

Seorang warga bernama Cahya Pratama Ramadani (36) menikmati tradisi turun temurun ini.

Ia ikut mengambil ketupat, membelahnya, lantas makan ketupat itu pakai tangan dengan sepotong tempe goreng asin.

Cahya mengaku bangga pada tradisi di hidup di desanya. Ia berharap, tradisi seperti ini masih terus bertahan.

“Menguri-uri (melestarikan) kabudayan supaya tidak hilang. Saya senang memiliki tradisi ini. Makan (bersama atau kembul terasa) enak sekali,” kata Cahya.

Gumbregi sekaligus ajang memanjat doa warga agar selalu mendapat perlindungan Tuhan di tengah Pandemi Covid-19. Mereka berharap tetap memiliki kesehatan dan tubuh untuk bekerja.

Dengan begitu, hasil pertanian dan ternak tetap baik.

“Pada masa ini kami berdoa pada Allah agar pagebluk segera diangkat dari Sabrang dan Indonesia pada umumnya. Agar tidak ada yang terganggu pagebluk. Petani selalu sehat dan tidak terjadi apa pun,” kata Sarjiman.

https://regional.kompas.com/read/2021/06/08/155018278/makan-ketupat-bersama-ternak-tanda-syukur-panen-padi-di-bukit-menoreh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke