Salin Artikel

Tak Tahan Disiksa, 3 Anak di Bawah Umur Terpaksa Mengaku Mencuri, RN: Kami Bukan Pelakunya

KOMPAS.com – Tak tahan mendapat siksaan dan ancaman dibunuh, ketiga anak di bawah umur, masing-masing AG (12), RN (14), dan AJ (16), bersama MS (22) terpaksa mengaku menjadi pelaku pencurian. 

Ketiganya divonis Pengadilan Negeri Pasarwajo dengan menjalani masa hukuman di pesantren.

Pada Rabu (24/3/2021), Pengadilan Negeri Pasarwajo menjatuhkan vonis masing-masing RN dan AG menjalani 5 bulan hukuman di pesantren. Sementara AJ di hukumannya dikembalikan ke orangtuanya sedangkan MS masih menjalani persidangan.

“Walau telah divonis, saya ingin membersihkan nama kita dan saya ingin perjuangkan itu dan teman-teman yang lain, bukan kami yang melakukan pencurian itu,” ujar RN, salah satu anak, Selasa (13/4/2021).

RN mengaku, awalnya ia tidak tahu.

"Saya dengar ada ribut-ribut di rumah, saya bangun dan ada yang bilang adikku dibawa polisi katanya mencuri,” katanya.

Tak berapa lama ia mendapat telepon untuk datang ke kantor Polsek dan mendapat informasi dari temannya kalau dirinya terlibat dalam pencurian.

Setelah di Polsek Sampuabalo, RN kemudian dibawa ke salah satu ruangan bersama dua orang temannya dan kemudian diinterogasi.

“Sambil ditanya-tanya, kami dipukul, diancam dengan senjata sama Pak Polisi di ruang penyidik. Bukan saja di hari itu, di hari-hari lain juga begitu,” ujarnya.

RN mengaku mendapat penyiksaan dan perlakuan kasar dari oknum polisi.

“Saya sempat ditampar empat kali di bagian pipi dan dipukul di pipi dua kali, ditendang di bagian perut dua kali dan diancam dan ditodong sama senjata di paha di telapak tangan, dan di kepala,” ucap RN.

Akibat penyiksaan tersebut, RN bersama dua orang temannya mengalami trauma dan tertekan saat menjalani pemeriksaan di Polsek Sampuabalo.

“Saya sangat ketakutan dan tertekan, dan saya langsung berbohong, iya betul kalau kita yang melakukan (pencurian) karena kita selalu diancam,” kata RN.

Pengakuan penyiksaan RN didampingi langsung penasihat hukumannya, La Ode Abdul Faris.

La Ode AbduL Faris membenarkan adanya penyiksaan selama dalam proses pemeriksaan hukum yang dialami oleh ketiga anak di bawah umur dan MS .

“Memang benar, mereka mengalami penyiksaan yang berulang kali diancam dibunuh untuk mengakui perbuatan suatu pencurian yang memang bukan mereka yang melakukan,” kata Faris.

Ia meminta tolong agar dibantu masalah hukum dari tiga orang anak di bawah umur dan MS sehingga kasusnya menjadi terang benderang.

“Ini aneh, ini ada upaya paksa untuk mengkriminalisasikan anak dibawah umur dan tambah satu dewasa,” ujar Faris.

Terpisah, Kapolres Buton AKBP Gunarko, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp mengatakan, ia menghormati hukum yang sedang berproses.

Vonis sudah dijatuhkan dan diputuskan bersalah namun dalam pembinaan untuk anak anak.

“Kalau memang ada dugaan kekerasan atau pemaksaan kami Polres siap menerima pengaduan melalui Propam,” ucap Gunarko.

“Kalau ada dugaan pelanggaran oleh Kapolsek dan jajarannya akan kami kenakan sanksi sebagaimana mestinya,” tuturnya.

Sebelumnya, seorang warga, Saharudin yang bekerja sebagai kepala sekolah melaporkan kasus pencurian di Polsek Sampuabalo.

Korban mengaku kehilangan uang Rp 100 juta, dua buah telepon genggam dan dua buah laptop di rumahnya pada Desember 2020.

Kasus pencurian tersebut kemudian ia laporkan ke Polsek Sampuabalo.

(Kontributor Baubau, Defriatno Neke)

https://regional.kompas.com/read/2021/04/14/114356678/tak-tahan-disiksa-3-anak-di-bawah-umur-terpaksa-mengaku-mencuri-rn-kami

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke