Salin Artikel

Puja Mandala, Pesan Toleransi dari Pulau Bali

Puja Mandala berada di Desa Kampial, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.

Puja Mandala terletak tepat di tepi Jl Raya Kurusetra, jalur utama menuju sejumlah obyek wisata ternama seperti Pura Uluwatu, Pantai Dreamland, Jimbaran, dan Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana.

Puja Mandala berada tak jauh dari kawasan kompleks hotel Nusa Dua dan dapat dicapai dari pusat Kota Denpasar dengan berkendara selama 30 menit melintasi By Pass I Gusti Ngurah Rai.

Di desa yang memiliki pemandangan cantik menghadap Tanjung Benoa, terdapat lima pusat beribadatan bagi lima agama yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha, dan Hindu.

Dikutip dari Indonesia.go,id, di dalam kawasan Puja Mandala ada Mesjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, Vihara Buddha Guna, Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) Bukit Doa, dan Pura Jagat Natha.

Tempat-tempat peribadatan ini saling berdampingan secara kokoh di dalam satu lokasi.

Sepintas, Puja Mandala mengingatkan Bukit Kasih di Kawangkoan, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.

Namun meski sama-sama berada di wilayah perbukitan dan memiliki lima rumah ibadah dari lima agama, untuk mencapai Bukit Kasih pengunjung harus menaklukkan 2.435 anak tangga.

Puja Mandala bermula dari keinginan warga Muslim yang umumnya pendatang dari Pulau Jawa yang bermukim di sekitar Benoa dan Nusa Dua untuk memiliki mesjid sendiri.

Keinginan yang muncul pada 1990. Saat itu mereka merasa kesulitan menjangkau mesjid karena mesjid terdekat berada di Kuta, yang jaraknya sekitar 20 kilometer dari tempat tinggal mereka.

Namun sebagai minoritas, mereka terganjal aturan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama nomor 1/BER/mdn-mag/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintah dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya.

Keluhan mereka ditanggapi Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi saat itu, Joop Ave yang kemudian berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan tokoh-tokoh masyarakat setempat.

Menteri Joop Ave kemudian meminta agar dibangun suatu pusat peribadatan bagi lima agama yang diakui di Indonesia ketika itu.

Kehadiran tempat ibadah ini sekaligus memfasilitasi para karyawan dan tamu-tamu yang berkunjung untuk tetap bisa beribadah sesuai agamanya.

Kehadiran pusat peribadatan itu juga untuk menunjukkan kepada dunia bahwa kerukunan beragama di Bali berlangsung dengan baik.

Sementara itu Ida Bagus Wika Krishna, doktor dari Universitas Hindu Indonesia menjelaskan saat itu Joop Ave menugaskan PT Bali Tourism Development Center (BTDC) untuk menyiapkan lahan.

Pada 1992, BTDC memilih sepetak lahan seluas 2,5 hektare di Desa Kampial yang menghadap ke Tanjung Benoan. Setiap rumah ibadah dibangun di atas lahan seluas 5.000 meter persegi.

Dalam penelitian Krishna berjudul "Kajian Multikultur: Ide-ide Imajiner Dalam Pembangunan Puja Mandala", BTDC juga menentukan adanya lahan parkir bersama nonsekat bagi kelima rumah ibadah dan tinggi tiap-tiap rumah ibadah yang dibangun mesti seragam.

Pembangunannya mulai dilakukan pada 1994 dan berlangsung hingga 1997, dengan menyelesaikan bangunan Masjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Paroki Maria Bunda Segala Bangsa, dan Gereja GKPB Bukit Doa.

Dalam sejumlah literasi disebutkan bahwa Vihara Buddha Guna selesai dibangun pada 2003.

Namun menurut Krishna, vihara resmi digunakan 20 Desember 1997. Pura Jagat Natha menjadi rumah ibadah yang terakhir diresmikan, yaitu pada 30 Agustus 2004.

Contohnya Masjid Agung Ibnu Batutah berlantai tiga yang dibangun di bagian paling kiri dari Puja Mandala. Masjid tersebut mengambil bentuk susunan limas seperti umumnya mesjid di tanah Jawa.

Masjid ini mampu menampung tiga ribu orang.

Tepat di samping mesjid adalah bangunan Gereja Katolik Bunda Maria Segala Bangsa dengan desain menara lonceng tunggal dan dinding depan gevel mengikuti bagian atap.

Di bagian belakang gereja berdesain atap tumpang.

Dan di sebelahnya terdapat bangunan vihara dengan dominasi warna kuning gading. Sepintas, bentuknya mirip dengan vihara yang terdapat di Thailand termasuk adanya dua patung gajah putih di pintu gerbang dan pagoda emas di bagian atas vihara.

Bangunan lain adalah Gereja GKPB Bukit Doa yang memiliki desain unik berukiran Bali di beberapa sudut dinding.

Termasuk menara lonceng tunggal berukiran Bali. Bagian atap gereja menghadap empat penjuru arah. Tidak ada dinding bangunan sehingga membuat sirkulasi udara menjadi sangat baik dan tidak panas.

Bangunan terakhir adalah Pura Jagat Natha.

Umumnya mereka kagum dengan tingginya toleransi yang ditunjukkan di Puja Mandala ini.

Sebuah lapangan parkir khusus seluas hampir 1 ha belum lama ini selesai dibangun di samping Puja Mandala dengan kapasitas untuk menampung hingga 40 bus pengunjung dilengkapi dengan puluhan kios kantin.

Puja Madala juga menjadi perhatian saat Raja Salman dari Kerajaan Arab Saudi berlibur ke Pulau Dewata, 11 Maret 2017.

Beberapa anggota rombongannya menyempatkan diri melaksanakan salat Jumat di Mesjid Agung Ibnu Batutah. Raja Salman sendiri memilih salat Jumat di lingkungan Saint Regis, hotel tempatnya berlibur di Nusa Dua.

Para pengurus rumah ibadah telah membuat kesepakatan mengenai pengelolaan bersama Puja Mandala dan Toleransi tinggi telah mereka tunjukkan sejak rumah-rumah ibadah tersebut berdiri.

Misalnya, ketika tiba waktunya peribadatan umat Kristiani di hari Minggu bersamaan dengan masuknya waktu salat Zuhur, maka bukan beduk yang dibunyikan.

Ketika umat Islam sedang menggelar salat Idulfitri atau Iduladha, misalnya, maka semua pengurus gereja, vihara, dan pura akan bekerja sama membantu menjaga lokasi sekitar salat dan mengatur arus lalu lintas.

Hal sebaliknya terjadi ketika umat Kristiani menjalani peribadatan Natal dan Paskah, maka pengurus dan umat agama lain terjun membantu.

Demikian pula ketika Hari Raya Nyepi, umat agama lain di sekitar Puja Mandala akan terjun membantu pecalang mengamankan lingkungan sekitar pusat peribadatan.

Dari toleransi tersebut bukan sebuah kebetulan jika Bali menempati posisi tiga besar dalam Indeks Kerukunan Umat Beragama 2019 dengan skor 80,1 persen, melampaui rata-rata nasional 73,83 persen.

Sedangkan Survei indeks KUB itu dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan pada Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Agama.

Sebanyak 13.600 orang terlibat sebagai responden dari 34 provinsi.

Toleransi antarumat beragama yang ditunjukkan masyarakat Bali dengan hadirnya Puja Mandala telah membawa daerah mereka sebagai kawasan yang tetap nyaman untuk dikunjungi dan memberi kontribusi tidak sedikit bagi perkembangan pariwisata khususnya wisata religius.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/28/110100678/puja-mandala-pesan-toleransi-dari-pulau-bali

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke