Salin Artikel

Kisah Awang, Siswa SMA di Yogya Jualan Onde-onde Bantu Keluarga di Masa Pandemi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Jam menunjukkan pukul 16.00 WIB. Langit di atas daerah Babarsari, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman mulai mendung.

Sore itu, seorang remaja berambut gondrong mengenakan kemeja hitam yang di bagian belakangya bertuliskan De Britto tampak sibuk membuka booth container.

Di bagian luar luar terdapat plakat bertuliskan "Onde-onde Cibus". Booth tersebut berada di depan sebuah minimarket daerah Babarsari.

Setelah booth dibuka, remaja ini kemudian masuk ke dalam. Ia lantas menghidupkan kompor dan menuangkan minyak di penggorengan. Setelah minyak panas, remaja ini memasukan adonan onde-onde.

Tanganya pun tampak piawai membolak balik adonan di atas minyak panas. Matanya cermat mengamati setiap bagian adonan yang digoreng agar matang merata.

Setelah matang, Ia meniriskan minyak dari onde-onde. Remaja ini lantas melayani setiap pembeli yang datang dengan ramah.

"Nama saya Terra Awang Semesta," ujarnya memperkenalkan diri saat ditemui Kompas.com, Rabu (04/11/2020) sore.

Awang, panggilan Terra Awang Semesta menceritakan, jika jualan onde-onde ini merupakan usaha keluarga.

Usaha ini dimulai pada sekitar tahun 2013 lalu. Awalnya masih satu jenis yakni onde-onde kacang hijau. Onde-onde ini dititipkan di tempat jajanan pasar.

"Namanya Onde-onde Cibus, yang memberi nama bapak. Cibus ini bahasa latin artinya snack," urainya.

Awang pun tak lantas hanya berdiam diri. Selain turut membuat adonan, Awang dengan mengendarai sepeda membantu menitipkan onde-onde ke tempat jajan pasar.

Satu tahun berjalan, pada tahun 2014 usaha onde-onde tersebut berhenti. Sebab saat itu, ibunya sedang mengandung. Sehingga, penghasilan keluarga mengantungkan pada ayahnya yang bekerja di sebuah toko bakpia.

Usaha tersebut kembali berjalan pada tahun 2018 untuk menambah keuangan keluarga. Kali ini onde-onde mulai dititipkan ke toko-toko roti.

Tak hanya itu, Awang yang tengah mengenyam pendidikan di SMA Kolese De Britto setiap berangkat selalu membawa onde-onde. Makanan tersebut ia taruh di tas yang ada di belakang sepedanya.

Saat itu, Awang berangkat dari rumahnya di Pucanganom, Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak ke sekolah SMA Kolese De Britto dengan mengendarai sepeda.

Di sekolah, onde-onde tersebut ditawarkan ke teman-temannya maupun guru saat jam istirahat.

"Sempat juga waktu kelas XI bawa onde-onde ke sekolah, jadi setiap istirahat mutar kelas. Sehari bawa 100 (onde-onde) dan pasti habis, Saya di sekolah malah dapat julukan bakul onde-onde," tuturnya sambil tertawa.

Awang mengaku tidak malu meski harus berjualan. Sebab makanan yang dijual enak dan berkualitas.

Selain itu, yang utama, apa yang dilakukanya guna membantu orangtuanya. Terutama untuk menambah penghasilan keluarganya.

"Saya berpikirnya ini untuk belajar dan cari pengalaman juga, karena saya ingin terjun ke dunia wirausaha," ungkapnya.

Pada tahun 2020, terjadi pandemi Covid-19. Pandemi tersebut memengaruhi dunia usaha, termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Toko bakpia tempat ayahnya bekerja pun merasakan dampak dari pandemi Covid-19. Hingga akhirnya ayahnya memutuskan untuk keluar dari pekerjaanya. Di situasi serba sulit di masa pandemi ini, ayahnya fokus pada usaha onde-onde.

"Pandemi kok jualannya susah, lalu buka outlet di sini (Babarsari). Terus mengembangkan rasa, ada coklat, keju, kacang merah, durian sama kopi, agar menarik pembeli," bebernya.

Awang paham mengenai kondisi keluarganya di situasi pandemi. Terlebih lagi, dirinya anak pertama dari empat bersaudara. Sedangkan adik-adiknya masih kecil.

Remaja yang saat ini kelas XII IPS ini tidak bisa lagi berjualan di sekolah karena proses belajar mengajar dilakukan secara daring.

Ia kemudian turut membantu dengan menjaga outlet onde-onde yang ada di depan sebuah minimarket daerah Babarsari. Sedangkan ayahnya menjaga outlet di daerah Pakem, Sleman.

"Ya karena keadaan keluarga saya anggotanya ramai kan kebutuhannya juga butuh banyak. Kalau saya hanya santai-santai kan susah, ya harus bantu-bantu dan kebetulan saya ingin terjun ke wirausaha juga," ujarnya.

Setiap hari setelah selesai sekolah daring, Awang membuat adonan onde-onde. Kemudian ia berangkat untuk berjualan Onde-onde di outlet daerah Babarsari.

"Buka jam 4 sore sampai sehabisnya, kadang jam 6 habis, kadang jam 9. Kalau harganya 1 (onde-onde) itu Rp 3.500," tegasnya.

Menurutnya memang saat ini fokus utama adalah belajar sesuai dengan pesan kedua orang tuanya. Terlebih dirinya kelas XII. Namun sampai saat ini Awang mengaku tidak ada masalah membagi waktu antara sekolah dengan berjualan.

Remaja kelahiran 15 Juli 2003 ini pun membuktikannya meski membantu jualan tetap masuk dalam rengking 10 besar di sekolah.

"Ya kalau ada tugas langsung diselesaikan, biar tidak menumpuk, Sabtu kan saya libur, nah untuk menyelesaikan tugas sekolah yang belum selesai. Beberapa kali Saya juga belajar di outlet kalau pas lagi belum ada pembeli," ucapnya.

Diungkapkanya banyak pengalaman yang didapatnya selama berjualan onde-onde di Babarsari. Ia banyak bertemu orang dan bisa saling tukar pikiran.

Pengghasilan setiap hari saat ini memang masih belum menentu. Namun itu tidak menyurutkannya untuk terus berusaha.

"Ya kalau sehari dapat berapa tidak tentu, karena belum stabil, tapi kalau mau berusaha Tuhan pasti memberikan rejeki," tandasnya.

Awang bercita-cita usaha onde-onde ini bisa maju. Setelah itu bisa membuka booth lagi dan merekrut orang untuk berjualan.

"Kalau buka outlet baru dan ada orang yang menjaga kan bisa membantu perekonomian oang lain juga. Jadi yang perekonomianya terpenuhi tidak hanya keluarga saya, tapi juga orang lain," ujarnya.

https://regional.kompas.com/read/2020/11/05/13030461/kisah-awang-siswa-sma-di-yogya-jualan-onde-onde-bantu-keluarga-di-masa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke