MAKASSAR, KOMPAS.com - Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Laut Indonesia (KSLI) mengungkapkan fakta baru terkait proyek penambangan pasir laut di perairan Pulau Kodingareng, Makassar.
Wakil Direktur Eksekutif Nasional Walhi Edo Rakhman mengatakan, aktivitas tambang pasir PT Boskalis Wessie berada di atas konsesi tambang milik PT Banteng Laut Indonesia.
PT Boskalis bekerja sama dengan PT Pembangunan Perumahan selaku kontraktor pelaksanaan dari proyek strategis nasional Makassar New Port (MNP) yang pemiliknya ialah PT Pelindo IV.
Hasil tambang dari PT Boskalis ini yang nantinya akan digunakan untuk material timbunan di proyek reklamasi MNP tersebut.
Edo kemudian mempertanyakan sikap Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah tidak berkomentar, bahkan empati terhadap nelayan Kodingareng yang dikriminalisasi saat menolak tambang pasir.
Setelah penelusuran dokumen yang dilakukan timnya dari Ditjen AHU Kementerian RI dan akta perusahaan yang tercantum di dokumen AMDAL, kata Edo, PT Banteng Laut Indonesia bersama PT Nugraha Indonesia Timur menguasai 12 total izin tambang di perairan Takalar, Sulsel.
Dari sini, lanjut Edo, PT Banteng Laut Indonesia memiliki keterkaitan dengan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah.
"Kalau kemudian kapal penambang milik Boskalis ini beroperasi di atas konsesi yang dimiliki oleh PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur setelah kami cek ternyata ada kedekatan beberapa orang dalam perusahaan tersebut yang memang sangat dekat dengan gubernur saat ini," ujar Edo.
Direktur Utama PT Banteng Laut Indonesia Akbar Nugraha diketahui menjadi bagian Tim Lebah Pemenang Pasangan Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman pada Pilgub 2018 lalu.
Begitu dengan direktur dan pemegang saham PT Banteng Laut Indonesia Abil Iksan dan Fahmi Islami juga menjadi bagian tim lebah yang memenangkan pasangan Nurdin Abdullah.
Abil Iksan juga menjadi direktur di PT Nugraha Indonesia Timur.
Sementara wakilnya ialah Akbar Nugraha.
Dari temuan itu, Edo mengatakan, kemungkinan besar tambang izin tambang pasir dalam proyek strategis nasional ini ada kaitannya dengan praktik balas jasa.
"Kemungkinan besar ini bayaran dalam tanda petik ketika gubernur Nurdin Abdullah berpasangan dengan Andi Sudirman Sulaiman yang lolos menjadi pemimpin di Sulsel," ujar Edo.
Senada dengan Edo, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah mengungkapkan, diduga yang menjadi penghubung antara Nurdin Abdullah dengan Akbar Nugraha dalam tambang tersebut ialah anak Nurdin, Fathul Fauzi Nurdin.
Fathul merupakan teman seangkatan Akbar Nugraha saat masih kuliah di Binus University.
Fathul, kata Johansyah, diduga menjadi tali penghubung bukan hanya kepada Akbar Nugraha dan Abil Iksan, tetapi juga komisaris dari PT Banteng Laut yakni Sunny Tanuwidjaya.
Sunny Tanuwidjaya merupakan mantan staf khusus Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Ahok yang juga pernah dikaitkan dengan dugaan suap anggota DPRD DKI Jakarta dalam kasus reklamasi pulau G di pantai utara Jakarta.
"Putra Gubernur, Fathul Fauzj Nurdin menjadi strategis di sini karena dia menjadi tali penghubung bukan hanya Akbar Nugraha dan Abil Iksan yang menjadi anak muda yang memberikan pikirannya sebagai timses dan sekarang juga memegang di izin tambang itu, tetapi juga Sunny Tanuwidjaya," ungkap Johansyah.
https://regional.kompas.com/read/2020/09/18/23493561/aktivis-ungkap-fakta-dibalik-tambang-pasir-di-pulau-kodingareng-makassar