Salin Artikel

Cerita Kampung Mati di Ponorogo, Bukan Tempat Mistis, Begini Kondisinya

PONOROGO, KOMPAS.com - Keberadaan kampung mati di Dusun Krajan I, Dukuh Sumbulan, Desa Plalang, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo, menjadi topik perbincangan hangat dalam tiga hari terakhir. 

Sebab, semenjak lima tahun lalu, kampung yang dikenal dengan sebutan Sembulan itu betul-betul sudah ditinggalkan seluruh penghuninya tanpa terkecuali.

Kepala Desa Plalangan, Ipin Herdianto membenarkan lingkungan itu sudah lima tahun terakhir tidak berpenghuni lagi.

Padahal, di areal seluas sekitar tiga hektare itu masih terdapat empat bangunan rumah permanen yang masih layak huni. 

“Dahulu masih ada dua kepala keluarga. Tetapi, empat atau lima tahun lalu sudah tidak lagi yang tinggal di lingkungan tersebut,” kata Ipin, yang dihubungi Kompas.com, Kamis (4/3/2021).

Ipin mendapatkan informasi lingkungan itu ditinggali sekitar 30 kepala keluarga.

Bahkan, kampung itu ramai dikunjungi orang karena menjadi tempat menimba ilmu agama warga di Desa Plalang.  

Namun, lambat laun, warga yang tinggal di kampung itu memilih pindah mengikuti keluarga di lokasi yang lain. 

Meski tidak berpenghuni, masih terdapat mushala tua yang masih dipakai warga untuk menjalankan ibadah shalat zuhur dan asar.

Warga yang memanfaatkan mushala itu rata-rata petani yang memiliki sawah di dekat lingkungan tersebut.

“Mushala masih sering dipakai untuk beribadah. Dan selalu dibersihkan setiap hari,” kata Iping.

Ipin membantah bila warga meninggalkan kampung itu karena persoalan mistis. Ia meyakini seluruh tempat pasti memiliki cerita mistis masing-masing.

Warga banyak meninggalkan kampung tersebut karena kondisinya sepi. 

"Dulunya banyak penghuninya. Karena tempatnya tidak ramai ada yang sudah nikah ikut pasangannya. Kemudian, yang punya anak ikut anaknya," kata Ipin. 

Ipin mengatakan, sampai saat ini, belum ada satupun keluarga yang ingin kembali ke kampung mati tersebut.


Sebab, warga yang pernah tinggal di lingkungan itu sudah banyak memiliki rumah sendiri.  

Meski ditinggalkan, keluarga yang memiliki aset tanah dan rumah sesekali datang ke kampung mati.

Biasanya mereka menggelar acara peringatan hari wafatnya pendahulu warga yang meninggal di kampung tersebut. 

Tolak dijadikan perumahan

Ahli waris pemilik tanah dan rumah di kampung mati menolak tawaran dari pengembang untuk dijadikan komplek perumahan.

"Namun, bila dibeli untuk pembangunan pesantren ahli waris menerimanya," ujar Ipin. 

Setelah viral di media sosial, banyak yang datang ke kampung mati karena penasaran. 

Meski area kampung mati luas, kepemilikan tanah hanya dikuasai beberapa ahli waris. 

Bekas pondok

Sementara itu, Sumarno, salah mantan warga kampung Sumbulan menyebut di wilayah itu pernah berdiri sebuah pondok pesantren tahun 1850. 

"Pondok itu didirikan sekitar tahun 1850-an oleh Nyai Murtadho," kata Sumarno.

Murtadho merupakan anak seorang ulama dari Demak. Setelah didirikan, warga yang belajar di pondok pesantren tersebut semakin banyak bahkan dari luar daerah.

Namun, setelah Nyai Murtadho dan keluarganya meninggal, pondok pesantren tersebut semakin sepi.

Pada akhirnya, tahun 2016 kampung tersebut benar-benar mati tanpa penghuni satu pun.

Sumarno menambahkan, mayoritas penyebab warga Kampung Sumbulan pindah karena akses jalan yang sulit.

https://regional.kompas.com/read/2021/03/04/160537178/cerita-kampung-mati-di-ponorogo-bukan-tempat-mistis-begini-kondisinya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke