Salin Artikel

Pilu Ibu yang Harus Tetap Menyusui Saat Terinfeksi Covid-19

Biasanya ia akan langsung mendekap bayi laki-laki itu lalu menyusuinya, maka tangisnya akan berhenti. Tapi kali ini tidak bisa.

Fany harus menahan diri. Ia harus benar-benar menjaga jarak dengan orang lain, bahkan dengan keluarga, termasuk dengan anak bungsunya yang masih berusia 4 bulan 3 minggu itu.

Ya, Fany, warga Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang, itu adalah pasien positif Covid-19.

"Saya hanya bisa mendengar suara tangisnya, sambil meratapi kondisi badan saya yang rasanya juga sangat lemah. Saya merasakan selalu gemetaran, kedinginan, dan larut dalam tangis kesendirian," tutur Fany, dalam pesan singkat yang diterima Kompas.com, Selasa (22/12/2020).

Fany berujar, bayinya kerap menangis karena tidak bisa menyusu langsung darinya.

Suami Fany pun kewalahan, karena tangis bayi kami semakin kuat.

Dalam posisi itu ia tidak bisa melakukan apa-apa untuk menenangkannya, apalagi menyusuinya. 

Setelah dinyatakan positif terpapar Covid-19 pada 17 Desember 2020, ia harus menjalani isolasi mandiri karena tergolong pasien tanpa gejala.

Saat itu lah awal yang sangat berat bagi Fany karena praktis harus berpisah dengan anak-anak dan suami. 

Anak sulung Fany, berusia 8 tahun, terus menangis dan sempat demam karena merasa sedih tidak bisa berdekatan dengan ibunya.

Anaknya itu hanya bisa mengintip dibalik jendela dan melambaikan tangan sembari memanggil ibunya.

"Dia sering nengokin saya. Saya isolasi di kamar di sebelah dapur. Batasnya ada mika gitu. Dia sering ngintip aku dadah-dadah dan bilang 'ummi.....' sambil nangis," ungkap Fany.

Fany bercerita, pada 10 Desember 2020, ia merasakan badan meriang, tanpa demam, kondisi tubuh nyeri-nyeri dan selalu kedinginan.

Keesokan harinya, ia izin tidak masuk kantor. Keluhan ini terus bertambah dengan radang tenggorokan. 


Selanjutnya di sekitar hari ketiga, Fany merasakan indera penciumannya mulai berkurang.

Ia mulai menyadarinya ketika tidak bisa mencium aroma parfum, juga aroma makanan. Namun, indera pengecapnya masih berfungsi bisa merasakan manis atau asin.

"Tapi saya tidak bisa membedakan rasa makanan, misalnya soto, sop, dan makanan lainnya semua rasanya sama, flat, cenderung hambar," kisahnya.

Pada 14 Desember 2020, badannya mulai membaik.

Ia pun bangun pagi dan hendak bersiap berangkat ke kantor meski masih merasakan radang dan indera penciuman sudah tidak bisa mencium aroma apa pun (anosmia).

"Atas saran saudara yang berprofesi sebagai perawat, saya uji swab mandiri dalam kondisi radang tenggorokan saya sudah sembuh, tapi masih belum bisa mencium aroma apapun. Tanggal 17 Desember 2020 hasilnya keluar dan saya positif Covid-19," terang Fany.

Para pejuang ASI

Selain berjuang untuk sembuh dari virus, Fany juga harus berjuang mengumpulkan tetes demi tetes air susu ibu (ASI) untuk bayinya.

Ia rutin memompa agar kebutuhan ASI bayinya tercukupi, tapi hasilnya terus berkurang, tidak melimpah seperti biasanya.

Menurut Fany, berkurangnya produksi ASI karena pikirannya tidak bisa tenang, nafsu makan menurun. 

Namun, ia masih bersyukur karena stok ASI Perah (ASIP) di lemari pendinginnya masih banyak.

"Pikiran saya melayang kemana-mana, bagaimana kalau nanti ASI saya tidak cukup? Bagaimana kalau nanti gejala saya makin parah? Bagaimana kalau nanti tiba-tiba ada yang menjemput saya untuk dibawa ke rumah sakit? Semua pikiran negatif muncul dalam benak saya. Saya stres, saya bingung, saya sedih, saya takut, saya marah," ungkapnya.

Fany berujar, bayi laki-lakinya itu sekali menyusu dia bisa menghabiskan 100 mililiter ASIP, maka setiap sesi memompa ia selalu berusaha agar bisa mendapatkan hasil minimal 100 mililiter agar bisa mengimbangi kekuatan menyusu bayinya.

Ia rajin mencatat jam-jam saat bayi menyusu dan jumlah ASIP hasil memompa.

Dalam sehari, bayinya menyusu sebanyak 8 kali, artinya dia menghabiskan 800 mililiter ASIP setiap hari.


Sementara ia hanya bisa memompa 5 kali sehari, dengan hasil 6 botol masing-masing berisi ASIP 100 mililiter.

"Berarti setiap hari saya masih kekurangan 200 mililiter ASIP, dan itu semoga saja bisa dicukupi dari stok ASIP dalam freezer. Saya terus berjuang. Mohon dukungan keluarga, saudara dan teman-teman," katanya.

Tidak jauh berbeda juga dialami oleh Eriyani Kartikasari (36), pasien positif Covid-19 di Kelurahan Cacaban, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang.

Eri adalah ibu menyusui seorang bayi perempuan berusia 10 bulan. 

Beberapa hari sebelumnya ia pun merasakan gejala demam dan pusing. Hari berikutnya, ia juga mengalami anosmia.

Perasaannya semakin kuat kalau ia terinfeksi virus tersebut. 

Apalagi, salah satu atasan di kantornya meninggal dunia disertai Covid-19.

Satu temannya lagi juga dirawat di rumah sakit dengan gejala yang hampir sama, disertai batuk dan sesak napas. 

Dalam kondisi sakit itu, ASN di lingkungan Pemerintah Kota Magelang itu masih harus masuk kantor karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan menjelang akhir tahun ini.

"Saat itu merasa sudah agak sedikit khawatir, saya sampaikan kepada suami. Pada 7 Desember 2020, kami sepakat mengungsikan dahulu anak-anak saya ke rumah neneknya. Sempat senewen sendiri karena gimana nasib bayi yang harus berhenti menyusui," tutur Eri.

Eri memutuskan untuk swab test mandiri di sebuah laboratorium swasta di Kota Magelang.

Hasilnya, ia terkonfirmasi positif Covid-19 pada 15 Desember 2020. Badannya terasa lemas, tapi sudah tidak bisa mundur lagi dan harus segera menentukan langkah berikutnya. 

Sejak itu, ia harus isolasi di rumahnya dan berpisah dengan keluarganya.

Hatinya semakin kacau karena anak keduanya masih menyusui dan kurang suka minum ASIP yang sebelumnya dibekukan di kulkas.

Namun tekadnya kuat agar anaknya tetap minum ASI sehingga ia memompa ASI selama isolasi. 

"Hari pertama memompa cuma keluar 50 mililiter. Padahal kalau menyusu ASI saya banyak. Sedih sekali melihat hasil pumping yang cuma sedikit. Tapi karena tidak ingin asi berhenti reproduksi, ASI tetap saya pompa," kata ibu dua anak itu. 


Eri juga berusaha menjaga mood-nya agar tetap bahagia. Ia melepas rindu dengan video call anak-anak dan suaminya.

Ia pun masih harus bersabar untuk bertemu mereka sampai masa isolasi selesai ada 25 Desember 2020.

"Sekarang badan sudah sehat, penciuman juga sudah kembali normal. Saya mencoba melakukan berbagai aktivitas agar tidak jenuh," imbuhnya.

Di sisi lain, ia sangat bersyukur saat isolasi mandiri banyak dibantu dari keluarga dan para tetangga sekitarnya, termasuk teman dan Satgas Jogo Tonggo. Mereka telah membantu spiritual dan material.

https://regional.kompas.com/read/2020/12/22/13405941/pilu-ibu-yang-harus-tetap-menyusui-saat-terinfeksi-covid-19

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke