Salin Artikel

Sepiring Rabeg Makanan Kecintaan Sultan Banten, tentang Kenangan Kota Kecil di Tepi Laut Merah

Berbahan daging dan jeroan kambing, rabeg memiliki rasa yang gurih dengan campuran rempah seperti biji pala, lada, kayu manis, jahe, dan lengkuas.

Sekilas, rabeg mirip tengkleng namun dengan aroma rempah kuat seperti hidangan khas Timur Tengah.

Ternyata sejarah rabeg tak bisa dilepaskan dari Timur Tengah.

Dikutip dari buku 100 Makanan Tradisional Mak Nyus Bondan Winarno, penamaan rabeg berasal dari nama Rabiq atau Rabigh sebuah nama kota pelabuhan di Arab Saudi.

Suatu hari Sultan Maulana Hasanuddin, pemimpin Kesultanan Banten singgah di kota tersebut dan menikmati kuliner khas Rabiq.

Saat kembali ke Banten, sang sultan menitahkan juru masak untuk memasak sajian kambing khas Rabiq.

Tak lama kemudian, resep istana tersebut bocor ke masyarakat dan makanan kesukaan sang sultan yang diberi nama rabeg menjadi hidangan wajib saat kenduri.

Hingga saat ini, rabeg banyak ditemukan di warung dan rumah makan di Serang, Banten.

Sementara itu di buku Jejak Kuliner Arab di Pulau Jawa, dua penulis dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia, yakni Gagas Ulung dan Deerona mengisahkan mengenai masakan rabeg.

Diceritakan Sultan Maulana adalah putra sulung dari Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon.

Ia adalah seorang penguasa Kesultanan Banten yang bergelar Pangeran Sabakinking yang memerintah Banten antara tahun 1552 hingga 1570.

Suatu waktu sang sultan dan rombongan berlayar dan tiba di Pelabuhan Kota Rabigh yang terletak di tepi Laut Merah.

Rabigh adalah sebuah kota kuno yang sebelumnya bernama Juhfah yang masuk wilayah Jedah, Mekkah, Arab Saudi.

Pada abad ke-17, terjadi tsunami dan Juhfah hancur luluh lantak. Kota tersebut kembali dibangun menjadi sebuah kota yang sangat Indah.

Sultan Maulana mengagumi keindahan Rabigh dan menikmati makanan dengan olahan daging kambing.

Sepulang dari ibadah haji, Sultan Maulana ternyata tak bisa lupa dengan kenangannya akan kota di tepi Laut Merah.

Agar kerinduan akan Rabigh itu terobati, ia pun meminta juru masak istana membuatkan masakan seperti yang dia cicipi di Rabigh. Meski tidak sama persis, masakan karya juru masaknya tetap disukai Sultan.

Selintas rabeg juga mirip semur, namun rasa pedasnya yang kompleks karena diperoleh dari jahe, lada, dan cabai rawit.

Jika dulu resep rambeg masih menggunakan gula merah dan kelapa yang masih banyak diproduksi di Banten, kini bumbu tersebut diganti dengan kecap manis.

Ada juga yang menambahkan kapulaga dan bunga lawang untuk menguatkan cita rasa Arab.

Namun menurut petuah orang tua, rabeg yang disajikan untuk akikah tidak boleh terlalu pedas.

Mereka menyakini jika rabeg harus dimasak manis agar anaknya juga ikut manis. Saat akikah, daging kambing akan dimasak rabeg dan sebagian dimasak menjadi sate sebelum disajikan saat kenduri.

Jadi kalau berkunjung ke Serang, Banten pastikan jangan lupa mencicipi seporrsi rabeg ya.

https://regional.kompas.com/read/2021/03/13/112200678/sepiring-rabeg-makanan-kecintaan-sultan-banten-tentang-kenangan-kota-kecil

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke