Salin Artikel

Fenomena Desa Miliarder, Adakah yang Berubah di Masyarakat?

Warga membeli mobil baru setelah tanah mereka dibeli untuk proyek kilang minyak pertamina.

Tak berselang lama, warga juga kembali dihebohkan dengan peristiwa serupa di Desa Kawungsari, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Warga di desa ini mendadak kaya setelah menerima ganti untung pembelian lahan untuk proyek waduk.

Warga desa ini kemudian rama-ramai memborong motor dan mobil yang jumlahnya mencapai 300 unit.

Pengamat Psikososial dan Budaya Endang Mariani mengatakan fenomena yang terjadi pada masyarakat di dua desa itu bisa dianggap sebagai reaksi yang dapat dimengerti.

Hal ini jika dilihat dari pendekatan psikologi, sosial, budaya dan ekonomi serta teori kebutuhan yang telah banyak diajukan oleh para ahli.

"Dengan uang yang diterima, maka kebutuhan primer dan sekunder dapat langsung terpenuhi. Tentu saja jika tidak dilakukan secara berlebihan dan sesuai dengan kebutuhan, fungsi serta manfaatnya," katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (28/2/2021).

Doktor Psikologi lulusan Universitas Indonesia ini menyebut memang uang tidak selalu dapat memenuhi seluruh kebutuhan manusia yang sangat kompleks.

Namun, uang dapat menjadi “jalan keluar” bagi pemenuhan kebutuhan manusia.

Dengan miliaran rupiah yang diterima, hampir seluruh kebutuhan fisik untuk hidup, seperti pangan, sandang, dan papan dapat dipenuhi.

Demikian pula dengan kebutuhan akan keamanan diri, seperti ketersedian sumber-sumber kehidupan untuk diri dan keluarga, jaminan kesehatan jika dibutuhkan, dan kepemilikan atas berbagai aset yang dapat menopang kehidupan.

"Kebetulan saya hanya melihat, membaca, dan mendengar dari berita. Belum turun langsung untuk melakukan penelitian lapangan. Namun, dapat saya simpulkan bahwa tidak semua warga menggunakan uang yang diterima secara konsumtif," katanya.

Menurut Endang, ada warga yang menggunakan uang yang didapat untuk investasi jangka panjang, seperti membeli tanah di daerah lain, mempersiapkan pendidikan anak, meningkatkan modal usaha, mempersiapkan hari tua, dan sebagainya.

Ada juga yang akan menggunakan sebagian uang yang diterima untuk memenuhi panggilan naik haji dan bahkan ada yang akan membangun TPA.

Artinya bagi sebagian masyarakat, uang yang diperoleh secara “instan”, selain digunakan untuk pemenuhan kebutuhan fisik dan sosial, juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan spiritual.

Membeli mobil

Terkait mengapa harus membeli mobil, menurutnya hal ini hanya fenomena yang tampak di permukaan.

Namun demikian, situasi ini juga dapat dipahami karena kendaraan masuk dalam kebutuhan sekunder.

Menurutnya, jika kebutuhan primer dan sekunder telah terpenuhi, maka dorongan untuk memenuhi kebutuhan tersier untuk sebagian orang mungkin akan muncul.

"Misalnya untuk membeli sesuatu yang dianggap mewah," kata dia.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan tersier, antara lain tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, status sosial, pergaulan, dan lingkungan tempat tinggal.

Apa yang terjadi dengan sebagian masyarakat dua desa ini juga dapat dijelaskan.

Ada kebutuhan manusia untuk mendapatkan penghargaan dan respect, baik dari diri sendiri maupun dari orang lain.

Nilai yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri yang akan menjadi patokannya.

Apabila kebutuhan akan penghargaan ini terpenuhi, maka rasa percaya diri mereka akan tumbuh, sebagai sarana untuk dapat diterima oleh lingkungan sosial di sekitarnya.

Dengan kata lain, kebutuhan aktualisasi diri juga dapat terpenuhi.

"Semua itu tentunya bergantung pada lingkungan dan nilai-nilai yang berlaku pada masyararakat di mana seseorang tinggal dan beraktivitas," kata dia.

Pencapaian bisa saja dinilai melalui usaha atau bisnis yang berhasil, tingkat pendidikan atau juga kegiatan-kegiatan sosial.

Perubahan lingkungan

Perubahan lingkungan secara fisik, biasanya diikuti dengan perubahan lain.

Misalnya perubahan pola hubungan sosial dan perilaku sosial. Nilai-nilai budaya mungkin juga akan mengalami perubahan.

Namun perubahan itu tidak selalu berkonotasi negatif, bisa juga positif.

Dari sisi ekonomi, misalnya, jelas akan terjadi peningkatan taraf kehidupan ekonomi.

"Semoga saja hal ini tidak mengubah nilai-nilai baik yang selama ini sudah tertanam dari generasi ke generasi, seperti pola hidup sederhana menjadi konsumtif, ataupun hilangnya nilai guyub dan gotong royong menjadi sangat individual," kata dia.

Terkait mata pencarian hidup, kemungkinan perubahan juga bisa saja terjadi. Mereka yang selama ini kebanyakan adalah petani, perlu beradaptasi dengan lingkungan baru.

Sebaiknya hal ini juga dipertimbangkan.

Bagi mereka yang menginvestasikan kembali untuk membeli tanah sawah atau kebun dan kembali melanjutkan hidup sebagai petani, misalnya, tentu adaptasi pekerjaan tidak terlalu membutuhkan upaya yang lebih.

Namun apabila mereka berpikir akan mendapatkan pekerjaan baru di lingkungan kilang minyak, tentu harus melakukan adaptasi.

Yang harus dilakukan adalah dengan mempersiapkan diri dengan menambah keahlian sesuai kebutuhan perusahaan atau tempat kerja yang baru.

Seberapa banyak pun uang yang kita miliki, tanpa pengelolaan yang baik dan penggunaan yang bijaksana tentu suatu saat akan habis.

Oleh karena itu, menurutnya, kepada masyarakat juga perlu dilakukan sosialisasi dan pendampingan dalam pengelolaan keuangan.

Peningkatan keahlian dan ketrampilan juga perlu dilakukan, apabila nantinya mereka terpaksa beralih mata pencarian.

"Jangan sampai terjadi culture shock yang tidak dapat dikelola, yang justru dapat menimbulkan dampak negatif jangka panjang," kata dia.

Endang menilai penting untuk tetap menanamkan etos kerja pribadi maupun kepada anak-anak mereka.

Sebab, kekayaan materi bisa habis. tapi kekayaan hati dan ilmu pengetahuan harus selalu ada untuk menjalani kehidupan yang masih panjang.

https://regional.kompas.com/read/2021/02/28/23171191/fenomena-desa-miliarder-adakah-yang-berubah-di-masyarakat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke