Salin Artikel

Produksi Garam Gunungkidul Mati Suri, Puluhan Petani Garam Pilih Jadi Buruh Bangunan

YOGYAKARTA,KOMPAS.com-Pemerintah Indonesia memastikan akan melakukan impor garam.

Di sisi lain, produksi garam lokal masih terkendala, meski bahan utamanya tersedia cukup melimpah.

Seperti di Kabupaten Gunungkidul, tahun 2018 lalu, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta bahkan melakukan panen garam yang dihadiri Gubernur Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Ada dua lokasi pembuatan garam rakyat, yakni di Pantai Sepanjang, Kalurahan Kemadang, Kapanewon Tanjungsari, dan Pantai Dadap Ayam, Kalurahan Kanigoro, Kapanewon Saptosari.

Ironisnya, kini petani garam belum lagi berproduksi karena berbagai alasan mulai dari faktor alam hingga adanya Covid-19.

Ketua Kelompok Petani Garam Tirta Bahari Winarto mengatakan, produksi garam di Pantai Sepanjang, beberapa bulan terakhir terhenti karena Covid-19.

Adapun Covid-19 menyebabkan sepinya permintaan garam ditambah penerapan pengetatan secara terbatas kegiatan masyarakat (PTKM) menyebabkan anggotanya yang berjumlah 24 orang memilih beralih profesi menjadi buruh bangunan.

Pada awal pandemi, petani sudah memproduksi garam, namun berhenti dan masih ada beberapa kilogram garam. Setiap satu kali pemrosesan, satu panel bisa memproduksi satu kuintal garam.

"Hari ini mau bersih-bersih lokasi tetapi ada tamu dari Bappeda jadi belum bisa dilakukan," kata Winarto saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (15/3/2021).

Dia menilai, kebijakan impor garam sebenarnya tidak tepat. Apalagi Indonesia memiliki potensi yang luas, salah satunya Gunungkidul.

"SDM jika didampingi agak mendingan, selama ini mengertinya ya hanya itu-itu saja. Punya lahan (bahan membuat garam) kok impor," kata Winarto.

Hal serupa disampaikan oleh salah satu pengurus Petani Garam Dadap Makmur, Pantai Dadap Ayam, Triyono mengakui sudah tidak memproduksi garam sejak setahun terakhir. Awalnya pompa rusak, dan tidak produksi, lokasi produksi tersapu angin. Seminggu terakhir mendapatkan bantuan pompa dan perbaikan.

"Jadi awalnya hanya mesin pompa, tapi karena tidak ada aktivitas produksi maka terpal-terpal juga ikut rusak," ucap Triyono.

Kerusakan dalam proses produksi sudah dilaporkan. Bahkan, sambung dia, kelompok sudah mendapatkan bantuan berupa mesin pompa dan terpal untuk memperbaiki kerusakan yang ada.

Triyono mengakui, anggota kelompok sudah memulai kerja bakti untuk menghidupkan kembali budidaya garam yang sempat vakum selama satu tahun.

Sebelum berhenti operasi, setiap bulan ia bisa menghasilkan delapan kuintal garam. Harganya hanya laku Rp3.000 per kilonya. Selain pandemi, permasalahan terkait kandungan garam yang juga belum ada. Ke depan pihaknya berharap kondisi garam lebih baik lagi. 

https://regional.kompas.com/read/2021/03/16/141950978/produksi-garam-gunungkidul-mati-suri-puluhan-petani-garam-pilih-jadi-buruh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke