Salin Artikel

Menyoal Fatwa Hukum Cambuk Pemain PUBG di Aceh, Disebut sebagai Upaya Penyelamatan Anak

KOMPAS.com - Pada saat pemuda-pemuda Aceh baru menorehkan prestasi di bidang olahraga elektronik (esports), dalam turnamen Player Unknown's Battlegrounds (PUBG) yang diselenggarakan secara nasional, seorang ulama Aceh mewacanakan hukuman cambuk terhadap para pemain gim tersebut karena menilai permainan ini dapat mendorong kekerasan.

Canda tawa dan kalimat gurauan berbahasa Aceh yang sesekali disertai suara tembakan jelas terdengar ketika sejumlah pemuda Aceh bermain PUBG pada sebuah platform daring, beberapa waktu lalu.

PUBG adalah singkatan untuk Player Unknown's Battlegrounds—gim simulasi pertempuran yang menjadi tren di antara kaum muda selama dua tahun terakhir.

Di Aceh, permainan ini digolongkan haram oleh Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh (MPU) sejak Juni tahun lalu.

Ada tiga alasan utama sehingga fatwa haram dikeluarkan, yakni menyebabkan kecanduan, dzalim terhadap diri sendiri, dan tidak menyehatkan.

Akan tetapi, ketika fatwa haram tersebut dikeluarkan, tidak ada sanksi yang menyertainya.

Baru-baru ini, seorang ulama Aceh yang menjabat sebagai Ketua MPU Aceh Barat, Abdurrani Adian, mendorong agar pemain game PUBG juga perlu dicambuk.

Ketika disinggung bahwa Arab Saudi telah menggelar kejuaraan dunia PUBG pada 2019 dan tiada bukti korelasi antara permainan tersebut dan aksi kekerasan di dunia nyata, Abdurrani berdalih bahwa Arab Saudi dan Aceh berbeda.

Dia menegaskan fatwa haram dan usulan hukuman cambuk terhadap para pemainnya merupakan bagian dari upaya penyelamatan anak-anak dan generasi mendatang.

"Ini kan penyelamatan anak-anak. Memainkan itu, akhlak mulia mereka sudah tidak ada lagi," tudingnya.

Sejauh ini hukuman cambuk di muka umum untuk pemain gim PUBG dan sejenisnya belum diputuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

Namun, wacana itu disetujui oleh anggota DPRA dari Fraksi Golkar wilayah pemilihan Aceh Barat, Teuku Raja Keumangan.

"Jadi saya pikir dalam rangka menyelamatkan anak-anak muda kita dan menakut-nakuti jangan terpengaruh untuk melakukan itu (permainan game PUBG), jadi saya pikir seluruh komponen di Aceh harus mendukung sikap MPU," kata Teuku Raja.

Beberapa di antara mereka tergabung dalam sebuah tim yang mewakili Provinsi Aceh meraih peringkat keenam turnamen Nasional PUBG di Jakarta, Agustus lalu.

Karena itu, wacana hukuman cambuk terhadap para pemain PUBG di Aceh dipertanyakan Ketua Indonesia Esports Association Provinsi Aceh (IESPA), Muhammad Irfan.

"Di mana haramnya? Kita buat perbandingannya seperti ini, seperti tinju, karate, semua itu ada kekerasan kan? Tapi mereka sudah dibuat regulasi menjadi cabang olahraga," jelas Irfan.

Muhammad Irfan menegaskan bahwa IESPA memiliki regulasi dalam bermain gim daring, antara lain hanya dibolehkan bermain selama tiga jam dalam satu hari, berhenti pada waktu salat, dan tidak mengeluarkan kata - kata kotor.

Dia juga mengingatkan bahwa gim daring merupakan bagian dari olahraga prestasi dan bisa dijadikan ladang nafkah bagi kaum muda.

Oleh sebab itu, dia berharap dapat mencapai kompromi dengan para pemangku kepentingan.

"Anak-anak Aceh juga punya potensi di situ. Kita arahkan mereka dengan regulasi yang bagus. Saya ingin, ayo kita bertemu dengan para pihak terkait. Kita cari solusinya," tutup Irfan.

https://regional.kompas.com/read/2020/11/19/11150081/menyoal-fatwa-hukum-cambuk-pemain-pubg-di-aceh-disebut-sebagai-upaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke