Salin Artikel

"Kekerasan Seksual Bisa Menimpa Siapa Saja, Tanpa Memandang Apa yang Dikenakan Korban"

Di salah satu ruangan gedung penginggalan sejarah itu, tampak beragam jenis pakaian digantung menempel ke dinding.

Ada pakaian seragam SMA putih dengan rok panjang abu-abu, pakaian motif batik rok panjang, setelan kaos hitam dan rok panjang, serta setelan jaket dengan rok denim.

Tak hanya itu, ada juga pakaian anak-anak bergambar karakter animasi dengan garis merah dan pakaian daster anak merah jambu.

Rupanya berbagai jenis pakaian itu adalah replika baju korban kekerasan seksual yang tengah dipamerkan dalam peringatan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan.

Kampanye itu diperingati dari 25 November hingga peringatan Hari HAk Asasi Manusia (HAM) Internasional pada 10 Desember.

Dalam pameran itu terdapat sembilan pakaian korban dari berbagai kekerasan seksual yang dipajang. Terdapat penjelasan kasus yang dialami korban pada pakaian yang dipamerkan.

Penyelenggara acara Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Citra Ayu Kurniawati mengungkapkan, kasus kekerasan seksual banyak dialami perempuan tanpa mengenal usia, jenis pekerjaan, pendidikan bahkan tidak melihat jenis pakaian yang dikenakan korban.

Oleh karena itu, pameran itu ingin menekankan korban bukan pemicu terjadinya kekerasan seksual.

"Pameran ini memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa kekerasan seksual bisa menimpa siapa saja dan tanpa memandang apa yang dikenakan oleh korban," kata Citra, Minggu (29/11/2020).

Menurut Citra, sembilan replika pakaian yang dipamerkan itu merupakan milik korban dalam rentang usia 11-30 tahun.

"Pamerannya ini mengilustrasikan pakaian yang dikenakan korban. Karena pakaian yang asli ada di kepolisian, ada juga yang sudah dibakar atau hilang," ucapnya.


Dari sembilan replika pakaian korban yang berasal dari Jateng itu terdapat tiga kasus yang tidak diproses oleh hukum.

"Ilustrasi pakaian itu berasal dari sembilan kasus, ada enam kasus yang diproses hukum. Dan yang lainnya tidak di proses. Ada yang memang mandek, ada yang memang tidak melaporkan kasusnya," jelasnya.

Menurutnya, kebanyakan proses hukum kasus kekerasan seksual tidak ditindaklanjuti oleh kepolisian karena kekurangan bukti dan saksi.

"Jadi, korban diminta buat cari bukti tambahan misalkan saksi yang melihat kejadian. Padahal untuk kasus kekerasan seksual kebanyakan tidak ada saksi yang melihat karena terjadi di ranah privat," ungkapnya.

Beragam kendala penyelesaian kasus kekerasan seksual secara hukum dinilai sangat menyulitkan karena belum adanya payung hukum yang secara khusus melindungi korban kekerasan seksual.

Belum lagi, adanya stigma negatif dari masyarakat atau aparat penegak hukum yang kemudian membuat korban kekerasan seksual enggan untuk melaporkan kasusnya.

"Ketidakseriusan negara dalam melindungi korban kekerasan seksual adalah dikeluarkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari Prolegnas Prioritas 2020," tegasnya.

Hal tersebut menandakan negara belum berkomitmen dan belum hadir dalam perlindungan korban kekerasan seksual.

Atas dasar itu, pihaknya bersama Jaringan Jawa Tengah mendesak DPR untuk membahas RUU PKS agar kembali menjadi Undang-undang Prioritas pada Prolegnas 2021.


LRC-KJHAM mencatat sebanyak 154 kasus berbagai jenis kasus kekerasan terhadap perempuan di Jateng pada 2020.

Dari jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan 78 persennya adalah jenis kekerasan seksual sejumlah 120 kasus.

Rincian kasus kekerasan seksual yakni kasus perbudakan seksual sebanyak 81 kasus, perkosaan sebanyak 23 kasus, pelecehan seksual sebanyak 16 kasus.

Sementara, kasus kekerasan yang menimpa perempuan yakni KDRT sebanyak 26 kasus, kekerasan dalam pacaran enam kasus, buruh migran satu kasus, dan traficking satu kasus dengan 160 korban perempuan.

https://regional.kompas.com/read/2020/11/29/23595541/kekerasan-seksual-bisa-menimpa-siapa-saja-tanpa-memandang-apa-yang-dikenakan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke