Salin Artikel

Ramadhan, Madrasah Moderasi Agama

Bulan ramadhan juga merupakan bulan ketika Al Quran sebagai wahyu Allah diturunkan. Ramadhan juga identik dengan bulan kesabaran, karena seluruh umat Islam dilatih untuk sabar dalam menjalankan setiap perintah-Nya, menjauhi seluruh maksiat dan juga termasuk sabar menghadapai musibah.

Belum lagi disebutkan tentang bulan keikhlasan, rahmat dan juga ruang menuju fitrah sebagai umatnya. Berbagai jalan ibadah dan perintah kewajiban puasa itu muaranya pada insan bertakwa (tattaqun) sebagaimana dalam Surat Al Baqarah ayat 183.

Madrasah moderasi beragama

Tulisan ini dibuat tidak untuk menghadirkan diskursus tentang berbagai keutamaan yang sudah diulas oleh kebanyakan orang.

Saya mencoba menawarkan satu pandangan tentang relasi ibadah puasa Ramadhan dengan madrasah moderasi beragama. Islam wasathiyah (tengahan) sebagai satu persenyawaan dari tujuan puasa yang telah diwajibkan itu, sekaligus sebagai kerangka sikap kolektif umat Islam di Indonesia yang kemudian bermuara pada wajah Islam yang sebenar-benarnya.

Mengapa saya coba tawarkan konsep moderasi beragama dikaitkan dengan puasa Ramadhan? Sebagaimana kita ketahui, akhir-akhir ini sangat massif cara berislam yang bentuknya justru saling klaim kebenaran dan menyalahkan kelompok lain yang tak sama.

Masih hangat juga di ingatan kita tindakan yang mengarah pada ektremisme terorisme yang jelas-jelas merugikan banyak orang, tapi diklaim sebagai perjuangan agama Islam.

Bahkan lebih jauh tindakan kelompok kecil ini kemudian telah merusak citra Islam sebagai agama yang tidak nyaman bagi umat manusia, termasuk di Indonesia.

Padahal sesungguhnya Islam sendiri hadir sebagai rahmat untuk sekalian alam. Seperti apa yang pernah disampaikan KH Ahmad Dahlan bahwa "Agama itu pada mulanya bercahaya, berkilau-kilauan, akan tetapi makin lama makin suram, padahal yang suram bukan agamanya, tetapi manusianya yang memakai agama".

Dalam konteks inilah kemudian saya meyakini bahwa jalan takwa melalui puasa Ramadhan itu sangat lekat dengan sikap bergama yang wasathiyah (tengahan), tidak kekiri-kirian pun tidak kekanan-kananan.

Dalam banyak pandangan secara umum, karakter moderasi beragama bertumpu pada pola sikap posisi jalur tengah (tawazun), tindakannya proporsional (i'tidal), mengakui segala perbedaan (tasamuh), menyelesaikan segala masalah dengan musyawarah (syura), reformatif dan konstruktif dalam kebaikan kolektif (ishlah) dan berbagai karakter nilai lainnya.

Kalau kita sandingkan antara esensi tujuan puasa Ramadhan dengan moderasi beragama, seperti dua sisi mata uang, integratif dan tidak tidak dapat dipisahkan. Persenyawaan bertakwa (tujuan puasa Ramadhan) menjadi pola pikir moderasi beragama tentu sangatlah menarik dan perlu dijadikan gerakan bersama.

Jika setiap umat Islam memaknai ibadah dengan sikap moderasi beragama, maka tentu akan dapat mencegah berbagai dampak buruk yang belakangan massif di tengah-tengah masyarakat. Misalnya saja ektremisme. Yang dalam hemat saya, mereka menjadi ekstrem hanya karena memiliki cara pandang beragama yang kurang tepat.

Manfaat dari menjadikan puasa Ramadhan sebagai madrasah moderasi beragama adalah bulan puasa tidak kemudian malah memunculkan tindakan main hakim sendiri. Aksi sweeping warung yang beroperasi saat puasa misalnya masih kerap terjadi. Mereka yang tidak berpuasa atau tetap menjalankan aktivitas usaha makanan, dapat benar-benar saling menjaga dan menghormati satu sama lain.

Setiap umat Islam Indonesia yang berpuasa benar-benar mewujud sebagai insan yang kemudian menerjemahkan ibadah dengan sebenar-benarnya. Artinya, ibadah puasa kemudian menjadi gerakan kolektif yang dapat menghadirkan kondisi masyarakat yang berkemajuan. Pejabatnya amanah dan memiliki tanggung jawab mengedepankan dialog saat ada masalah publik, para pelaku usaha tidak menyinggung dan menganggu yang berpuasa. Mereka yang berpuasa pun tidak semena-mena mengoreksi atau melakukan tindakan yang sarat prasangka.

Lawan pandemi Covid-19

Berbagai masalah sosial seperti pandemi Covid-19, misalnya, akan kita hadapi dengan pola pikir yang penuh keutamaan Ramadhan yakni anjuran kesabaran dan juga keikhlasan sekaligus. Tak hanya itu saja, menghadapi pandemi Covid-19 akan kemudian dicari jalan keluarnya dengan cara pandang moderat, yakni dialog dan bermusyawarah mencari jalan keluar bersama.

Saya meyakini jika persenyawaan ibadah puasa Ramadhan itu berbentuk pola saling dialog antar-masyarakat dan tidak saling prasangka, kondisi umat akan jauh lebih baik. Proses ibadah berjalan dengan khusyuk. Termasuk sikap klaim paling benar yang akhir-akhir ini seperti menjadi benalu kehidupan beragama dan bermasyarakat dapat benar-benar dihilangkan.

Tak hanya itu, pandemi Covid-19, ekstremisme-terorisme dan masalah sosial ekonomi lainnya kemudian akan benar-benar dapat diselesaikan. Muaranya adalah bertakwa sebagai tujuan puasa dicapai oleh seluruh umat Islam Indonesia. Selain itu, karakteristik moderat dalam beragama tidak hanya diamalkan oleh segelintir umat Islam tetapi menjadi karakter bangsa yang bisa dijadikan teladan (uswah) bagi seluruh umat manusia di seluruh dunia.

Sungguh dua substansi yang sangat mungkin untuk dijadikan komitmen seluruh umat Islam Indonesia. Semoga Allah memberikan kekuatan dalam menjalankan seluruh rangkaian Ibadah Puasa ramadhan. Selain itu, semoga hikmah Ramadhan dengan membumikan moderasi beragama benar-benar dapat dijalankan secara istikamah.

Seperti yang pernah disampaikan Ayahanda Haedar Nashir bahwa “Modal dasar sikap moderat perlu menjadi kekuatan bangsa dalam merancang Indonesia dan keindonesiaan yang moderat, dengan cara yang moderat. Menghadapi yang radikal pun, kita lakukan dengan cara yang moderat, bukan dengan cara yang radikal”.

Wallahu’alam bisshowab

https://regional.kompas.com/read/2021/04/19/132254978/ramadhan-madrasah-moderasi-agama

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke