Salin Artikel

Perjuangan Hidup WNI Eks Kombatan di Filipina Setelah Keluar dari Penjara

Mengenakan kemeja abu-abu dan masker hitam yang sedikit menggantung, dia tampak tersenyum ramah.

Laki-laki 44 tahun itu bernama Mahmudi Hariono yang karib disapa Yusuf.

Sebagai seorang mantan narapidana teroris sosoknya memang jauh dari kesan menyeramkan. Dia justru tampak murah senyum dan suka bercanda.

Dulunya, Yusuf pernah menjadi kombatan di Filipina.

Selain itu, dia juga pernah bertandang ke pondok pesantren milik Amrozi, terpidana mati Bom Bali I, dengan harapan bisa menjadi relawan di negara konflik.

Selepas keluar dari penjara pada 2009, ayah tiga anak itu mengaku memang tidak mudah menjalani kehidupan.

Dia kerap mengalami berbagai kendala demi memulai kehidupan yang lebih baik.

Kendala ekonomi yang dihadapi membuatnya harus berjuang untuk bisa bertahan hidup.

"Waktu itu, saya divonis sepuluh tahun penjara. Saya jalani dengan masa pembebasan bersyarat, sehingga menjadi enam tahun. Saat mulai kehidupan baru kendala paling berat memang masalah ekonomi. Karena saat itu tidak punya pekerjaan," ceritanya kepada Kompas.com, Selasa (20/10/2020).

Hingga suatu saat dia mendapatkan pekerjaan di sebuah restoran.

Meskipun label sebagai mantan teroris masih melekat, tapi dia tak patah semangat menjalani pekerjaannya.


Dengan keahliannya memasak yang didapat saat bekerja di restoran, akhirnya Yusuf mampu mendirikan restoran sendiri dengan menu utama iga bakar.

Namun, usaha tersebut hanya berjalan tiga tahun, kini dia terpaksa banting stir usaha rental mobil.

Seiring berjalannya waktu, rupanya muncul keinginan kuat untuk mendirikan sebuah yayasan untuk eks napiter.

Keinginan itu muncul karena dirinya ingin membangun ikatan emosional yang kuat sesama eks napiter.

Lantas, pada Maret 2020 dia bersama enam rekannya membentuk sebuah Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani).

Di yayasan tersebut, dia mendampingi eks napiter yang memilih kembali ke tanah air untuk menjalani kehidupan baru yang lebih baik.

"Saya ingin menggandeng para eks Napiter agar mereka bisa kembali ke masyarakat dan menempuh hidup baru. Ada enam orang pendirinya," kata pria yang pernah mendekam di Lapas Nusa Kambangan ini.

Kelima rekan lainnya adalah Badawi Rahman, Nur Afifudin, Sri Pujimulyo Siswanto, Hery dan Wawan.

Yayasan itu pun disahkan oleh notaris pada 28 Februari 2019 dan pada 2 Maret 2020 resmi mendapat Surat Keputusan dari Kementrian Hukum dan HAM.

"Kami lakukan pendampingan dengan para eks napiter dari mulai mengadakan kegiatan sosial dan pemberdayaan ekonomi seperti pelatihan untuk mengasah keterampilan mereka. Agar mereka bisa berbaur masyarakat, hidup mandiri dan tidak kembali terlibat ke jaringan terorisme," ucapnya.

Berbagai program pelatihan ekonomi sudah dilakukan seperti ternak lele dan pembuatan sabun.


Usaha lain juga berjalan seperti bubur kacang ijo, kebab, pertanian dan pangan yang sudah berjalan di Kota Solo.

"Kalau di Brebes eks Napiter bekerja di Bumdes bersama warga. Tentu hal ini kami harapkan berjalan di daerah lain," ujar Yusuf yang kini tinggal di Semarang Barat, Kota Semarang.

Hingga saat ini, sudah ada 26 eks napiter dari berbagai daerah di Jateng yang tergabung dalam yayasannya.

"Kami berpesan ke warga jika ada eks Napiter mau sosialisasi ke warga terimalah mereka dengan tangan terbuka dan sebaliknya jika mereka tetap ingin ekslusif laporkan ke kami untuk diberi teguran," tandasnya.

Selain mendampingi para eks napiter, yayasannya juga turut mendampingi warga di sekitar tempat tinggal napiter yang akan bebas.

Hal itu dilakukan agar eks napiter bisa diterima oleh warga dalam menjalani hidup sehari-hari.

https://regional.kompas.com/read/2020/10/21/05311031/perjuangan-hidup-wni-eks-kombatan-di-filipina-setelah-keluar-dari-penjara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke