Salin Artikel

Cerita Dokter Mata Lawan Stigma Setelah Terjangkit Virus Corona

Raut wajahnya menyiratkan seakan lepas dari beban berat karena dituding menjadi orang pertama yang mengakibatkan Covid-19 menyebar di Nunukan setelah dinyatakan zona hijau pada 31 Juli 2020.

Setelah Irnawati dan beberapa tenaga medis lainnya terinfeksi virus corona, RSUD Nunukan menutup semua layanan poliklinik selama dua pekan.

"Yang berat itu bukan penyakitnya, justru melawan judgement dan stigma negatif masyarakat terhadap saya yang menjadi beban mental dan moral sebagai tenaga kesehatan," ujarnya kepada Kompas.com, Minggu (23/8/2020).

Tidak ada gejala apapun yang dia rasakan selama didiagnosa reaktif dalam pemeriksaan rapid test pada 24 Juli 2020.

Namun dia menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, sampai kemudian menerima hasil swab oleh RSUD Kota Tarakan pada 4 Agustus 2020.

Dia merespons dengan menempati bangsal isolasi RSUD Nunukan.

Irnawati menyesalkan banyak tudingan dan cacian orang di media sosial yang mengarah padanya sehingga rasa bersalah kian menghantuinya. 

Hal itu juga berpengaruh kepada anak-anaknya.

"Sampai anak pertama saya yang berusia 18 tahun menganggap ini rekayasa. Saya beri pengertian, ini takdir Allah, jangan pernah negative thinking, kalaupun benar ada konspirasi, Tuhan tidak tidur," katanya.

Irnawati mengatakan, hasil swab yang menegaskan kesembuhannya, tidak membuatnya terlalu bahagia.

Berbeda halnya ketika dia diberitahu bahwa hasil swab dari kontak eratnya termasuk keluarganya adalah negatif.

Hasil tersebut membuatnya menangis bahagia dan menjadi motivasi tersendiri.

"Bagai pembuktian bagi saya, logikanya mereka keluarga saya, kontak paling erat dengan saya, yang selalu serumah saja negatif, maka secara tidak langsung itu bantahan bagi mereka yang menuding saya penyebab dari menjalarnya wabah ini," tegasnya.


Ada delapan orang yang kontak erat dengan Irnawati.  Mereka adalah tiga anaknya, suaminya, asisten rumah tangga, perawat dan dua dokter internship.

Seluruhnya juga mendapat perlakuan sama. Orang-orang dekat menjauh dan memberi justifikasi yang membuat mereka tertekan.

Namun peristiwa ini, menurut Irnawati, justru menunjukkan siapa saja yang loyal dan peduli dengannya.

Di sisi lain, tidak sedikit juga yang memberi semangat dan dukungan moral.

Salah satunya adalah Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) Kaltim Kaltara, mereka mengirimkan suplemen, vitamin E dan D juga obat penguat imunitas tubuh.

Tingkah Si Bungsu Selalu Buat Irna Menangis

Selain rundungan dan reaksi negatif dari orang sekitar, Irna juga dihadapkan pada kenyataan harus terpisah sementara dengan putri kecilnya Ainiyah (3).

Saat dinyatakan reaktif, si kecil selalu bertanya mengapa dia harus pakai masker dalam rumah dan tak mau menyentuh, mencium pipinya atau menggendongnya seperti biasa.

Irna hanya menjelaskan, sedang terserang flu dan tak ingin si kecil tertular.

Meski mengerti, Ainiyah memandang dengan pandangan bingung. Ainiyah lebih bingung lagi ketika bundanya masuk bangsal isolasi RSUD Nunukan dan hanya bisa dilihat dari luar kaca.

"Setiap video call dia nanya, ibu kenapa tidak pulang pulang? Kapan bisa bobo bareng lagi dan kapan bisa main bareng? Dia enggak nangis, tapi saya sebagai ibu, bisa melihat dari dekat tapi enggak bisa menyentuh dan memeluk dia itu siksaan batin. Harus menahan kangen dan itu saya akui berpengaruh pada psikologi. Saya selalu nangis kalau dia menjenguk atau video call," kata Irna.

Menghadapi hujatan dan makian masyarakat terhadapnya sudah merupakan perang psikologi baginya.

Ditambah lagi pertanyaan si bungsu dan tingkahnya yang selalu membuat air matanya menetes, tentu bukan perkara ringan untuk kondisi batinnya.

"Itu kenapa saya katakan pasien Covid-19 butuh pendampingan psikolog, tekanan mental dan perlakuan orang orang apabila tidak diimbangi dengan penguatan imun dan iman, bakal membuatnya terpuruk dan stres," tegasnya.

https://regional.kompas.com/read/2020/08/24/11265361/cerita-dokter-mata-lawan-stigma-setelah-terjangkit-virus-corona

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke