Salin Artikel

Menggali Pasir Saat Merapi Siaga, Warga: Khawatir, tetapi Bagaimana Lagi?

KOMPAS.com - Meskipun sudah ada larangan untuk beraktivitas di lereng Gunung Merapi, sejumlah penambang tradisional di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tampak masih beraktivitas mencari pasir. 

Salah satunya perempuan berinisial S, penambang tradisional di Kali Gendol. Dirinya mengaku tak ada pilihan lain dirinya harus mencari nafkah dan membiaya sekolah anak.

"Muat pasir kadang lima hari sekali kadang ya enam hari, sekali muat itu dapat Rp 130 ribu dibagi dua. Kalau khawatir ya tetap khawatir, tapi bagimana lagi," tegasnya

Sementara itu, menurut Kasi Mitigasi Bencana BPBD Sleman Joko Lelono, aktivitas penambangan itt berada di 6 kilometer sampai 7 kilometer dari puncak Gunung Merapi.

Namun, menurutnya, jumlahnya tidak terlalu banyak.

"Kemarin memang masih ada beberapa yang masuk ke sana, backhoe-nya sudah tidak melayani. Tapi yang tambang rakyat masih melayani," ujarnya saat dihubungi, Kamis (12/11/2020).

Seperti diketahui, pada 5 November 2020 telah dikeluarkan Surat Edaran Bupati Sleman Nomer 360/02507.

Pada poin nomor dua tertulis bahwa semua aktivitas pertambangan galian C ditutup dan tidak diperkenankan melewati jalur evakuasi.


Langkah antisipasi

Menyikapi hal itu, Joko mengatakan, pihaknya akan terus berupaya agar tidak ada aktivitas penambangan galian C di sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi.

Salah satun caranya adalah dengan menutup akses jalan menuju area pertambangan.

"Jalur-jalur menuju ke Kali Gendol kita tutup. Kemarin dari Dinas Perhubungan sudah membawa pembatas jalan, untuk menutup jalan," ungkapnya.

Saat ini, tambah Joko, truk keluar masuk sampai ke Bronggang, Argomulyo, Cangkringan. Sebab, di sana ada depo pasir.

"Kalau yang berizin kemarin dari provinsi sudah menyampaikan akan menutup. Tapi yang di bawah kemarin ternyata masih beroprasi dan kita tutup di jalannya," urainya.

Mata pencaharian warga

Sementara itu, menurut Camat Cangkringan Suparmono, tidak mudah untuk menghentikan aktivitas pertambangan manual.

Pihaknya mengaku sudah mengeluarkan dan mengimbau ke warga untuk tidak beraktivitas di lereng Merapi.

Namun, sejumlah warga nekat karena pekerjaan itu menjadi satu-satunya mencari nafkah.

Dirinya pun akan mencari cara agar warga tetap bisa bertahan hidup selama penutupan tersebut.

"Nanti Saya diskusikan sama kelurahan dulu, jalan keluar terbaiknya bagaimana. Kalau desa sudah mengeluarkan surat semua tutup," ungkapnya.

Sutarti, salah satu penambang tradisional, mengaku nekat karena untuk mencari nafkah dan biaya sekolah anak.

"Muat pasir kadang lima hari sekali kadang ya enam hari, sekali muat itu dapat Rp 130 ribu dibagi dua. Kalau khawatir ya tetap khawatir, tapi bagimana lagi," tegasnya.

(Penulis: Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma | Editor: Khairina)

https://regional.kompas.com/read/2020/11/12/20430061/menggali-pasir-saat-merapi-siaga-warga--khawatir-tetapi-bagaimana-lagi-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke