KOMPAS.com - Suasana meriah berlangsung di rumah Waryusih, beberapa saat setelah sepeda motor barunya datang.
Sepeda motor bertipe matic itu bikin hari Waryusih dan keluarganya bahagia. Pasalnya, kendaraan berwarna hitam tersebut adalah motor pertama yang dipunyai keluarganya.
Perempuan yang berprofesi sebagai pedagang seblak di Jakarta itu merasa sangat senang.
Motor itu dijadikan latar belakang saat berswafoto bareng keluarganya.
Ia lalu menggelar surak di halaman rumahnya. Surak adalah tradisi menabur uang receh.
Waryusih menjelaskan motor itu dia beli pakai uang pembebasan tanah dan bangunan dari program pembangunan Waduk Kuningan.
“Senang bisa beli motor. Ada rezeki dari ganti untung pembebasan lahan untuk bendungan Kuningan. Akan kami pakai untuk keperluan keluarga,” ujar Waryusih kepada Kompas.com, Senin (22/2/2021).
Tak hanya rumah Waryusih saja, rumah warga lainnya di Desa Kawungsari, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, juga bernasib sama.
Karena tanahnya terdampak, mereka memperoleh uang ganti untung untuk proyek nasional pembangunan Waduk Kuningan.
Uang pembebasan lahan itu dipakai warga untuk membeli kendaraan bermotor.
Suasana gembira juga terasa di rumah Cahyono. Motor barunya tiba pada Jumat (17/2/2021).
Saat motor matic itu diturunkan dari mobil pikap, tetangganya langsung mengerubunginya.
Mulai dari anak-anak hingga orang tua pun turut berkumpul untuk menyaksikan motor baru itu.
Tak hanya menonton motor baru, mereka berkumpul untuk menunggu saweran dari Cahyono.
Salah satu warga, Yohana (43), menjelaskan bahwa pemberian saweran ini biasa dilakukan saat ada yang memiliki barang baru, terutama kendaraan.
“Iya, setiap beli motor atau mobil, warga di sini pasti sawer dan itu sudah menjadi budaya mungkin ya,” tuturnya, dilansir dari Tribunnews, Sabtu (20/2/2021).
Momen yang dinantikan Yohana dan warga lainnya tiba.
Saweran itu berupa uang pecahan bercampur beras dan bunga. Cahyono juga memberikan permen beraneka rasa.
“Meski tidak banyak mendapat uang saweran tadi. Ya, yang penting senang aja, Kang, itung-itung hiburannya sih,” ucap Yohana.
Dari penelusuran Kompas.com, tradisi surak ini terdapat pula di Indramayu dan Cirebon.
Tradisi surak punya hubungan erat dengan tradisi tawurji yang ada di Cirebon, Jawa Barat.
Dalam tawurji, sejumlah uang koin akan disebar. Uang-uang itu nantinya direbutkan oleh pengunjung prosesi.
Keraton Kanoman Cirebon adalah salah satu yang kerap melangsungkan tawurji. Prosesinya digelar pada hari Rabu akhir di bulan Safar, atau dikenal dengan Rebo Wekasan.
Tradisi ini menjadi penutup dari bulan yang mempunyai beberapa catatan peristiwa duka, bala, dan bencana.
Prosesi tawurji sekaligus menjadi penyambut datangnya bulan Mulud atau Rabiul Awal, yang merupakan bulan kelahiran Nabi Muhammad.
Juru Bicara Keraton Kanoman Ratu Raja Arimbi Nutina menyampaikan tawurji merupakan warisan dari Sunan Gunung Jati.
Tawurji adalah ajakan terhadap orang yang mampu secara finansial agar bersedekah kepada mereka yang membutuhkan.
“Biasanya kami juga memberikan secara langsung kepada yang patut menerima sedekah, hanya mungkin ada tradisi yang memang dari awal skala kecil, membagikan secara “surak” (sedekah uang receh yang disebar). Jumlah warganya dari tahun ke tahun meningkat. Arti dari tawurji adalah, sedekah bahwa di antara harta kita ada orang yang berhak,” tutur Ratu Arimbi, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, 16 November 2018.
Keraton Kacirebonan juga mengadakan tradisi tawurji pada Rebo Wekasan.
Di hari itu, masyarakat sekitar akan berkumpul di halaman keraton.
Menurut Sultan Kacirebonan IX Pangeran Raja Abdul Gani Nata Diningrat Dekarangga, tawurji mengandung makna saling berbagi, bersedekah, dan berdoa bersama.
“Esensi tawurji bersedekah. Kita berbagi dengan orang yang tidak mampu. Setelah itu kita menggelar sajian apem yang berasal dari kata afwu yakni memohon maaf. Itu kami berikan untuk warga. Munculnya tawurji dan apem tak lain adalah wasiat dari Sunan Gunung Jati yang sangat dahulu dikenal dekat dengan warganya,” jelasnya, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, 16 November 2018.
Berbeda dari dua keraton lainnya, Keraton Kasepuhan Cirebon tidak melibatkan masyarakat umum saat tawurji.
Uang sedekah yang dikumpulkan dalam acara selawatan, digunakan untuk keperluan publik bersama.
Dilansir dari pemberitaan Kompas.com, 16 November 2018, Sultan Sepuh Keraton Kasepuhan XIV PRA Arief Natadiningrat menyampaikan tawurji merupakan amanat dari Sunan Gunung Jati, yaitu “Ingsun titip tajug lan fakir miskin (saya titip mushola dan fakir miskin).”
“Tawurji adalah tradisi yang berkembang di masyarakat, ini juga salah satu yang diamanatkan oleh Alquran dan juga oleh Rasullullah bahwa kita harus ingat kepada fakir miskin. Tradisi yang ada di masyarakat ini mengingatkan kepada kita semua dengan lagu tawurji: wuuur, tawurji, tawuur, selamat dawa umur [selamat panjang umur], tawurji, dan seterusnya,” ucap Arief sambil berdendang.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Kompas TV Cirebon, Muhammad Syahri Romdhon | Editor: Farid Assifa, Aprillia Ika), Tribunnews
https://regional.kompas.com/read/2021/02/28/090749078/tradisi-surak-berbagi-kebahagiaan-dalam-kepingan-uang-receh