Salin Artikel

Jejak Sejarah Loji Gandrung, Rumah Dinas Wali Kota Solo yang Akan Ditempati Gibran

Usai pelantikan, Gibran dan keluarganya bersiap menempati rumah dinas wali kota Solo, Loji Gandrung.

Rupanya bangunan yang berusia lebih dari satu abad itu menyimpan sejarah panjang, salah satunya mengenai keterkaitan Keraton Kasunanan sebagai kerajaan besar di Jawa dengan kolonial Belanda.

Loji Gandrung juga menjadi markas Gatot Subroto dan Slamet Riyadi menyusun rencana untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Tak hanya itu, pada bangunan tersebut, terdapat sebuah ruangan yang kerap digunakan oleh Presiden Soekarno.

Bangunan berusia lebih dari 100 tahun tersebut bergaya neo-klasik Eropa yang masih kental.

Yang menarik, atap sirap kayu yang menutup seluruh bangunan membentuk segi lima.

Pada bagian teratas, terdapat ciri khas berupa menara semu berbentuk kaca patri berlambang Kota Surakarta. Terdapat pula konsol-konsol berhias sulur.

Loji Gandrung memiliki lahan seluas 6.259 meter persegi dengan luas bangunan 842,5182 meter persegi.

Di bagian depan, setelah teras, terdapat ruangan-ruangan. Ruang sisi kiri merupakan ruang pertemuan.

Sedangkan ruangan sisi kanan ialah tempat tidur yang dikenal dengan "ruang Soekarno".

Sebab, Presiden Soekarno kerap menggunakan ruangan ini. Di dalam kamar Soekarno, terdapat beberapa barang salah satunya piano.

Loji Gandung memiliki dua sayap bangunan. Sayap barat merupakan kantor staf dan sayap timur adalah tempat menerima tamu.

Pada bagian belakang, terdapat pendopo yang kini kerap digunakan sebagai tempat pertemuan.

Sejarah Loji Gandrung

Sejarawan Solo yang juga merupakan Dosen Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Susanto menjelaskan, dahulu Loji Gandrung merupakan rumah seorang pengusaha gula.

Pria berdarah Belanda itu bernama Johannes Augustinus Dezentje.

Ayah dari Agustinus, August Jan Caspar merupakan pejabat militer kolonial Belanda.

Keluarga Dezentje memiliki hubungan baik dengan pihak kolonial Belanda dan Keraton Kasunanan Surakarta.

Di tahun 1819, Augustinus Dezentje menikah dengan salah seorang anggota keluarga Keraton Kasunanan bernama Raden Ayu Cokrokusumo.

Dezentje menikah usai istri pertamanya yang bernama Joganna Dorothea Boode meninggal dunia di tahun 1815 setelah melahirkan anak pertama.

Sejak saat itu, Dezentje dan Raden Ayu Cokrokusumo menempati Loji Gandrung.

"Kehidupan mereka (Dezentje dan Raden Ayu Cokrokusumo) pun dianggap sebagai keluarga keraton karena reputasi Dezentje sebagai pengusaha gula memang sangat tinggi," kata Susanto.

Dia menjelaskan, seiring perjalanan waktu, tentara Jepang tiba di Indonesia.

"Setelah Jepang datang, semua orang kulit putih ditangkap, semua tempat tinggal orang kulit putih diambil alih, dari situlah rumah itu mulanya terbengkalai," kata dia.

Dalam perjalanannya, tempat itu kemudian dikelola kembali dan kini menjadi rumah dinas wali kota Solo.

Dari kegiatan tersebut, dianggap menyerupai orang yang sedang "gandrung" atau jatuh cinta.

Sehingga secara harfiah dipahami sebagai rumah kolonial (Loji) yang digunakan untuk bersenang-senang (gandrung).

Namun Sejarawan Susanto memiliki pandangan berbeda terkait sebutan Loji Gandrung.

Susanto menilai, tempat berpesta dan berdansa pada masa itu bukan di Loji Gandrung, melainkan di Harmoni Straat.

"Kalau tempat dansa, saya kita tidak ada. Itu di Harmoni Strat, tempat untuk berdansa, tepatnya di belakang Beteng," kata dia.

Nama Loji Gandrung, kata dia, justru muncul dari kekaguman Presiden Soekarno yang mengagumi tokoh wayang orang Sriwedari bernama Rusman dan Darsi.

Rusman biasa memerankan tokoh Gatotkaca sedangkan Darsi sebagai Pregiwa.

"Soekarno kagum hingga terinspirasi cara berbicara Rusman dan Darsi itu, sehingga pidato Soekarno pun gayanya seperti mereka," tutur Susanto.

Jika Soekarno berkunjung ke Solo, lanjut dia, pertunjukan wayang dengan lakon "Gatotkaca Gandrung" selalu ditampilkan. Sehingga dari situlah nama Loji Gandrung digunakan.

Ketika masih ditinggali oleh keluarga Dezentje, Loji Gandrung digunakan sebagai pusat perkumpulan pengusaha gula.

Sebab, Dezentje merupakan seorang pengusaha gula ternama di masa itu.

Peristiwa penting lainnya, bangunan ini pernah digunakan sebagai markas Kolonel Gatot Subroto menyusun strategi melawan Belanda pada Agresi Militer II (1948-1949).

Loji Gandrung juga pernah dijadikan markas militer Brigade V yang dipimpin oleh Letkol Slamet Riyadi ketika terjadi Serangan Umum Solo pada 1949.

Susanto pun menyebut, Presiden Soekarno kerap mengunjungi Loji Gandrung.

"Kalau Presiden Soekarno kerap sekali, karena misalnya sebelum agresi kedua itu Bung Karno membuka PON di Solo. Sehingga Soekarno sering ke Solo dan mampir ke Loji Gandrung itu," kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2021/02/27/08000001/jejak-sejarah-loji-gandrung-rumah-dinas-wali-kota-solo-yang-akan-ditempati

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke