Salin Artikel

Cerita Korban Banjir Medan, Tak Sangka Bisa Lintasi Banjir Setinggi Dada, Padahal Gendong 2 Anak

Air dan lumpur masih menggenang di beberapa titik masih sekitar 30 cm.

Sebagian besar mereka tidak ada yang menyangka banjir besar pada Kamis (3/12/2020) malam hingga Jumat dini hari menghantam rumah mereka di saat air hujan hanya turun rintik-rintik.

Selamat berkat rumah kosong

Jamot Sihite (37) adalah salah satunya. Saat itu, karena cuaca sedikit dingin dan gerimis, sekitar pukul 22.00 WIB, dia menonton televisi di rumah bersama istrinya.

Ketiga anaknya sudah tidur di kamar. Begitu juga dengan mertuanya yang sudah berusia 57 tahun.

Kesehariannya, dia membawa becak motor kemudian mangkal di jalan besar tak jauh dari rumahnya.

"Karena memang mau keluar kian untuk narik becak, makanya betor (becak motor) ini masih saya taruh di depan rumah," katanya.

Saat dia memutuskan untuk narik becak, saat itu pula dia mendengar suara air meluncur dengan deras di depan rumahnya diselingi dengan suara 'dus'.

Saat itu dia baru beberapa langkah keluar dari pintu rumahnya blok J22. Tanpa pikir panjang, dia pun langsung berteriak memanggil istrinya untuk secepatnya meninggalkan rumah.

Selamatkan keluarga, lintasi banjir setinggi dada

Dia masuk ke kamar kemudian mengangkat dua anaknya yang masih berumur 3 bulan dan 2 tahun kemudian bergegas keluar rumah.

Sedangkan istrinya menuntun mertuanya perlahan. Di depan rumahnya, air sudah setinggi 1 meter.

Dia melintasi genangan air yang semakin deras itu menuju satu rumah berjarak sekitar 100 meter yang selama ini kosong, tidak ada penghuninya.

"Kebetulan rumah ini kosong, saya terjang saja pintunya. Saya letak anak saya di situ lalu kembali ke rumah lagi mengambil anak paling besar saya yang umurnya 7 tahun, kubawa ke sini. Saya tak menyangka ternyata banjir sampai tingginya hampir ke atap rumah," katanya.  

Dia mengaku tidak banyak yang dipikirkannya selain menyelamatkan keluarganya.

Dia sendiri tidak menyangka bisa melintasi banjir yang setinggi dada dengan menggendong 2 anak yang masih kecil serta mengiringi istri dan mertuanya.

"Kondisi sudah hujan, air makin tinggi, mati lampu dan semua terdengar orang teriak-teriak, hanya keluarga yang saya pikirkan," ungkapnya.

Jamot menambahkan, becak motornya itu terseret beberapa meter dari rumahnya. Dia pun tak tau bagaimana mencari uang karena becak motor itu sendiri milik tauke.

"Ini harus dibagusin dulu biar bisa dipakai. Kalau disuruh mengganti, ya saya akan bilang ke tauke agar bersabar lah dulu karena kondisinya begini kan," ujarnya sambil mencuci becak motornya.


Suhu semakin dingin, anak-anak menangis...

Korban banjir lainnya, Putri Grace Sembiring menjelaskan, untuk menyelamatkan diri, dia bersama dengan seorang kakak, abang ipar dan 3 ponakan yang salah satunya masih bayi, terpaksa harus membelah banjir yang sudah lebih dari 1 meter.

Saat itu, suhu semakin dingin dan anak-anak menangis.

"Sudah tak tahu lagi harus bagaimana, pokoknya harus selamat makanya harus memaksa keluar dan menyelamatkan diri di rumah kosong yang tingkat 2 di simpang," katanya sembari menunjuk ke sebuah rumah kosong yang jaraknya sekitar 150 meter.

Menurutnya, tidak mungkin untuk tetap di rumah dalam kondisi banjir tersebut walaupun dengan kondisi anak-anak yang masih kecil dan bayi dalam gendongan.

Ditambah lagi, bagian belakang rumahnya sudah jebol dihantam air yang membawa aneka material banjir dari sungai yang berada tepat di belakang rumahnya yang hanya dibatasi oleh gundukan tanah (tanggul).

"Apa saja ada di dalam rumah. Pintu tak bisa dibuka. Untuk sementara tinggal bersama keluarga dulu," ujarnya.

Gubernur Sumut tinjau lokasi bencana

Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi pada Sabtu siang kembali mendatangi lokasi di De Flamboyan. Menurutnya, saat kedatangan pada Jumat pagi, dia belum melihat seluruh kondisi yang terdampak banjir.

Dijelaskannya, sembari menunggu air surut, hal yang dilakukan adalah normalisasi Sungai Belawan yang sudah sekian lama dangkal.

"Kedua, lokasi pasti sungai ini dievaluasi. Kalau dilihat di google maps, sungai (ini) yang melengkung, melintas ke sana. Itu yang dimatikan sungainya sehingga air bertumpu ke arah Sungai Belawan belaran sehingga tampungan air tak mampu," katanya didampingi Kepala BPBD Sumut, Riadil Akhir Lubis.

Dikatakannya, banjir sudah terjadi setiap 2 tahun namun selama ini tidak pernah separah ini. Pihaknya akan melakukan pengawasan bersama Balai Wilayah Sungai (BWS), Kementrian PUPR.

"Kita tidak bisa hanya seperti pemadam kebakaran. Tapi solusi ke depan air ini tidak menyulitkan masyarakat yang tinggal di sini. Akan kita evaluasi, kenapa kok bisa seperti ini melalui investigasi, kita akan cari siapa yang bertanggung jawab," katanya.

Pantauan di lapangan, sejumlah komunitas pencinta alam berada di lokasi membantu warga membersihkan lumpur.

Begitu juga komunitas IOF, turut membantu mengevakuasi kendaraan baik roda dua dan roda empat yang terendam banjir dan terjebak lumpur di lokasi tersebut.

Begitupun, di lokasi terdampak banjir sudah terdapat beberapa unit ekskavator yang membersihkan material lumpur, sampah, dan lainnya. Tampak truk sampah berkali-kali keluar dan masuk di lokasi tersebut. 

https://regional.kompas.com/read/2020/12/05/14461911/cerita-korban-banjir-medan-tak-sangka-bisa-lintasi-banjir-setinggi-dada

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke