Salin Artikel

Prameks Pindah Trayek, Ini Kata Para Penglaju

SURAKARTA, KOMPAS.com – Suara klakson kereta terdengar kencang menyambut para penumpang Prameks di Stasiun Balapan Solo.

"Kereta Api (KA) Prameks dengan tujuan Solo-Yogyakarta masuk melalui jalur dua," kata launcher atau pemberi informasi dari pengeras suara, Selasa (9/2/2021).

Mendengar pemberitahuan tersebut, beberapa penumpang tampak bergegas ke pintu masuk peron KA sambil menunjukkan tiket versi kertas maupun digital kepada petugas, sebelum naik ke kereta.

Namun, berbeda dengan biasanya. Pagi itu, suasana stasiun terlihat lebih ramai karena banyak penglaju Solo-Yogyakarta yang ingin menggunakan Prameks untuk terakhir kalinya, sebelum digantikan kereta rel listrik (KRL).

Salah satu penumpang penglaju Solo-Yogyakarta, Widodo mengungkapkan, perjalanannya menaiki Prameks di hari terakhir beroperasi terasa berbeda.

“Terasa berbeda, karena setelah ini, trayek Prameks diganti menjadi Yogyakarta-Kutoarjo saja,” kata Widodo (45) yang sehari-hari tinggal di Maguwo dan bekerja di Universitas Tunas Pembangunan (UTP) Solo.

Widodo yang sudah sepuluh tahun menjadi pengguna setia Prameks menceritakan jika transportasi yang digerakkan dengan mesin diesel itu telah banyak membantunya menjangkau lokasi kerja yang jauh dari rumah.

“Kurang lebih 63 kilometer (km) dari rumah ke kantor. Kalau berangkat jam 06.00 Waktu Indonesia Barat (WIB), perjalanan kurang lebih dua jam, sampai kantor pas jam delapan,” ujarnya.

Selain lebih cepat, menurut Widodo, dengan menaiki Kereta Api Prameks, perjalanannya menjadi lebih santai dan tidak melelahkan.

Tidak hanya itu, Widodo merasa Prameks menjadi saksi bisu perjuangannya dalam mencari nafkah sehari-hari.

Pasalnya Prameks telah berjasa mengantarnya untuk melamar kerja di UTP pada 2000. Tempat yang kini menjadi sandaran bapak anak satu ini dalam mendapat penghasilan.

“Pulang kerja, di kereta biasanya saya sambil merenungi berbagai kegiatan. Terasa sekali lelah, sedih, senang di kantor sembari istirahat. Begitu sampai di rumah sudah segar lagi," kenangnya.

Mengetahui Prameks berhenti beroperasi, Widodo mengaku sedih. Baginya, Prameks telah memberikan banyak memori berharga.

“Saya sudah merasakan juga pengalaman lainnya, mulai ketinggalan kereta, kehabisan tiket dan berkenalan dengan sesama penglaju,” ujarnya.

Widodo mengatakan, jika ketinggalan kereta atau kehabisan tiket, ia terpaksa menunggu jadwal keberangkatan Prameks berikutnya. Namun, jika terlalu malam, ia biasanya menginap dahulu di rumah temannya yang tinggal di Solo.

“Kalau ada halangan pilih menunggu, sama sekali tidak pernah ganti naik bus. Soalnya selain saya tidak nyaman, jauh dari rumah dan harus pakai ojek dari terminal dan ongkosnya mahal,” katanya.

Untuk itu, ia berharap, ke depannya, KRL yang menggantikan Prameks bisa lebih nyaman, cepat, dan mudah diakses oleh para penglaju seperti dirinya.

Senada dengan Widodo, Ratna (20) mengungkapkan, Prameks telah memberikan banyak kenangan indah.

Mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) jurusan Arsitektur ini menggunakan Prameks untuk menjenguk tempat tinggalnya selama empat tahun terakhir.

“Prameks yang mengantar saya pulang ke Solo setelah kuliah setiap Sabtu dan Minggu atau saat hari libur,” kata Ratna yang sehari-hari tinggal di Purwosari, Solo.

Ratna menceritakan, sejak mendaftar kuliah, ia selalu menggunakan Prameks karena dekat dengan rumah dan indekosnya di Yogyakarta.

“Biasanya setiap Sabtu pukul 14.30 setelah kuliah langsung beli tiket. Sebelum ada e-ticket, beli di loket. Sekarang pesannya digital lewat aplikasi KAI Access,” ujar Ratna.

Menurut Ratna, selain membantunya agar lebih cepat sampai di rumah, Prameks juga nyaman untuk dijadikan tempat belajar darurat, terlebih jika ada ujian setelah akhir pekan.

“Biasanya setelah akhir pekan ada ujian mendadak. Jadi kalau kembalinya ke Yogyakarta naik motor atau kendaraan pribadi sambil belajar terasa kurang nyaman," tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Akbar, salah satu launcher Prameks mengatakan, penumpang terakhir Prameks tujuan Solo-Yogyakarta bertambah kurang lebih 100 orang.

“Saat hari biasa, penumpangnya 200 orang. Hari ini bisa 300 orang. Ada yang memang penglaju, ada yang naik dengan tujuan untuk sekedar nostalgia saja,” katanya

Akbar yang sudah tiga tahun bekerja sebagai launcher mengatakan, Prameks merupakan kereta tempat ia bertugas pertama kali sebelum mencoba kereta-kereta lainnya.

“Kalau launcher itu berpindah-pindah kereta, sudah ada jadwalnya dari KAI, tapi paling sering ya di Prameks ini,” kata Akbar.

Jika demikian, kata Akbar, tidak menutup kemungkinan ia akan tetap bertugas di Prameks dengan rute berbeda.

“Jadi, saya masih sering naik Prameks. Hanya saja suasananya jadi berbeda, karena sudah tidak berjumpa dengan beberapa penglaju yang saya hafal,” kata Akbar.

https://regional.kompas.com/read/2021/02/24/14534421/prameks-pindah-trayek-ini-kata-para-penglaju

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke