Salin Artikel

Warga Non Muslim Desa Ini Rutin Bantu Tetangga Muslim Dirikan Masjid

BLITAR, KOMPAS.com - Jemari tidak risau oleh pembangunan masjid di depan rumahnya di Dusun Balerejo, Desa Balerejo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar.

Pria berusia sekitar 58 tahun itu juga tidak khawatir kekhusyukannya beribadah akan terganggu meskipun dinding masjid itu kelak hanya berjarak sekitar 1 meter dengan dinding bangunan pura kecil di sudut halaman rumahnya.

Letak bilik imam masjid kelak akan berada persis di dekat sudut pura kecil atau padmasari tempat dia sehari-hari bersembahyang.

"Tidak masalah. Sembahyang kan urusan batin. Kalau saya sembahyang bareng dengan azan masjid ini nanti atau bareng shalat kan sama-sama bersembah ke Yang Maha Kuasa," ujar Jemari, saat ditemui Kompas.com di lokasi pembangunan Masjid An Nur di lingkungan Ngembul, Dusun Balerejo, Kamis (29/1/2021).

Sejak pagi Jemari sudah di lokasi pembangunan masjid yang hanya beberapa langkah kaki dari rumahnya itu guna bergabung dengan para tetangganya terutama warga lingkungan Ngembul.

Pagi hari tadi puluhan warga Ngembul dan sekitarnya, termasuk Jemari, untuk kesekian kalinya kembali bergotong-royong membantu pembangunan masjid berukuran sekitar 15 meter persegi itu.

Di antara mereka adalah warga yang memeluk agama-agama di luar Islam, yaitu Buddha, Kristen, dan Hindu. Dan Jemari sendiri adalah pemeluk Hindu.

"Kami yang non Muslim ini kan di bulan puasa tenaganya 'full' karena sedang tidak berpuasa," ujar Gatot Giarto, tokoh pemeluk Hindu lingkungan Ngembul, setengah bergurau.

Awal April ini, mereka juga telah bergotong-royong untuk masjid tersebut saat proses penggalian dan pengecoran pondasi.

Kali ini, warga kembali dikerahkan menjelang tahap pengecoran kerangka dan tiang bangunan masjid yang kelak akan menjadi masjid ke-2 di Dusun Balerejo, dan masjid ke-5 di Desa Balerejo.

"Hari ini kami 'sambatan' (gotong royong) setengah hari. Tapi, kalau ada yang bisa sampai sore ya dipersilahkan," ujar Jaenuri, tokoh umat Buddha di Balerejo.


Panitia pembangunan Masjid An Nur, Harianto, mengatakan, bantuan tenaga yang diberikan warga beragam agama dalam gotong royong itu hampir sama dengan tradisi 'sambatan' saat salah satu di antara mereka sedang mendirikan rumah.

"Warga yang memeluk Islam juga biasa membantu umat agama lain di sini, apakah itu membangun pura, merenovasi gereja atau wihara," ujar dia.

Menjelang waktu azan zuhur, beberapa dari mereka yang tidak berpuasa mengambil makan siang yang disediakan oleh Mbok Saminem, warga Muslim yang rumahnya kelak persis di depan Masjid An Nur.

Kerukunan nyata dalam keberagaman

Desa Balerejo berada di ketinggian sekitar 600 meter di atas permukaan laut. Desa yang terletak di kaki Gunung Kawi itu dihuni oleh sekitar 4.000 jiwa.

Sekitar 26 persennya memeluk agama selain Islam. Rinciannya, 916 jiwa atau 23 persen beragama Hindu, 70 jiwa atau 2,4 persen beragama Buddha, dan sisa sekitar 1,5 persen beragama Kristen dan Katolik.

Meski lanskap keagamaannya sangat plural, sejauh ini masyarakat Desa Balerejo hidup rukun.

Kuatnya ikatan solidaritas hidup bersama sebagai tetangga mampu mengatasi perbedaan  agama yang mereka anut.

Pada saat yang sama, kegiatan keagamaan dapat berlangsung dalam bingkai kerukunan.

Di Desa itu, hampir semua agama besar yang ada di Indonesia memiliki rumah ibadah.

"Yang belum ada gereja Katolik dan klenteng," ujar Kepala Desa Setiyoko.

Gereja Katolik tidak dibangun di Balerejo karena jumlah pemeluk Katolik hanya tercatat 6 jiwa. Sedangkan klenteng tidak ada di desa itu karena tidak ada warga yang beragama Konghucu.

Terdapat lima pura Hindu, empat masjid-kelak menjadi lima masjid jika Masjid An Nur telah berdiri-, dua vihara Buddha, dan sebuah gereja Kristen.

Sebaran penduduk berdasarkan kategori status agama hampir tanpa pola sehingga dalam satu lingkungan sosial kecil warga berbeda-beda agama hidup bersama.

Begitu juga dengan rumah ibadah. Sebuah masjid atau mushala bisa berdiri berdampingan dengan pura atau vihara di radius kurang dari 200 meter.

Masjid An Nur yang sedang dibangun, misalnya, hanya berjarak sekitar 200 meter dari sebuah vihara tua di Ngembul dan sekitar 100 meter dari sebuah pura di lingkungan itu.


Pola serupa juga dapat ditemui di lingkungan lain, lingkungan Lok'es dimana sebuah mushala berdiri kurang dari 200 meter dari sebuah vihara dan hanya sekitar 50 meter dari sebuah pura.

Di dua sekolah tingkat dasar di desa itu, terdapat rumah ibadah bagi umat beragama yang berbeda-beda bagi siswa dan pengajarnya. 

Di SDN 1 Balerejo yang terletak sekitar 50 meter dari Balai Desa, terdapat sebuah mushala, sebuah centiya (wihara kecil) dan sebuah padmasari (pura kecil).

Setiyoko mengatakan, di SDN 1 ini juga akan dibangun gereja karena ada sejumlah siswa-siswi dari keluarga yang memeluk Kristen.

Menurutnya, kebersamaan warga Balerejo dapat terjaga juga karena hampir seluruh warga masih memiliki ruang bersama dalam menjalani beragam tradisi dalam bingkai budaya Jawa.

"Misalnya pada kegiatan tahunan bersih desa, seluruh warga disatukan oleh ritual ruwatan yang sama," ujar Setiyoko, yang juga seorang pemeluk agama Hindu itu.

Senada, Jaenuri menambahkan, setiap pura Hindu menggelar ritual semacam ulang tahun berdirinya yang dilakukan dua kali dalam setahun.

Pada upacara itu, ujar Jaenuri, warga di sekitar pura akan diundang untuk ikut makan bersama dalam tradisi kenduri atau "takiran".

"Biasanya juga ada acara menyanyikan tembang-tembang Jawa kuno dengan iringan gamelan. Saya yang beragama Buddha pun biasanya ikut, termasuk beberapa remaja masjid juga terutama yang suka gamelan dan tembang Jawa," tuturnya. 

https://regional.kompas.com/read/2021/04/29/165833178/warga-non-muslim-desa-ini-rutin-bantu-tetangga-muslim-dirikan-masjid

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke