Salin Artikel

"Ada yang Menyangka Kami Sudah Gila karena Nekat Jual Keripik Berbahan Batang Pisang"

Robi mengaku menekuni bisnis itu setelah mengikuti pelatihan wirausaha yang diselenggarakan Dinas Pertanian Bojonegoro pada September 2020.

Informasi mengenai pelatihan itu didapat dari ibunya yang tinggal di Bojonegoro.

Ia dan istrinya mengikuti pelatihan itu untuk menceari pengalaman dan peluang usaha karena tak memiliki pekerjaan.

Di sana, Robi diajarkan cara membuat keripik dari bahan dasar batang pisang atau gedebok. Ia pun langsung mencoba membuat keripik itu saat kembali ke Madiun.

Awalnya, Robi memanfaatkan batang pisang yang tersedia di sekitar rumah. Percobaan pertamanya gagal, masih ada rasa pahit pada keripik itu.

Ia lalu merendam batang pisang yang telah dipotong dengan air garam. Hasilnya, rasa pahit itu hilang, tapi kerenyahan keripik itu berkurang.

Setelah menemukan tepung yang pas, Robi berhasil membuat keripik batang pisang yang renyah dengan aneka rasa.

Pada awal Oktober 2020, Robi membuat keripik itu dalam jumlah banyak.

Camilan itu dijual dengan aneka rasa, seperti keju, balado, dan barbeku, bawang, dan original. Keripik itu dibungkus dalam kemasan 50 gram hingga satu kilogram.

Robi menitipkan produk itu di beberapa warung di Kota Madiun. Tetapi, sebagian besar pemilik warung menolak.

Mereka takut keripik gedebok pisang itu beracun dan membuat warga sakit perut. Bahkan, ada penjual yang menyangka pasangan itu gila karena nekat menjual keripik dari batang pisang.

“Ada yang menyangka kami sudah gila karena nekat menjual keripik berbahan gedebok pisang,” kata Robi kepada Kompas.com pekan lalu.

Robi maklum dengan anggapan itu. Biasanya, batang pisang selalu dibuang petani atau diberi kepada ternak.


Meski dianggap gila, pasangan itu tak patang semangat. Mereka tetap mempromosikan produknya yang diyakini bisa menurunkan kolesterol.

Jualan di media sosial

Robi dan istrinya menjual keripik itu di media sosial Facebook dan Instagram. Mereka memakai merek Master Kethebog.

Teryata, warganet antusias menyambut produk yang dinilai baru itu. Mereka penasaran dan memesan produk tersebut.

Tak cuma warganet, toko oleh-oleh di Madiun, Caruban, Ponorogo, juga ikut memesan.

Bahkan, Robi telah dua kali menerima pesanan dari pekerja migran Indonesia di Hong Kong.

Pada pesanan pertama, mereka membeli 50 kilogram keripik. Pesanan berikutnya sebanyak 100 kilogram.

“Mereka tertarik membeli setelah melihat informasi dari Facebook,” ujar Robi.

Kini, Robi bisa menjual keripik batang pisang dengan merek Master Kethebog itu sebanyak 15-20 kilogram dalam sehari.

Keripik itu dijual seharga Rp 70.000 per kilogram.

Dalam sebulan, keripik Master Kethebog bisa laku sebanyak setengah ton dalam sebulan. Setidaknya, Robi dan Niswatul memiliki omzet sekitar Rp 30 juta dalam sebulan.


Frustrasi jadi korban PHK

Jauh sebelum sukses, Robi pernah merasakan titik terendah dalam hidupnya. Sebulan sebelum menikah dengan Niswatul, ia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menjelang menikah, Robi mencoba mencari pekerjaan, tapi tak ada perusahaan yang menerimanya.

Meski gagal mendapat pekerjaan baru, ia tetap menikahi Niswatul. Beruntung, Niswatul mendapat pekerjaan sebagai admin toko daring di Magetan.

Tetapi, istrinya juga terkena PHK setelah sebulan pekerja. Toko daring itu mengurangi karyawan karena pesanan yang sedikit.

Robi memutuskan berjualan pentol keliling. Ia membeli gerobak dan bahan pentol bakso dengan modal Rp 1,5 juta.

Usaha itu hanya dijalaninya selama sepekan.

“Saya berjualan pentol sekitar seminggu saja. Saat itu pembeli sangat sepi sekali. Sehari saya hanya mendapatkan uang Rp 50.000 hingga Rp 100.00. Bila dihitung untuk modal produksi pentol baksonya saja tidak cukup,” ungkap Robi.

Ia sering membuang pentol bakso yang tak laku. Hal itu membuat Robi memilih berhenti berjualan pentol bakso keliling.

Kondisi itu membuat ekonomi pasangan suami istri baru ini makin terhimpit. Mereka terpaksa menjual perabotan rumah tangga, seperti kipas angin, kompor gas, dan ponsel.

“Saat itu pemasukan tidak ada. Terpaksa barang-barang yang ada di rumah dijual saya jual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.

Robi juga harus berkeliling desa mencari batang pisang karen meningkatnya pesanan. Pasalnya, tak semua batang pisang bisa diolah menjadi keripik.

Ia biasa menggunakan batang pisang jenis kapok.

“Kalau pisang jenis lain getahnya lebih banyak,” kata Robi.

Nantinya, Robi dan Niswatul ingin mengembangkan model makanan lain dengan bahan dasar batang pisang.

Robi merasa bahagia dan berterima kasih kepada ibu kandungnya. Sebab, usaha yang dimulai dengan modal Rp 300.000 itu telah berhasil.

“Alhamdulillah, saya sangat bersyukur. Dari kesulitan yang saya alami, ada jalan rezeki yang ditunjukkan melalui usaha ini,” ungkap Robi.

Senada dengan Robi, Niswatul Khoiroh (istri Robi), mengatakan usaha produksi keripik batang pisang akhirnya menjadi jalan rezeki setelah melalui lika-liku cobaan sebelumnya. Apalagi di saat pandemi, banyak yang sulit mendapatkan pekerjaan.

(KOMPAS.com/Muhlis Al Alawi)

https://regional.kompas.com/read/2020/11/10/16430081/ada-yang-menyangka-kami-sudah-gila-karena-nekat-jual-keripik-berbahan-batang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke