Salin Artikel

Sejarah Gereja Blenduk, Salah Satu Ikon Kota Lama Semarang

KOMPAS.com - Di kawasan Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, yang seluas 31 hektar, terdapat banyak bangunan lawas peninggalan zaman kolonial Belanda.

Salah satu ikonnya adalah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel atau dikenal dengan Gereja Blenduk, yang terletak di Jalan Letjen Suprapto No. 32.

Sebelum dikenal dengan bentuk yang sekarang, tempat ini dulunya masih berbentuk sederhana.

Adalah bangsa Portugis yang pertama kali membangunnya pada 1753.

Menukil dari cagarbudaya.kemdikbud.go.id, di masa-masa awalnya, gereja ini berbentuk rumah panggung jawa. Atapnya disesuaikan dengan arsitektur jawa.

Lewat tulisannya, Mengenal Gereja Blenduk sebagai Salah Satu Landmark Kota Semarang, Moedjiono dan Indriastjario mengatakan bahwa pada 1894-1895, bangunan tersebut diperbaiki dan dibangun ulang oleh Belanda.

Pihak Belanda melakukan perubahan yang drastis dengan mendirikan dua buah menara.

Bentuk atapnya pun diubah seperti kubah setengah bola.

Perubahan bentuk bangunan ini tertuang dalam sebuah prasasti yang tertulis di tiang gereja.

Prasasti itu menyebut, H.P.A. De Wilde dan W. Westmaas adalah arsitek yang menangani perubahan bentuk bangunan.

Oleh karena itu, ada yang menyebut gereja ini dengan Hervorm de Kerk (Gereja Bentuk Ulang), Protestanche Kerk (Gereja Protestan), dan Koepel Kerk (Gereja Kembar).

Khusus julukan yang ditulis di akhir, sebutan itu dimaksudkan sebagai dua menara kembar yang ada di depan gereja dan mengapit bangunan utama.

Usai atap GPIB Immanuel mengalami perubahan, masyarakat banyak yang menyebutnya sebagai Gereja Blenduk.

Dalam bahasa Jawa, “mblenduk” artinya “menonjol” atau “menggelembung”.

Gereja Blenduk dibangun dengan gaya Neo Klasik.

Jika dilihat sekilas, memang terlihat mirip dengan bangunan-bangunan gereja di Eropa pada abad 17-18 yang menggunakan kubah sebagai penutup atap.

Gereja ini memiliki bentuk dasar segi delapan.

Yang unik, jika dilihat dari atas, denah gereja berwujud seperti salib Yunani dengan ruang kebaktian sebagai titik sentral.

Dikutip dari kebudayaan.kemendikbud.go.id, ditempatkannya ruang ibadah di tengah, erat kaitannya dengan simbolisasi Kristus yang disalibkan.

Mengutip Indonesia.go.id, tak hanya bangunannya saja yang unik, beberapa benda maupun ornamen di Gereja Blenduk ini memiliki kekhasan.

Salah satunya adalah adanya orgel setinggi enam meter yang berusia lebih dari 200 tahun.

Tempat duduk jemaat di Gereja Blenduk juga berbeda dari lainnya. Tempat duduknya berupa kursi tunggal berbahan kayu jati dengan sandaran punggung dan dudukan dari anyaman rotan.

Nuansa lawas juga bisa ditemui pada ventilasi berupa jendela-jendela lengkung model Romawi kuno.

Jendela berbahan kaca patri itu mempunyai gaya gotik. Jendela-jendela tersebut tidak bisa dibuka-tutup.

Kini, GPIB Immanuel atau yang disebut juga dengan Gereja Blenduk telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/04/103801878/sejarah-gereja-blenduk-salah-satu-ikon-kota-lama-semarang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke