Salin Artikel

Yuk ke Kampung Patin di Kampar, Berwisata Sambil Melihat Proses Produksi Ikan Salai

Pasalnya, Kampung Patin ini merupakan sebuah tempat wisata, dimana untuk melihat sentra pengolahan ikan asap atau ikan salai yang berbahan dasar ikan patin.

Objek wisata Kampung Patin ini, berada di Desa Koto Masjid, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Riau.

Letak desa tersebut sekitar tiga kilometer dari jalan lintas sumatera penghubung Riau-Sumatera Barat.

Kalau dari Kota Pekanbaru, hanya menempuh perjalanan lebih kurang dua setengah jam saja.

Sebelum mengetahui proses pengolahan ikan patin salai, perlu diketahui bahwa Desa Koto Masjid adalah sebuah desa yang dulunya ditenggelamkan karena pembangunan waduk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang.

Kemudian, warga direlokasi ke tempat yang lebih tinggi dan aman dari genangan air.

Tetapi, kini Desa Koto Masjid sudah dikenali banyak orang dengan objek wisata Kampung Patin.

Karena, desa ini memiliki sentra pengolahan ikan patin yang terbesar di Sumatera.

Melihat proses produksi ikan salai

Selain bisa melihat proses pengolahan ikan patin salai, suasana di Kampung Patin juga terasa adem karena disekeliling desa ini terdapat perbukitan.

Udaranya masih sangat segar. Bisa melupakan sejenak kesibukan kerja.

Lanjut ke sentra pengolahan ikan patin salai. Dari jarak sekitar 300 meter dari gerbang masuk sentra pengolahan ikan patin, bau amis sudah tercium di hidung.

Beberapa titik asap putih membumbung tinggi ke udara. Itulah tandanya para pekerja sedang sibuk mengasapi ikan patin segar.

Aktivitas pekerja kala itu memang tampak lagi sibuk. Puluhan pekerja berbagi tugas. Bagi kaum wanita, bekerja sebagai membelah dan membersihkan kotoran ikan.

Sedangkan bagi laki-laki, bertugas mengasapi ikan.

Saat diwawancarai Kompas.com, Zaidi mengaku sedang menyortir ikan yang diasapi.

"Ini kita sedang menyortir ikan yang disalai. Karena tidak rata keringnya. Ada yang masih lunak, jadi kita salai lagi," ujar Zaidi.

Di tempat ia bekerja, terdapat empat tungku pengasapan ikan. Zaidi Selaku karyawan, memegang satu tungku bersama seorang anak dan seorang saudaranya.

Mereka di sini satu kelompok, terdiri dari delapan orang. Dari empat tungku berdinding beton ini, berton-ton ikan yang diasapi.

Zaidi menjelaskan proses pengasapan ikan patin. Mulai dari membersihkan hingga menunggu sampai pengeringan.

"Awalnya ikan patin dibelah dan dibersihkan. Ikan salai dibelah biar cepat kering. Setelah itu, disusun diatas para-para dan diletakkan di atas tungku," kata Zaidi.

Selama proses pengasapan, dia menyebut api harus selalu dikontrol. Api tidak boleh terlalu besar dan tidak terlalu kecil.

Harus menggunakan kayu khusus

Kemudian, kayu yang digunakan untuk dibakar juga tidak bisa sembarangan kayu. Zaidi membeli kayu khusus dari hutan yang keras dan baranya lebih tahan lama.

Bahkan, sebut Zaidi, untuk pembelian kayu bakar menghabiskan modal Rp 5 juta dalam sepekan.

"Proses pengasapan sampai ikan kering, itu memakan waktu lebih kurang delapan sampai 10 jam," sebut Zaidi.

Setelah pengasapan tahap pertama, lanjut dia, ikan patin kembali dipilih. Ada tiga ukuran ikan yang disalai, yaitu super, super menengah dan besar.

Ikan-ikan itu dipilih lagi mana yang sudah benar-benar kering. Kalau belum kering total, kembali ditaruh di tungku.

"Kalau sudah kering total, itu sudah bisa kita packing," ujar Zaidi.

Serap budidaya ikan patin warga sekitar

Dalam hari, ia mampu mengasapi sebanyak 2,25 ton ikan patin segar. Ikan patin itu dibeli dari warga yang membudidayanya.

Ikan patin hidup dibeli dari warga dengan perkilonya Rp 14.000.

"Di sini kan hampir semua warga punya kolam ikan patin di rumahnya. Jadi kita beli untuk disalai," ujar Zaidi.

Pria ini sudah bekerja di sentra pengolahan ikan patin sejak 2011 sampai sekarang. Ikan salai yang olahnya bersama kelompok lainnya, dijual di wilayah sumatera.

Selama bekerja di sini, Zaidi mengaku sangat terbantu perekonomian keluarganya.

Bagaimana tidak, dalam tiga hari, Zaidi mampu mendapat gaji sebesar Rp 1,3 juta dari penjualan ikan asap.

Uang dari hasil kerjanya sanggup untuk menyengolahkan dan menguliahkan anaknya ke perguruan tinggi.

"Alhamdulillah, cukuplah kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Anak saya ada empat orang. Satu kuliah, satu SMA dan dua lagi sudah keluarga," kata Zaidi.

"Alhamdulillah, sudah banyak wisatawan yang berkunjung ke sini. Tapi, sekarang kunjungan agak kurang karena pandemi Covid-19," ucap Agus.

Agus bercerita, wisata Kampung Patin berdiri tahun 2002 silam. Hanya saja, waktu itu warga masih mengasapi ikan di rumahnya masing-masing.

Belum ada sentra atau tempat khusus pengasapan ikan patin.

"Dulu warga menyalai ikan di rumah masing-masing. Makanya kampung kami ini hampir semua rumah ada kolam ikan patin," tutur Agus.

Menurut dia, sekitar 75 persen warga Koto Masjid memproduksi ikan patin sebagai salah satu pendorong ekonomi masyarakat. Selebihnya, warga menggantung hidup dari kebun karet dan ada sebagian kebun sawit.

Dapat bantuan pemerintah

Namun, kata lanjut Agus, pada tahun 2011 lalu, pengolahan ikan patin asap mendapat perhatian dari Kementerian Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia.

Termasuk mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi Riau dan Kabupaten Kampar.

Pemerintah membuatkan sentra pengolahan ikan patin. Para pekerja semuanya warga setempat.

Agus mengatakan, saat ini ada 36 unit tungku pengasapan ikan yang dikelola warga. Pekerjanya ada sekitar 50 orang.

"Saat ini sudah terisi 36 unit tungku. Masih ada yang kosong. Kalau ada masyarakat yang mau menyalai ikan sudah tersedia tempatnya," ujar Agus.

Tembus pasar luar negeri

Agus menyebutkan, dalam satu hari pekerja mampu mengasapi ikan patin sebanyak 12 ton.

Pengasapan ikan patin hampir dilakukan setiap hari. Kata Agus, bagi kaum perempuan bekerja selama empat hari dalam sepekan. Sedangkan bagi laki-laki hanya libur satu hari, yaitu hari selasa.

Dengan adanya sentra pengolahan ikan patin ini, Agus mengaku ekonomi warga desa sangat terbantu.

Apalagi, selain ikan salai, warga juga mengolah ikan patin segar menjadi nugget, bakso, kerupuk dan aneka makanan lainnya.

"Ikan patin yang diolah ini dijual ke berbagai daerah. Ada juga yang dijual sampai ke Malaysia. Alhamdulillah, untuk hasil penjualannya sangat membantu ekonomi masyarakat Desa Koto Masjid," pungkas Agus.

https://regional.kompas.com/read/2021/03/22/125022878/yuk-ke-kampung-patin-di-kampar-berwisata-sambil-melihat-proses-produksi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke