Salin Artikel

2 Hari Tak Bisa Makan, Gajah Taman Rimba Jambi Diduga Mati karena Racun

JAMBI, KOMPAS.com - Tujuh tahun memantau kondisi gajah Yanti membuat Wisnu Wardana seperti punya ikatan emosional.

Karena itu ketika mendengar kabar gajah Yanti jatuh sakit, dia langsung terbang dari Jakarta ke Jambi sehari sebelum kematian gajah Yanti.

Wisnu Wardana sendiri berasal dari Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI). Dia membawa obat-obatan lengkap untuk Yanti.

"Karena dugaan awalnya virus. Tapi, ternyata bukan," ungka Wisnu, pada Jumat (9/10/2020) saat ditemui di Taman Rimba.

"Setelah sampai di sini ternyata gejalanya tidak seperti mengidap penyakit,” kata dia.

“Gajah Yanti mengalami perakut. Dari kondisi sehat langsung bleg (jatuh lemas),” tambah dia.

Wisnu bersama tim medis melakukan pertolongan cepat seperti memberi infus dan memasukkan air melalui anus. Sebab Yanti mengalami lockjaw.

"Mulutnya memang terbuka tapi giginya merapat," ungkap dia.

Gajah betina yang berusia 38 tahun dan berat 2,8 ton ini tak dapat diselamatkan.

Wisnu menuturkan, perakut biasanya disebabkan oleh racun.

“Pertanyaannya racunnya apa? Kami menduga racunnya bisa dari kuman atau bahan kimia,” kata dia.


Setelah Yanti tak dapat diselamatkan, tim medis langsung melakukan otopsi atau nekropsi dengan cara dimutilasi. Lantas ditemukan beberapa kelainan.

“Terjadi pendarahan pada otot jantung. Kemudian pembengkakan pada hati, ginjal, pembesaran pada limpa, paru-paru sedikit. Tapi (pembengkakan) jantung yang begitu terlihat,” kata dia.

“Kesimpulan kami Yanti mati karena racun,” tambah Wisnu.

Dugaan pertama asal keracunan adalah tetanus yang sifatnya bakterinya anaerob dan masuk ke luka kecil.

Dugaan ini muncul berdasarkan apa yang terjadi pada yanti beberapa bulan sebelumnya.

“Beberapa bulan yang lalu pernah sakit luka kainya. Luka kakinya diobati dan sembuh, tapi sifat dari bakteri ini tetap tinggal dalam tubuh,” ujar dia.

Wisnu mengatakan, kuman ini jenisnya anaerob yang menghasilkan toksin. Toksin ini kemudian menyebabkan kerusakan otak.

Penyebab kedua disebabkan racun kimia.

"Dari nekropsi akan dibuktikan dari spesimen organ seluruh tubuhnya dan isi lambung," kata dia.

“Itulah dugaan kami sementara, kemungkinannya adalah oleh racun dan toksin,” ungkap Wisnu.

Diketahui pula pada Agustus 2020 lalu Yanti sempat mengeluarkan busa dari mulutnya.

Wisnu mengatakan yanti saat itu mengalami dehidrasi. Pengaruhnya bisa karena cuaca yang sangat panas dan makanan.


Meski pun begitu kejadian Agustus itu tidak berhubungan dengan apa yang menyebabkan kematian Yanti saat ini.

Gajah Alfa sempat stres

Gajah Alfa yang merupakan pasangan Yanti menghadap dinding dan tak mau melihat pengunjung yang datang.

Alfa memang sempat stres ketika mengetahui pasangannya tak lagi ada.

Hal ini dibenarkan oleh Wisnu Wardana. Namun mahout atau penjaganya, kata Wisnu sudah menanganinya.

“Tingkat stresnya tidak terlalu berat. Tadi dibawa menyusuri jalan juga masih bisa dan masih bisa makan,” kata dia.

Kepala BKSDA Jambi Rahmad Saleh menceritakan sedikit sejarah gajah yanti bisa tinggal di Taman Rimba Jambi.

Gajah ini diserahkan Bupati Bungo pada Sr Sudewi selaku istri gubernur Jambi Maschun Sofwan pada tahun 1985.

Waktu itu Kabupaten Bungo masih gabung dengan Tebo.


“Gajah ini ditemukan di Tebo,” kata dia.

Yanti waktu itu masih berusia 3 tahun dengan kondisi luka pada kaki karena jeratan dan ditinggal oleh induknya.

Yanti kemudian dapat perawatan intensif di kebun binatang jambi hingga pulih dan kembali sehat.

“Pada tahun 2012 BKSDA Jambi menambah gajah jantan bernama Alfa. Tujuannya untuk memenuhi kesejahteraan satwa agar dapat berkembang biak. Mereka berusaha dijodohkan namun belum berhasil,” ujar dia.

Meskipun begitu, dari kondisi tubuh Yanti tergolong baik dengan skor 3,2 dan perilakunya normal.

“Tidak rewel, selera makan bagus dan jarang sakit,” kata Rahmad Saleh.

https://regional.kompas.com/read/2020/10/10/13422141/2-hari-tak-bisa-makan-gajah-taman-rimba-jambi-diduga-mati-karena-racun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke