Salin Artikel

Siasati Masa Sulit, Guru Seni Ajak Warga Buat Usaha Kerajinan Batik

Wisata dan edukasi di kawasan pedesaan pun kena imbas.

Seperti di pedukuhan atau dusun Segajih, Kalurahan (desa) Hargotirto, Kapanewon (kecamatan) Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Wisatawan tidak ada lagi sejak Covid-19 melanda negeri. Segajih pun kini sepi.

“Sabtu dan Minggu selalu ada tamu outbound, susur sungai dan live in. Pandemi hancurkan situasi ini. Tidak ada pengunjung. Desa lockdown sejak Maret. Kami tidak berani buka. Desa mengharuskan semua off,” kata Ali Subhan di rumahnya, belum lama ini.

Wisatawan, banyak usia pelajar, juga datang untuk menikmati alam pedesaan, belajar gamelan, menari tradisional, melukis, camping hingga tinggal beberapa hari sambil mengikuti kebiasaan warga, seperti membuat gula merah.

Warga pedukuhan memperoleh tambahan penghasilan dari semua kegiatan wisata itu.

Pandemi datang, kegiatan wisata libur, potensi menganggur jadi terbuka. Ali tidak menyerah dengan keadaan. Dia memberanikan diri banting setir ke usaha batik.

“Lockdown membuat kita kepepet, tidak ada kegiatan lain, lantas ngapain? Kita di rumah saja tidak ke mana-mana. Ayo kita membatik. Kami memberanikan diri, nekat, (meski) tidak punya teman yang bisa nyanting,” kata Ali yang juga konseptor Desa Wisata Segajih.

Usaha batik karena Ali adalah seorang guru seni rupa yang punya pengetahuan dasar membatik.

Alasan lain, dia berharap bisa mengembangkan produk khas Segajih, tidak hanya slayer dan sapu tangan batik.

Sehingga, ketika Segajih buka lagi untuk wisatawan, maka dusun ini siap dengan produk khas oleh-oleh yang lebih menarik.

Dia bisa mengajar para siswa tiga hari dalam seminggu via zoom maupun Google Meet. Dia bisa menjadikan kegiatan membatik ini sebagai bahan mengajar seni lukis ke siswa.

“Anak-anak melihat praktiknya. Mereka lantas kirim tugas lewat Google Classroom dan saya evaluasi,” kata Ali.

Semua seperti serba kebetulan. Selain nyambi mengembangkan ikon desa wisata, Ali juga tetap wajib mengajar di mana batik sebagai salah satu kurikulum wajib dari SD ke SMA.

“Guru adalah basic saya. Maka saya sebagai guru tidak ingin hanya memberi teori, tapi juga aplikasinya. Salah satu materi yang saya beri adalah desain ragam hias. Saya aplikasikan ke desain motif, sambil saya mengajar lewat Zoom,” kata Ali.

Pandemi dan semua pekerjaan serba dari rumah, bukan berarti menyerah begitu saja. Dari semua semangat ini kegiatan membatik dimulai.


Batik Kontemporer

Ali Subhan mengembangkan batik kontemporer tulis dan cap. Desainnya terinspirasi dari alam Segajih.

Motif awal dinamai Blarak Garing yang terinspirasi gugur daun pohon kelapa yang banyak di Kokap pada umumnya.

Produksi awal hanya lima potong kain tapi langsung laku terbeli.

Bunga Wijaya Kusuma yang tumbuh di atas meja pun jadi bahan inspirasi motif.

"Suatu kali mekar di atas meja ini. Saya jadikan bahan motif batik dan laku sampai kini," kata Ali.

Ali juga terinspirasi goresan lukis orang Dayak Kalimantan. Dia coba menggabungkannya dengan motif Yogyakarta.

"Jadi motif Joda, Jogja Dayak," kata Ali.

Mengawalinya penuh kendala, mulai dari fasilitas, SDM hingga pengalaman membatik.

Membatik yang lebih serius lebih rumit ketimbang membatik hanya untuk souvenir.

Ali belajar ke sana ke mari. Dia bertanya ke teman-temannya yang lebih berpengalaman, belajar dari mereka maupun browsing.

“Paling sulit mengajak mereka (warga) percaya diri. (Mereka berpikir) apa bisa mewarnai dan ngecap,” kata Ali.

Setelah percobaan, mereka berani produksi. Ali mulai berani menerima order hingga akhirnya dalam jumlah ratusan helai. Kebanyakan pesanan seragam.

Tuti Sumarsinah, istri Ali, terlibat soal kontrol kualitas, pemasaran, dan penjualan.

Tuti mengungkapkan, mereka memanfaatkan media sosial dalam memasarkan maupun menjual.

Produksi pertama pada Maret 2020. Kini penjualan dan pesanan pun sudah lebih 800 potong. Pembeli dari berbagai daerah, seperti Jakarta, Bandung hingga Kalimantan.

Batik dijual via medsos dan dikirim via kurir. Harganya kisaran Rp 140.000 – 250.000 per lembar kain. Mereka juga membuat outlet pemasaran di sebuah rumah makan di Wates.

“Tidak menyangka hanya dipajang di (WA) story selalu ada yang pesan. Satu HP saya saja ada lebih 1.000 nomor kontak. Bagaimana kalau 25 persen saja ada yang lihat (WA Story ini),” kata Tuti.

Dia dan Ali mengunggah tiap produk baru. Selalu ada yang tertarik.

“Banyak teman itu banyak barokah. Ini semua teman,” kata Tuti.


Usaha Ali dan Tuti ini cepat berkembang dan sekarang mampu mempekerjakan lima warga setempat dengan gaji UMR.

Masing-masing punya peran. Ada yang bagian nyanting, cap, mewarna, melorot atau merontokkan batik hingga mengunci atau menguatkan warna batik.

Salah satunya Yanto. Dia mantan pekerja migran pabrik kayu lapis.

Yanto kini spesialis ngecap. Bersama Ali, dia belajar cap di daerah pembatik.

“Sempat coba coba sana sini hingga percaya diri, baru produksi,” kata Yanto.

https://regional.kompas.com/read/2020/10/02/18494651/siasati-masa-sulit-guru-seni-ajak-warga-buat-usaha-kerajinan-batik

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke