Salin Artikel

Kisah Wanda Anak Lereng Merapi,Tiap Hari Belajar Online di Tambang Pasir Kali Gendol Sleman

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Seorang anak perempuan bernama Wanda Hera Kurniawati duduk di tempat yang teduh dengan beralaskan bebatuan kecil kawasan pertambangan di Kali Gendol, Cangkringan, Sleman.

Anak berisia 10 tahun ini meletakkan buku tulis di kakinya. Tangan kanannya memegang sebuah pena.

Tepat di sebelahnya, duduk perempuan bernama Sutarti (27) yang tidak lain adalah ibu Wanda Hera Kurniawati.

Sutarti yang berprofesi sebagai penambang pasir di Kali Gendol masih mengenakan sepatu dan caping. Keringatnya masih tampak mengucur karena baru saja menaikkan pasir ke atas pick up.

Sutarti meninggalkan sementara pekerjaanya karena harus mendampingi putrinya belajar secara daring. Ibu berusia 27 tahun ini sabar mendampingi putri pertamanya belajar.

Di samping anaknya, Sutarti memegang sebuah ponsel pintar. Wanda tampak melihat materi belajar di layar ponsel yang dipengang oleh ibunya. Kemudian, Wanda mencatat di buku tulisnya.

Suara raungan kendaraan seperti truk dan mobil pick up pengangkut pasir di Kaligendol seakan tak digubris oleh Wanda.

Anak perempuan yang saat ini kelas 5 Sekolah Dasar (SD) tetap terfokus pada proses belajar daring.

"Tidak terganggu (suara raungan kendaraan pengangkut pasir). Masih bisa konsentrasi belajar," ujar Wanda, saat ditemui di wilayah pertambangan pasir di Kali Gendol, Rabu (11/11/2020).

Wanda menyampaikan, ia tengah belajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). Selain itu juga belajar Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK).

"Tadi buku PPKN saya bawa ke sini, untuk belajar. Saya suka pelajaran  tematik ada Bahasa, IPA dan IPS," ungkapnya.

Anak berusia 10 tahun yang bercita-cita menjadi dokter ini masih bisa mengikuti pelajaran meskipun lewat daring. Namun, Wanda mengaku sudah rindu belajar di sekolah.

"Kangen belajar di sekolah, bisa bertemu teman-teman, guru," urainya.

Sutarti menuturkan, putrinya sudah terbiasa di area pertambangan pasir di Kali Gendol. Sebab sudah beberapa kali ikut ke pertambangan.

Terlebih ketika pandemi Covid-19, sekolah SD Negeri Kepuharjo menerapkan belajar daring. Sejak itu, Wanda mulai belajar daring di area pertambangan.

Wanda ikut ke pertambangan karena di rumah tidak ada yang mendampingi belajar. Sebab ayahnya juga bekerja.

"Kalau di rumah tidak ada yang mendampingi, kalau saya harus balik ke rumah terus ke sini lagi kan repot. Wanda juga minat belajar di sini, katanya biar mamak e (ibu) tidak repot," ungkapnya.

Sutarti mengungkapkan putrinya memang mempunyai tekad yang kuat dalam belajar. Bahkan sembari menunggunya menambang, Wanda mengisi waktu dengan belajar atau membaca buku meski telah selesai belajar daring.

"Niat belajarnya memang tinggi. Suka membaca juga," jelas Sutarti.

Sutarti berangkat dari rumahnya di Dusun Kopeng, Kepuharjo, Cangkringan ke area pertambangan pukul 06.00 WIB. Ia selesai menambang di Kali Gendol sekitar pukul 16.00 WIB.

Meski harus menambang pasir untuk menambah penghasilan keluarga, namun Sutarti tidak pernah melupakan putrinya. Sutarti selalu menyempatkan waktu untuk mendampingi putrinya belajar.

"Ya kalau jamnya sekolah daring atau mengirim tugas saya mendampingi. Selesai itu saya kerja lagi, agar istilahnya dapur tetap ngebul," ungkapnya.

Ibu yang murah senyum ini pun harus memahami apa yang dipelajari oleh putrinya. Sebab ia harus bisa menjelaskan ketika putrinya bertanya hal yang tidak dipahami.

"Ya akhirnya ikut membaca, belajar karena kan mendampingi belajar. Ya mau tidak mau juga harus bisa, kalau ditanya jadi bisa menjawab," katanya.

Penghasilan Sutarti sebagai penambang pasir bisa dikatakan tidak pasti. Apalagi saat ini mencari pasir juga sudah susah.

Dirinya baru mendapat uang ketika pasir sudah terkumpul dan menaikan ke dalam mobil pick up.

"Muat pasir kadang lima hari sekali kadang ya enam hari, sekali muat itu dapat Rp 130 ribu dibagi dua dengan ibu saya kan juga ikut menambang. Carinya (pasir) kan susah, Ya karena perempuan sebisa dan sekuatnya saja," ungkapnya.

Uang hasil menambang ini lanjutnya untuk menambah penghasilan keluarga. Sebab penghasilan suaminya juga pas-pasan. Suaminya bekerja mengurusi ternak milik orang lain.

Selain itu, uang tersebut juga digunakan untuk biaya membeli internet demi putrinya bisa belajar daring.

Sebab meski mendapat bantuan kuota internet, namun Sutarti mengaku tidak bisa digunakan. Sehingga mau tidak mau harus mengeluarkan uang sendiri.

"Biaya internet kan tidak murah, saya beli yang 2 giga Rp 42 ribu, itu habis dua minggu. Soalnya kalau belajar lewat YoTube kan habisnya cepat," ucapnya.

Di tengah aktivitasnya menambang, Sutarti juga merasa khawatir. Sebab jarak lokasinya menambang dengan Gunung Merapi sekitar 7 kilometer.

Apalagi Sutarti masih teringat dengan peristiwa Erupsi pada tahun 2010 lalu. Saat itu rumahnya yang berada tidak jauh dari Kali Gendol terkena material erupsi Gunung Merapi hingga hanya tersisa pondasi.

"Kalau khawatir ya tetap khawatir, masih ada trauma 2010 juga. Tapi bagimana lagi, sopir-sopir di sini bawa HT untuk memantau Merapi," urainya.

Sutarti mengaku jerih payahnya mencari rezeki dengan menambang pasir seakan terbayar. Ia merasa senang, karena putri semata wayangnya ini selalu masuk ranking 10 besar di kelas.

" Kelas satu sampai tiga itu tiga besar, kemarin kelas empat ranking enam. Ya senang, ini (Wanda) bisa selalu 10 besar," katanya.

https://regional.kompas.com/read/2020/11/17/06070061/kisah-wanda-anak-lereng-merapi-tiap-hari-belajar-online-di-tambang-pasir

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke