Salin Artikel

Jalak dan Rusa yang Jadi Tanda Alam Warga Lereng Merapi

Hal tersebut berkaca dengan kejadian meletusnya Gunung Merapi pada 2010 silam.

Sebelum gunung yang terletak di perbatasan antara Provinsi Jateng dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meletus, warga dihebohkan dengan kemunculan burung jalak.

Burung jalak dalam jumlah banyak tersebut turun dari Merapi menuju ke permukiman warga.

Pemandangan turunnya burung jalak dari Merapi tersebut dapat dijumpai pada saat sore hari.

"Kalau burung jalak itu memang dari dulu banyak. 2010 itu misalnya sebelum (Gunung Merapi) meletus itu jalaknya yang turun ke permukiman warga satu pohon itu kalau sore ngumpul bisa ratusan. Subuh itu jalaknya sudah naik lagi. Untuk tahun ini belum ada," kata Penasihat Radio Paguyuban Sabuk Gunung (Pasag) Merapi, Sukiman saat dihubungi Kompas.com, Jumat (28/8/2020).

Sukiman menjelaskan, turunnya burung jalak dari Merapi ke pepohonan sekitar permukiman warga disebabkan karena perubahan suhu serta adanya getaran yang ditimbulkan dari gunung tersebut.

"Mungkin panas dan ada getaran sehingga burung itu turun di pohon-pohon atau kebun sekitar permukiman warga. Karena burung jalak itu kan sarangnya di dalam tebing-tebing lereng gunung. Istilahnya ngerong," ujar dia.

Selain burung jalak, Sukiman juga menyebutkan, fenomena alam yang dipercayai oleh warga sebagai tanda Gunung Merapi tersebut akan meletus adalah turunnya rusa dan lutung.

"Perlu saya tekankan juga disampaikan di banyak media itu misalkan tanda-tanda alam yang dipercayai oleh warga Merapi adalah kera ekor panjang. Itu salah. Kera ekor panjang bukan salah satu tanda (gunung meletus). Karena kesehariannya sudah dekat dengan manusia. Tapi, kemudian kalau rusa, lutung, dan burung jalak itu turun tandanya waspada," ujar pria yang juga Koordinator Jalin Merapi.


Sukiman menambahkan warga lereng Merapi membentuk tabungan siaga bencana sebagai antisipasi seandainya Gunung Merapi meletus.

Setiap bulan warga menabung uang kemudian dicairkan ketika status Gunung Merapi siaga.

Namun, ketika status gunung waspada warga berhenti menabung. Kemudian di bendahara sudah dikeluarkan tapi tidak dibagikan.

Ketika status gunung kembali turun menjadi normal, maka warga memulai menabung.

"Kearifan lokal di warga kami (Deles) punya tabungan siaga bencana. Merapi itu kalau meletus itu tidak ada bedanya kalau kita diberi anugerah Tuhan yang namanya hari raya. Jadi hari raya yang setiap tahun kita lakukan Idul Fitri misalkan, Natal, tahun baru. Dan kita pesta-pesta itu mempersiapkan," terang dia.

"Jadi warga kami juga begitu. Merapi itu selalu memberi dan belum tentu empat tahun, lima tahun sekali meletus kenapa tidak kita siapkan. Kemudian warga membentuk tabungan siaga bencana. Itu salah satu antisipasi," sambung Sukiman.

Kearifan lokal lain yang sampai saat ini masih dilakukan warga lereng Merapi adalah kegiatan ronda.

Kegiatan ronda dilakukan secara bergantian.

Seandainya Gunung Merapi mau meletus warga yang melaksanakan kegiatan ronda itu langsung menginformasikan kepada warga lain untuk segera mengungsi atau mencari lokasi yang aman.

https://regional.kompas.com/read/2020/08/28/21072751/jalak-dan-rusa-yang-jadi-tanda-alam-warga-lereng-merapi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke