Salin Artikel

Cerita "Dokter S", Sarjana Pendidikan Agama yang Racik Obat Tanpa Resep, Dijual Rp 2.500 Per Paket, Kini Jadi Tersangka

Oleh masyarakat S dikenal sebagai seorang dokter. Ia memiliki toko obat dengan papan nama yang bertuliskan "Toko Obat Bintang Sehat (Toko Obat Berizin)".

Di papan nama tersebut ditulis nama dengan inisial RA S.Farm sebagai apoteker lengkap dengan nomor izin kefarmasian.

Namun dari hasil penyelidikan polisi, S ternyata lulusan sarjana pendidikan agama Islam. Selain itu S juga tidak pernah menempuh pendidikan kedokteran atau farmasi.

Sehari-hari S meracik dan menjual obat ke warga tanpa resep dokter. Bahkan ia juga menjual obat keras.

Ia mendapatkan bahan untuk meracik obat dengan cara membeli di toko obat dan apotek. Dari hasil penyelidikan polisi, S bekerja sendiri tanpa pengawasan dokter atau pun apoteker.

"Saya cuma jual obat mas, Rp 2.500. Saya hanya jual obat," ujarnya kepada wartawan yang menanyainya.

Ia bercerita bisa meracik obat karena pernah bekerja sebagai asisten dokter sejak tahun 1997 hingga 2011. Selain itu ia juga belajar meracik obat secara otodidak.

Selama berjualan obat, S mengklaim tak ada pelanggan yang mengeluhkan efek samping dari obat racikannya.

"Tidak ada," ujarnya.

Salah satu pelanggan toko obat milik S adalah Imron (32). Ia bercerita membeli obat di toko milik S karena harganya murah dan obatnya manjur.

Ia pernah membeli obat asam urat dan juga obat flu kepada S.

Imron kemudian menunjukkan obat yang terdiri dari satu tablet warna merah, putih, dan kuning yang ia sebut paket obat asam urat.

"Wah, itu toko langganan saya beli obat asam urat. Setiap kambuh saya beli ke toko itu. Obatnya murah dan manjur," ujar Imron, ditemui Kompas.com di wilayah Kota Blitar, Rabu (19/5/2021),

"Pekan lalu saya beli dua 'stel' (paket). Saya baru minum satu 'stel' sudah sembuh," ujarnya sambil menunjukkan paketan obat yang ia beli dari S.

Pelanggan yang datang akan ditanya keluhannya, dicatatat lalu S akan meracik obatnya.

"Memang murah obatnya. Dia jual semua jenis obat Rp 2.500 per paket. Satu paket biasanya untuk dosis minum sehari," ujar Puspa Anggita Sanjaya.

"Di saat ramai, S akan memanggil antrean 3 hingga 5 orang sekaligus kemudian ditanya keluhannya apa. Dia catat, kemudian dia ke belakang untuk mengambil obatnya," ujarnya.

Dalam sehari, S dapat meraup omzet hingga Rp 2 juta dengan keuntungan hingga Rp 200.000 sehari sebelum dipotong biaya operasional.

Ia ditangkap setelah polisi berpura-pura menjadi pembeli obat untuk membuktikan S meracik dan menjual obat tanpa resep dokter.

"Padahal S bukan tenaga kesehatan tapi dia membuat penilaian klinis pada status kesehatan orang, kliennya. Dia tentukan obatnya, kemudian memberikan obat tersebut ke warga yang datang tempat praktiknya," ujar Kapolres Blitar Kota AKBP Yudhi Hery Setiawan kepada wartawan, Rabu sore (19/5/2021).

Dari tangan S, polisi menyitas 99 barang bukti berupa obat-obatan yang dibeli S dari toko obat dan apotek serta obat-obatan hasil racikannya.

Selain itu ada sejumlah alat kesehatan seperti alat suntik dan alat terapi medis serta beberapa peralatan yang digunakan untuk meracik obat.

S dijerat Pasal 98 Ayat 2 Pasal 196 atau Pasal 106 dalam Undang-Undang No. 364 Tahun 2009 tentang kesehatan dan Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan dengan dengan ancaman hukuman masing-masing 15 tahun dan 5 tahun penjara.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Asip Agus Hasani | Editor : Pythag Kurniati)

https://regional.kompas.com/read/2021/05/20/115100378/cerita-dokter-s-sarjana-pendidikan-agama-yang-racik-obat-tanpa-resep-dijual

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke