Pasalnya, mau tak mau mereka harus menyeberang dan menerjang derasnya aliran sungai setiap kali hendak beraktivitas.
Sedangkan untuk mengakses jalan lain, membutuhkan waktu tempuh yang jauh lebih lama.
Mirisnya, hal itu juga dialami anak-anak di musim sekolah.
"Jika musim sekolah, anak-anak harus berenang untuk menyeberangi sungai. Baju, sepatu dan buku dimasukkan ke tas dan diikat kantong plastik agar tidak kebasahan," kata Saad.
Namun jika arus sungai sedang deras, warga sekitar bersiaga menyeberangkan anak-anak.
"Anak-anak sekolah sering digendong sama warga, khawatir terbawa arus jika airnya sedang deras," lanjut dia.
Sepeda motor ditandu, pernah ada sepeda yang hanyut
Ironisnya, hal itu juga terjadi jika ada ibu hamil, lansia atau warga yang sakit terpaksa harus menyeberangi sungai.
"Ketika ada yang sakit dan sifatnya urgen, sedih saya melihatnya," kata dia.
Jika ada warga yang hendak membawa sepeda motornya, mereka harus terlebih dahulu menandu.
"Kalau ada sepeda motor yang mau menyeberang, itu harus ditandu dulu dengan batang kayu atau bambu. Setelah ke tepian baru dipakai lagi,” tutur Saad.
Ia mengatakan, lantaran derasnya arus, insiden sepeda motor warganya hanyut terbawa arus pernah terjadi.
"Pemerintahan desa di sini sudah sering mengajukan. Kemarin ke provinsi, ke anggota Dewan sana juga. Ke pemda juga pernah," ujar dia.
Meski sejumlah pejabat pernah mendatangi lokasi untuk survei, namun hingga kini tak ada kabar perihal pembangunan jembatan.
"Namun, sampai sekarang belum ada tindak lanjut lagi. Saya tidak tahu harus ke mana lagi, warga sudah sangat geram,” kata Saad.
Sumber: Kompas.com (Penulis : Kontributor Cianjur, Firman Taufiqurrahman | Editor : Abba Gabrillin)
https://regional.kompas.com/read/2020/08/20/10321701/anak-anak-sekolah-sering-digendong-sama-warga-khawatir-terbawa-arus