Hal tersebut terbukti dengan penghargaan dari berbagai kalangan baik dalam dan luar negeri yang menyatakan Jepara sebagai kawasan terpadu penghadil mebel dan ukiran.
Dikutip dari Indonesia.go.id, legenda tentang pengukir dan pelukis dari zaman Raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit diceritakan secara turun temurun di Kota Jepara.
Saking kuatnya legenda itu ditanamkan, sehingga orang mempercayainya sebagai sejarah awal Jepara terkenal dengan ukirannya.
Konon dahulu kala Prabangkara, ahli lukis dan ukir itu, dipanggil oleh Raja Brawijaya untuk melukis isterinya dalam keadaan tanpa busana sebagai wujud cinta sang raja.
Sebagai pelukis, ia harus melukis melalui imajinasinya tanpa boleh melihat permaisuri dalam keadaan tanpa busana.
Prabangkara melakukan tugasnya dengan sempurna sampai kotoran seekor cecak jatuh mengenai lukisan itu sehingga lukisan permaisuri mempunyai tahi lalat.
Raja sangat puas dengan hasil karya Prabangkara namun begitu melihat tahi lalat tersebut, maka marahlah sang raja.
Ia menuduh Prabangkara melihat permaisuri tanpa busana karena lokasi tahi lalatnya persis dengan kenyataannya.
Prabangkara pun dihukum dengan diikat di layang-layang, diterbangkan, dan kemudian jatuh di Belakang Gunung yang kini bernama Mulyoharjo.
Prabangkara kemudian mengajarkan ilmu ukir kepada warga Jepara dan kemahiran ukir warga Jepara bertahan hingga sekarang.
Ukiran Jepara sudah ada sejak zamannya pemerintahan Ratu Kalinyamat sekitar tahun 1549.
Di zaman itu kesenian ukir berkembang dengan sangat pesat ditambah dengan adanya seorang menteri bernama Sungging Badarduwung yang berasal dari Campa dan sangat ahli dalam seni ukir.
Sementara daerah Belakang Gunung diceritakan terdapat sekelompok pengukir yang bertugas untuk melayani kebutuhan ukir keluarga kerajaan.
Semakin hari kelompok ini berkembang menjadi semakin banyak karena desa-desa tetangga mereka pun ikut belajar mengukir.
Namun, sepeninggal Ratu Kali Nyamat, perkembangan mereka terhenti kalau bukan dibilang stagnan dan baru berkembang kemudian di era Kartini, pahlawan wanita yang lahir di Jepara.
Prosa ini bercerita tentang tanah kelahirannya, yang mempunyai banyak seniman ukir sejati. Tapi ironisnya, telah dilupakan orang dan kerja mereka tidak mendapatkan penghargaan yang berarti.
Tak hanya menulis prosa, Kartini kemudian menghubungi beberapa orang Belanda di Semarang dan Batavia.
Ia juga menghubungi Oost en West, yaitu asosiasi kerajinan tangan di Hindia.
Oleh Kartini, mereka semua didorong untuk membantu mempromosikan produk kerajinan seni ukir Jepara, di luar negeri maupun di dalam negeri.
Kartini juga memberikan supervisi kepada para perajin ukir dari Blakang Gunung untuk membuat berbagai macam furnitur dan kerajinan untuk dipasarkan ke Semarang, Batavia, bahkan Belanda.
Kartini juga mengirim banyak contoh barang hasil kerajinan ukir Jepara ke mana-mana.
Bahkan mengirimkan hadiah ulang tahun kepada Sri Baginda Ratu Wilhelmina, saat orang nomor satu di negeri Belanda itu memasuki usia 24 tahun.
Seluruh upaya Kartini berbuah. Permintaan akan barang-barang produk industri ukir Jepara terdongkrak hingga berlipat kali.
Seluruh penjualan barang ini setelah dikurangi oleh biaya produksi, uangnya diserahkan secara utuh kepada para pengrajin
Selain harga kerajinan ukir berhasil dijual dengan harga tinggi, kesejahteraan para seniman ukir di Jepara juga meningkat.
Dengan cara yang sama, Kartini juga berhasil meningkatkan kesejahteraan perajin emas dan tenun yang ada di sana.
Pertama, daun yang keluar dari tangkai relung. Kedua, daun yang keluar dari cabang atau ruasnya.
Ukiran Jepara juga terlihat dari motif jumbai yakni daunnya akan terbuka seperti kipas lalu ujungnya meruncing.
Ada juga tiga atau empat biji keluar dari pangkal daun. Selain itu, salah satu ciri khasnya adalah tangkai relung yang memutar dengan gaya memanjang dan menjalar membentuk cabang-cabang kecil untuk mengisi ruang dan memperindahnya.
Ciri-ciri khas ini sudah cukup mewakili identitas ukiran Jepara.
Seni ukiran Jepara juga menjadi medium untuk menunjukkan sebuah sikap dan kepribadian, contohnya: ukiran di daerah pesisir sifatnya terlihat lebih terbuka.
Agar berkualitas, ukiran Jepara menggunakan material bermutu tinggi seperti kayu jati dan jenis kayu-kayu lain yang sudah terbukti kualitasnya.
Ukiran Jepara berbahan kayu jati, bisa bertahan dengan baik hingga lebih dari 20 tahun lamanya.
Meskipun harga mebel Jepara relatif lebih mahal tapi dengan kualitas yang tinggi dan berkelas, maka harganya pun sebanding dengan nilai seninya yang tinggi.
Tantangan terbesar dari produk ukiran berbahan kayu adalah tingkat ketahanannya terhadap air dan serangan rayap atau ngengat.
Satu hal yang menjadikan kualitas ukiran Jepara menjadi salah satu yang terbaik adalah kandungan minyak alami yang membuat produk ukiran Jepara seperti mebel atau furniture tahan air dan serangan rayap.
Kualitas ukiran Jepara memiliki permukaan yang rata dan tidak bergelombang.
Hal ini akan memberikan kesan mewah dan cocok denga gaya dekorasi seperti sentuhan minimalis, klasik atau neo-klasik modern.
https://regional.kompas.com/read/2021/04/21/083000078/kartini-kota-jepara-dan-seni-ukir-berkelas-dunia