Salin Artikel

Badak Sumatera di Ambang Kepunahan, Pakar IPB: karena Gagal Bunting

Agil menyebut, penurunan 90 persen populasi pada empat dekade terakhir lebih banyak disebabkan oleh perburuan liar dan kehilangan habitat.

Namun, bukti-bukti terbaru yang ada mengungkapkan bahwa kegagalan reproduksi ternyata juga memberi andil yang penting dalam penurunan populasi badak liar.

"Lebih dari 70 persen Badak Sumatera yang diselamatkan dari populasi terisolasi atau ‘doomed rhino’ mengalami abnormalitas organ reproduksi (tumor dan kista) serta gagal bunting,” ujar Agil dalam keterangan tertulis IPB University yang diterima Kompas.com, Selasa (2/2/2021).

Populasi kecil dan tidak bunting di waktu lama

Dia menjelaskan bahwa abnormalitas organ reproduksi ini dikarenakan oleh “Allee Effect” akibat populasi badak di alam yang sangat kecil sehingga peluang badak untuk bertemu dan melakukan perkawinan pada waktu yang tepat sangat sulit terjadi.

Faktor-faktor lain adalah badak tidak dapat bunting dalam waktu yang lama.

Organ reproduksi terpapar estrogen dalam waktu lama akibat lama tidak bunting serta gangguan yang terjadi pada proses perkembangan embrio.

Gangguan organ reproduksi

Agil yang juga dosen di Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB University ini menyebutkan, gangguan-gangguan organ reproduksi yang telah ditemukan di antaranya ialah tumor uterus pada Badak Rosa di Suaka Rhino Sumatra (SRS) Way Kambas. 

Tumor ovarium pada Badak Pahu di SRS Kelian Kutai Barat, tumor pada seluruh organ reproduksi pada salah satu badak muda yang ditemukan mati di alam. 

Serta, kista uterus pada beberapa badak betina yang mati di penangkaran.

Peran teknologi

Berdasarkan fakta tersebut, untuk mencegah kepunahan dan memaksimalkan fungsi individu Badak Sumatra di SRS untuk propagasi maka pengembangan dan aplikasi Assisted Reproductive Technology (ART) adalah suatu keniscayaan.

Tujuannya, kata dia, untuk memaksimalkan pemanfaatan plasma nutfah (sumber genetik) badak-badak tersebut dalam menghasilkan embrio untuk menjadi anak-anak badak baru.

"Upaya penerapan teknologi reproduksi berbantuan (Assisted Reproductive Technology, ART) pada Badak Sumatra telah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu," ungkap dia.


Sementara itu, Pakar Bioteknologi Embrio yang juga dari FKH IPB University, Prof Arief Boediono menyampaikan bahwa telah dilaksanakan penyelamatan badak di Sabah, Malaysia atas kerjasama tim dari Indonesia, Malaysia, dan Jerman.

“Pada saat itu telah dilakukan koleksi sel telur, pematangan sel telur in vitro, dan injeksi sperma ke dalam sitoplasma sel telur (Intra-cytoplasmic Sperm Injection, ICSI),” ujarnya.

Guru Besar IPB University dari Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi - FKH dan juga banyak bekerja di program bayi tabung pada manusia ini mengatakan, kita telah melakukan sesuatu walaupun belum sampai menghasilkan anak badak.

Akan tetapi paling tidak, apa yang telah kita lakukan ini menjadi dasar untuk lebih berhasil di masa yang akan datang.

Roadmap dan target 2025

"Berdasarkan tantangan yang dihadapi di atas, Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jendral Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menugaskan tim FKH IPB University yang diketuai oleh Dr Agil untuk menyusun Road Map dan program Aplikasi ART dan Bio-banking untuk Badak Sumatra 2021-2025," ucap dia.

Road map tersebut berisi rencana program pengembangan dan kegiatan Aplikasi ART di antaranya pemeriksaan status reproduksi, genome mapping, koleksi dan pembekuan sperma, koleksi dan kriopreservasi sel fibroblas, produksi dan pembekuan embrio, pembangunan fasilitas laboratorium ART dan Bio-bank, penyiapan induk penerima transfer embrio, serta produksi embrio melalui rekonstruksi sel fibroblas.

"Diharapkan, pada tahun 2025, transfer embrio pada Badak Sumatra akan berhasil dilakukan,” imbuh dia.

Penyusunan Road map program ART pada badak ini adalah sebagai pelaksanaan dari Rencana Aksi Darurat (RAD) Konservasi Badak Sumatra yang disusun dan didukung melalui mandate dari Dirjen KSDAE melalui pendanaan dari Tropical Forest Conservation Action for Sumatera (TFCA-Species Sumatera) Yayasan KEHATI.

Program dan aplikasi ART pada badak ini akan dilaksanakan bekerjasama dengan Yayasan ARSARI Djojohadikusumo (YAD) dalam pembangunan fasilitas laboratorium ART dan bio-bank serta pendanaan program ART juga dengan dukungan TFCA-Spesies Sumatera.

Kerjasama juga akan dilakukan dengan Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research (IZW) Jerman dan SOS Rhino Amerika Serikat dalam bentuk dukungan teknis dan pendanaan untuk pengembangan dan transfer teknologi program ART pada Badak Sumatra.

https://regional.kompas.com/read/2021/02/02/12444041/badak-sumatera-di-ambang-kepunahan-pakar-ipb-karena-gagal-bunting

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke