Salin Artikel

Menyoal Putusnya Jaringan Internet di Papua, Benarkah akibat Faktor Alam?

Pemerintah pusat menyebut jaringan internet putus setelah kabel bawah laut penyambung sistem data komunikasi rusak akibat faktor alam.

Menurut pakar geoteknologi, kerusakan semacam itu semestinya dipicu gempa bumi berskala besar, minimal 7 magnitudo.

Namun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tidak mencatat satupun gempa masif di sekitar Papua dalam dua bulan terakhir.

Sementara itu pimpinan perkumpulan perusahaan pembangun jaringan kabel komunikasi bawah laut ragu infrastruktur internet untuk sekitar Jayapura rusak tertimpa jangkar kapal.

Lantas apa yang sebenarnya merusak jaringan internet di sebagian Papua?

Dan seberapa jauh keterkaitannya dengan situasi politik di Papua yang dianggap memanas belakangan ini?

Jaringan internet hilang di Kota dan Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi, dan Kabupaten Keerom sejak 30 April 2021.

Kabel bawah laut milik PT Telkom Indonesia (Persero) itu, kata Dedy dalam keterangan tertulis, Selasa (18/05), berada di kedalaman 4.050 meter. Lokasinya 280 kilometer dari Biak dan 360 kilometer dari Jayapura.

Kabel bawah laut yang terputus ini disebut ada di ruas Biak-Sarmi.

Namun pernyataan Dedy berbeda dengan yang dikatakan Manajer Umum Bidang Operasi dan Kualitas Telkomsel untuk Wilayah Papua dan Maluku, Adi Wibowo.

Empat hari setelah jaringan internet hilang di Jayapura dan sekitarnya, Adi bilang pemicunya adalah pemeliharaan kabel laut yang tengah dikerjakan di ruas Biak-Sarmi.

Perbedaan informasi soal penyebab hilangnya jaringan internet ini akhirnya menjadi tanda tanya besar, kata Damar Juniarto, Direktur Eksekutif Safenet.

Alasannya, kata Damar, pemerintah maupun Telkom tidak menjelaskan secara rinci alasan di balik situasi ini.

Padahal, kata Damar merujuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, hak atas akses internet merupakan hak dasar warga negara.

"Ada puzzle yang membuat bingung, apa penyebab persis kejadian ini," ujar Damar.

Faktor alam seperti gempa bumi di suatu jalur patahan, memang dapat berdampak pada kabel optik bawah laut, menurut Profesor Hery Harjono, pakar geologi yang belum lama ini pensiun dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

"Kalau kabel laut tegak lurus atau tidak sejajar dengan jalur patahan, tentu saja bisa putus karena tenaga yang dihasilkan gempa itu besar sekali," ujar Hery.

"Tapi gempanya mesti besar. Skala 5 maginitudo mungkin tidak memberi dampak, tapi skala 7 ke atas bisa memporakporandakan itu.

"Adakah gempa di daerah itu? Bukan tanggal 30 April saja, tapi sejarah kegempaan di sana, berapa kali terkena gempa besar. Mungkin ada kabel yang mengalami beberapa kali pergeseran.

"Jadi mesti dilihat kapan kabel itu pertama kali diletakkan dan kapan gempa signifikan terjadi," kata Hery.

Setidaknya sejak 15 April 2021 atau dua pekan sebelum jaringan internet di Jayapura sekitarnya padam, terjadi dua gempa bumi berskala di atas 5 magnitudo di sekitar Papua.

Data itu didasarkan pada data BMKG dalam Indonesia Tsunami Early Warning System.

Gempa pertama terjadi pada 25 April lalu, berskala 5,1 magnitudo. Pusat gempanya 89 kilometer di sisi tenggara Manokwari atau sebelah barat Biak.

Gempa berikutnya terjadi sehari sebelum internet di Jayapura sekitarnya hilang, sebesar 5,1 magnitudo.

Lokasinya nyaris persis gempa sebelumnya, sekitar 84 kilometer sisi tenggara Manokwari.

Dalam keterangan pers kepada wartawan, seperti dilansir kantor berita Antara, Senin (17/5/2021), Pujo berkata Telkom harus terlebih dulu mengangkat kabel yang diduga rusak dari dalam laut.

Setelah itu, kata Pujo, barulah Telkom dapat mengidentifikasi penyebab kerusakannya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Sistem Komunikasi Kabel Laut Seluruh Indonesia (Askalsi), Resi Bramani, menyebut kabel Telkom bisa rusak bukan cuma karena gempa, tapi juga akibat tertimpa jangkar kapal.

Organisasi yang dipimpin Resi berisi perusahaan pemilik kabel komunikasi bawah laut. Telkom adalah salah satu anggotanya.

"Kalau ada gempa tektonik, goyang sedikit, kabel bawah laut bisa putus," kata Resi.

"Tapi kabel bawah laut di Indonesia timur sepertinya tidak mungkin terdampak aktivitas kapal karena kapal jarang lewat daerah sana.

"Jadi saya memprediksi kerusakan ini akibat faktor alam," ucapnya.

Jaringan kabel bawah laut Papua yang rusak diresmikan Mei 2015 oleh Presiden Joko Widodo. Proyek jaringan kabel sepanjang 8.722 kilometer itu menghabiskan anggaran sebesar Rp3,6 triliun.

Proyek yang mereka garap sepanjang 1.300 kilometer.

Adapun sisa pengerjaan dilakukan perusahaan Jepang, NEC Corporation.

Sejak diresmikan, jaringan kabel ini beberapa kali rusak dan mengganggu akses telekomunikasi dan internet di kawasan Papua. Atas semua kejadian itu, Telkom selalu menyebut faktor alam sebagai penyebabnya.

Juni 2016, misalnya, jaringan kabel bawah laut itu terputus di lokasi 8,6 kilometer dari Sorong. Setahun setelahnya, kejadian serupa berulang.

Ketika itu, General Manajer Telkom Papua, Agus Yudha Basuki, menyebut penyebabnya adalah aktivitas gunung api bawah laut yang berada di antara Sarmi dan Biak.

Sementara pada Juli 2018, Telkom menyebut kabel bawah laut itu putus akibat gempa bumi.\

Dalam tiga tahun terakhir, menurut data Askalsi, kejadian putusnya kabel komunikasi bawah laut terus menurun. Berturut-turut dari 2018, jumlah kasus tahunannya mencapai 40, 30, dan 27.

April lalu, sistem komunikasi bawah laut Jakabare (Jakarta-Kalimantan-Batam-Singapura) milik PT Indosat Tbk. terputus. Indosat menduga ini dipicu tanah yang amblas di daratan Singapura.

Aktivitas belajar jarak jauh mandek, kata Wiwi Ayomi, mahasiswi Universitas Sains dan Teknologi Jayapura. Konsekuensinya, perkuliahan digelar secara tatap muka di kampus, saat penularan virus corona belum tertanggulangi.

Situasi ini bukan cuma membuat Wiwi cemas terpapar corona dari dosen atau kawan-kawannya, tapi juga warga Jayapura yang mencari sinyal internet di lokasi tertentu.

Hampir setiap akhir pekan, Wiwi menghabiskan waktu berjam-jam di pelataran Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura.

Di sana, Wiwi setidaknya dapat mengirim dan menerima pesan dari aplikasi pesan instan seperti Whatsapp.

"Saya harap internet tidak putus, kita kan harus mengurangi kasus corona. Saya kalau pergi ke kampus harus naik transportasi umum, duduknya berdempetan," kata Wiwi.

Warga Jayapura lainnya, Ari Bagus Poernomo, mengeluh kehilangan pendapatan sekitar Rp 11 juta selama internet padam.

Berprofesi sebagai pengembang situs internet, dia sama sekali tidak bisa bekerja.

"Saya harus perbarui domain empat situs klien saya. Waktu internet diputus pemerintah tahun 2019, saya masih bisa akses internet di beberapa hotel. Sekarang saya tidak punya pilihan," ucapnya.

Dalam beberapa hari selama Agustus dan September 2019, pemerintah secara sengaja melambatkan dan memutus akses internet di Papua.

Kala itu, pemerintah berdalih membatasi dan memblokir akses internet untuk mencegah penyebaran berita bohong.

Selama periode itu, kerusuhan pecah di beberapa kota usai aksi rasialisme aparat kepada mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.

Walau akses internet hilang, layanan publik masih bisa bergulir walau tersendat, kata Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Jayapura, Gustaf Griapon. Akan tetapi, situasi itu disebutnya memunculkan banyak 'pengungsi digital'.

"Warga kampung mungkin tidak begitu merasakannya, tapi bagi yang tinggal di kota, seperti ada bagian tubuh yang kurang. Tanpa internet, kita seperti mati," kata Gustaf.

"Muncul pengungsi digital, masyarakat mencari tempat yang memiliki sinyal, ada yang pergi ke Biak dan kota lain untuk melanjutkan bisnis atau mengerjakan tugas sekolah.

"Ekonomi digital di Papua kan ada di Jayapura, sekarang lumpuh total, tidak bisa bikin apa-apa," kata Gustaf.

Menteri Kominfo Johnny G Plate menyebut akses internet akan kembali pulih Juni depan. Namun Gustaf belum mendapat kepastian tanggal pastinya.

Akses internet di Jayapura dan sekitarnya putus satu hari setelah Menko Polhukam Mahfud MD mengumumkan pelabelan organisasi terorisme kepada Organisasi Papua Merdeka.

Salah satu yang menuding kausalitas akses internet dan politik di Papua ini adalah Linus Hiluka, mantan tahanan politik sekaligus sosok senior OPM di jalur diplomasi.

"Ini salah satu bentuk ketidakmampuan Indonesia mengatasi masalah Papua. Mereka kirim banyak pasukan untuk mengejar tentara OPM yang mereka anggap teroris.

"Lalu mereka matikan akses internet supaya berita kejadian di Papua tidak terungkap. Menurut hukum internasional, ini pelanggaran HAM," kata Linus menuduh.

Dalam beberapa kesempatan kepada pers, Kapolda Papua, Irjen Mathius D Fakhiri, membantah tudingan tersebut.

Bagaimanapun, menurut Damar Juniarto dari Safenet, pemerintah pusat semestinya menunjukkan upaya maksimal untuk mengatasi hilangnya akses internet di sebagian Papua ini.

Kejadian ini genting, kata Damar, karena membuat masyarakat yang tengah terdampak pandemi semakin tergopoh-gopoh.

"Kalau seperti sekarang, perhatiannya kurang. Situasi warga susah, ada pandemi dan konflik antara kelompok bersenjata dengan tentara.

"Ini akan membuat citra seolah-olah pemerintah membiarkan. Dan anggapan pembiaran bisa menumbuhkan prasangka bahwa putusnya internet ini adalah hal yang disengaja," ujar Damar.

---

Wartawan di Sentani, Engel Wally, berkontribusi untuk liputan ini.

https://regional.kompas.com/read/2021/05/20/124500078/menyoal-putusnya-jaringan-internet-di-papua-benarkah-akibat-faktor-alam

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke