Dia naik tahta pada 1350 masehi dan memimpin Majapahit hingga tahun 1389 masehi.
Dikutip dari buku "Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit", karya Prof Dr Slamet Muljana (2005), Hayam Wuruk merupakan putra dari Tribhuwana Tunggadewi, pemimpin Majapahit pada 1329-1350 masehi. Raja keempat di Majapahit itu memiliki gelar Sri Rajasanegara.
Pada masa Hayam Wuruk, wilayah kekuasaan Majapahit membentang luas di sebagian besar wilayah Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaya, serta wilayah-wilayah kepulauan di timur Jawa.
Kejayaan Majapahit tidak bisa dilepaskan dari peran Gajah Mada. Dia merupakan sosok penting sehingga Majapahit mampu melewati masa sulit akibat pemberontakan, kemudian membawanya menuju puncak kejayaan.
Kiprah Gajah Mada dimulai saat Jayanegara menjadi raja Majapahit. Bersama pasukan Bhayangkara, dia menjadi prajurit elit pengawal raja dan keluarganya.
Gajah Mada berhasil menyelamatkan Jayanegara saat terjadi pemberontakan oleh Ra Kuti, meski kemudian gagal menyelamatkan nyawa Jayanegara dari aksi pembunuhan yang dilakukan Tanca.
Pada masa Majapahit dipimpin Tribhuwana Tunggadewi, Gajah Mada diangkat sebagai patih amangku bhumi. Itu adalah jabatan tertinggi di bawah raja Majapahit.
Gajah Mada diangkat menjadi patih amangku bhumi pada tahun Saka 1258 atau tahun Masehi 1336.
Menyatukan Nusantara
Masih dari sumber yang sama, disebutkan bahwa sebagai patih amangku bumi baru yang diserahi tanggung jawab sepenuhnya terhadap pemerintahan, Gajah Mada mengumumkan program politiknya untuk menyatukan nusantara.
Program politik itu diumumkan resmi oleh Gajah Mada, di hadapan Tribhuwana Tunggadewi dan para menteri Majapahit, di Panangkilan.
Isi program itu ialah penundukan negara-negara di luar wilayah Majapahit. Wilayah yang disebut Gajah Mada, terutama negara-negara di seberang lautan, yakni Gurun (Lombok), Seran (Seram) dan Tanjung Pura (Kalimantan).
Kemudian, ada wilayah Haru (Sumatera Utara), Pahang (Malaya), Dompo, Bali, Sunda, Palembang (Sriwijaya) dan Tumasik (Singapura).
Rencana Gajah Mada yang kemudian banyak dikenal luas dengan "sumpah amukti palapa", menjadi titik awal kemajuan dan kejayaan Majapahit.
Langkah perluasan wilayah kekuasaan Majapahit pun dimulai.
Hingga Hayam Wuruk naik tahta, Gajah Mada masih memegang jabatannya sebagai patih amangku bhumi.
Wilayah Majapahit pun semakin luas berkat kegigihan Gajah Mada mewujudkan program politik penyatuan nusantara.
Slamet Muljana mengungkapkan, wilayah Majapahit di puncak jayanya melebihi dari mimpi penyatuan nusantara yang diumumkan Gajah Mada, saat diangkat sebagai patih amangku bhumi.
Dalam Negarakertagama pupuh 13 dan 14, tercatat semua daerah Nusantara yang berlindung di bawah kerajaan Majapahit, luas dan jumlah wilayah lebih dari yang diharapkan Gajah Mada.
"Terbukti, nama-nama negara nusantara yang tercatat dalam pupuh tersebut jauh lebih banyak daripada yang dinyatakan dalam sumpah Nusantara," ungkap Slamet Muljana.
Di masa Hayam Wuruk, Majapahit mencapai puncak kejayaan. Gajah Mada yang diangkat sebagai patih amangku bhumi sejak masa Prabu Tribhuwana Tunggadewi menjadi sosok penting di belakangnya.
Dalam buku "Jayaning Majapahit: Kisah Para Kesatria Penjaga Samudra" karya Agus S Soerono (2014), Gajah Mada sudah diusulkan menjadi patih amangku bhumi sejak awal Tribhuwana naik tahta.
Saran itu disampaikan Aria Tadah, patih amangku bhumi sebelum Gajah Mada. Namun, karena merasa belum pantas, Gajah Mada saat itu tidak mau menerimanya.
Setelah beberapa tahun mengabdi dan kondisi Majapahit relatif lebih tenang, Gajah Mada kembali menerima permintaan dari penguasa Majapahit untuk menjadi patih amangku bhumi.
Kali ini, Gajah Mada menyatakan kesediaannya untuk menjadi patih amangku bhumi, menggantikan Aria Tadah.
Beberapa hari menjelang pengukuhan dirinya, Gajah Mada melakukan perenungan, terkait apa yang akan dilakukan saat menjadi pejabat penting setelah raja.
Dari hasil perenungannya, Gajah Mada kemudian mengambil sumpah untuk mempersatukan Nusantara di bawah Panji Kerajaan Majapahit.
Jejak arkeologis peninggalan Kerajaan Majapahit banyak dijumpai di daerah Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Menurut Wicaksono Dwi Nugroho, arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, berbagai benda purbakala yang banyak ditemukan di kawasan Cagar Budaya Nasional Trowulan, membuktikan keberadaan dan eksistensi Kerajaan Majapahit di masa lampau.
Majapahit bukan sekedar mitos ataupun dongeng. Jejak arkeologis membuktikan bahwa Majapahit pernah ada di wilayah Nusantara, tumbuh sebagai negara besar dan maju, serta mampu membangun peradaban.
"Berdasarkan bukti arkeologis, Majapahit memang ada, bahkan bukan sekedar pernah ada. Majapahit merupakan negara besar dan memiliki peradaban maju," kata Wicaksono kepada Kompas.com.
Berbagai catatan sejarah mengungkapkan, Kerajaan Majapahit berdiri pada akhir akhir abad ke-13, memasuki puncak kejayaan pada abad ke-14, dan diperkirakan runtuh pada abad ke-16.
https://regional.kompas.com/read/2021/04/05/154312578/sejarah-hidup-gajah-mada-perjuangan-dan-cita-cita