Salin Artikel

Dari Multatuli hingga Perempuan dan Sosialisme, Ini Buku-buku yang Dibaca Kartini

Sang ayah adalah Bupati Rembang. Dengan jabatan sang ayah, Kartini bisa mengenyam pendidikan di Europese Lagere School (ELS).

Setelah lulus ELS tepatnya di awal 1892, Kartini harus memulai masa pingitan di usia 12 tahun. Ia mengasingkan diri di dalam rumah dan dilarang ke luar lingkungan rumahnya yang megah.

Jangankan keluar pendapa, ia juga jarang menginjak serambi rumah.

Kesepiannya semakin menjadi saat sahabatnya, Letsy Dermat harus pulang ke Belanda.

Dalam buku Kartini Guru Emansipasi Perempuan Nusantara yang ditulis Ready Susanto diceritakan Kartini menatap adiknya Rukmini dan Kardinah yang berangkat sekolah dengan mata berkaca-kaca.

"Berlalu sudah! Masa mudanya yang indha sudha berlalu!" tulis Kartini saat mengadu pada Rosa Manuela Abendanon-Mandri, istri kedua Jacques Henrij Abendanon Direktur Departeman Pendidikan dan Agama di Hindia Belanda.

Kepada sahabatnya, Stella Zeehandelaar seorang feminis asal Belanda, Kartini bercerita ia acapkali membenturkan dirinya ke tembok rumahnya dan mempertanyakan betapa rendah kedudukan wanita di tanah kelahirannya.

Namun pingitan tidak menghalanginya membaca. Ia berhasil melahap habis buku-buku modern kiriman kakaknya RM Panji Sosrokartono yang sekolah di Belanda.

Berikut buku-buku kesukaan Kartini dikutip dari buku Kartini Guru Emansipasi Perempuan Nusantara.

Buku ini sangat mempengaruhi jiwa Kartini.

Dari buku ini ia mengetahui kekejaman yang dilakukan pemerintah Belanda kepada Bangsa Indonesia.

Kartini sadar jika Belanda memeras bumiputera termasuk menyadarkan dia betapa buruk pemerintah kolonial dalam menetapkan kebijakan soal kepegawaian dan pendidikan untuk penduduk bumiputera.

Buku Hilda Van Suylenburg karya Ny C. Goohoop de Jong

Buku ini membekas bagi Kartini. Buku yang mengkisahkan Hilda Van Suylenburg yang memperjuangkan hak-hak perempuan dalam masyarakat di Belanda.

Kartini suka sekali membaca buku yang menjadi salah satu inspirasinya memajukan kaum perempuan di Indonesia.

Ia membaca buku ini saat ditinggal adiknya, Kardinah yang menikah dan ikut suaminya. Kartini mengunci kamar untuk menyelesaikan buku tersebebut.

"Percayakah kau, kalau Hilda van Suylenburg itu aku tamatkan tanpa berhenti? Aku kurung diriku di dalam kamar terkunci, lupa segala-galanya, tak dapat aku melepaskan dia dari tangan, dia begitu menyeret hatiku," tulis Kartini  pada 12 Januari 1900.

"Mau aku mengorbankan segala-galanya kalau saja diperoleh hidup di masa Hilda van Suylenburg," tulis Kartini pada 25 Mei 1899.

Ia hanya menyebutkan nama penerjemah buku itu yakni Jeannette van Riensdijk.

Buku Moderne Maagden ditulis oleh Marcal Prevost penulis dari Penacis.

Marcal adalah seorang pengarang roman dan drama yang terkenal. Buku tersebut menguraikan tentang tujuan gerakan perempuan.

"Karena penemuan-penemuan kembali banyak hal yang memang telah aku pikirkan, rasakan, dan alami," tulis Kartini pada 23 Agustus 1900.

Buku De Vrouwen en Sosialisme (Perempuan dan Sosialisme)

Buku ini ditulis oleh August Bebel seorang sosialis Jerman.

Buku adalah sebuah roman tentang kaum perempuan dalam bingkai sosialisme dengan cara pandang yang sangat tendensisu sehingga karya semacam ini sering disebut dengan istilah roman bertendens.

Ia juga membaca buku sosialis yang lain yakni buku De Wapens Neergelegd karya Bertha von Suttner. Suttner mendapat Nobel pada 1905 setelah Kartini meninggal.

Kartini juga membaca karya-karya Couperus yang pernah sekolah di Batavia.

"Bahasa Couperius sangat indah tiada duanya," puji Kartini di surat 12 Januari 1900.

Buku karya sastra klasik

Selain buku perjuangan, Kartini juga membaca buku-buku tentang perjalanan dan sastra klasik seperti satra Jawa dan Yunani.

Sebut saja Wedhatama, Centhini, dan buku hikayat-hikayat wayang serta buku yang berisi kisah perjalanan, tentang ajaran hingga budi pekerti.

Saat masih sekolah ia juga membaca buku Buddhisme karya Fielding dan biografi Ramabai.

Kartini memanfaatkan kotak bacaan ayahnya yang berisi buku, koran, serta majalah dari dalam dan laut negeri.

Ditopang bacaannya, Kartini semakin dewasa dan berpikir matang hingga ia sadar akan nasib kaum perempuan serta bangsanya yang tertindas.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/21/151500878/dari-multatuli-hingga-perempuan-dan-sosialisme-ini-buku-buku-yang-dibaca

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke