Salin Artikel

Cerita Novi, Juara Kelas yang Tak Punya Gawai untuk Belajar Daring

Gawai yang dia miliki tidak bisa untuk belajar daring yang sudah dijalaninya selama empat bulan terakhir.

Untuk bisa belajar dirinya harus pergi ke konter atau belajar ke rumah temannya yang harus ditempuh dengan satu jam perjalanan kaki. 

Kompas.com menemui Novi di rumah yang belum selesai dipugar.

Rumah seluas 4X5 meter itu baru saja dipugar program pemerintah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). 

Saat ini sedang dibangun jamban dan kamar mandi oleh relawan, karena Novi dan ibunya Mukiyem mandi di sela pohon jati yang hanya ditutup anyaman bambu satu sisi.

Untuk buang hajat pun keluarga Novi harus menumpang ke rumah tetangga.

Hari ini keberuntungan tengah menyelimuti Novi, karena baru saja diberikan gawai oleh Polres Gunungkidul.

Di tengah belajar sesekali dirinya menengok gawai yang sedang diisi dayanya, dengan wajah sumringah.

"Ini hp saya dulu," kata Novi sambil menunjukkan gawai Android seri pertama yang sudah retak kacanya Jumat (14/8/2020).

Selama empat bulan terakhir, Novi harus belajar daring karena pandemi.

Novi yang sudah ditinggalkan bapaknya sejak umur 2 tahun ini tak patah arang meski tidak memiliki gawai yang mumpuni.

Jarak rumah dan konter sekitar 1 kilometer dan ditempuh harus melewati tanjakan cukup curam. 

Kompas.com pun sempat menyusuri sampai ke konter perjalanan cukup melelahkan sekitar 25 menit.

"Hanya sekali ke konter, tugas yang lain saya kerjakan kerja kelompok bersama teman-teman yang lain. Nanti mengunduh tugas lalu saya kerjakan sendiri dikirim melalui telepon teman," ucap dia.

Pernah sekali Novi harus belajar kelompok ke salah satu sekolah di Kapanewon Purwosari bersama teman-teman lainnya.

Karena tidak punya sepeda, Novi berjalan kaki dari rumahnya ke lokasi belajar kelompok tersebut.

Tanjakan dan turunan dia lalui selama 1 jam perjalanan.

Gadis kelas 8 SMPN 1 Panggang ini sudah terbiasa perjalanan jauh. Setiap pagi saat berangkat maupun pulang sekolah dia berjalan atau berlari sejauh 3 kilometer.

"Saya itu kalau melihat tentara atau polisi capeknya hilang," ucap Novi yang memang bercita-cita menjadi seorang polisi itu. 

Keterbatasan itu tak menyurutkan belajar Novi. Terbukti selalu meraih rangking I sejak terdaftar di SMPN 1 Panggang.

Namun karena kondisi ekonomi, anak ini cenderung pendiam dan minder.

Memang diakuinya tak jarang ejekan dari teman sebayanya karena keterbatasan itu kerap diterima.

Novi lalu mencoba menghidupkan gawai baru miliknya, sesekali dia mengecek aplikasi dan baterai yang belum penuh sejak diisi beberapa jam lalu.

Rumah mungil ini hanya berisi satu tempat tidur di ruang tamu yang digunakan Mukiyem, ibu Novi, untuk tidur.

Sementara Novi tidur dibuatkan kamar di sisi kanan rumah yang disekat menggunakan tripleks dan kayu bekas bangunan rumahnya yang lama.


Mukiyem selesai memasak lauk untuk tukang bangunan yang merenovasi rumahnya lalu duduk ikut berbincang.

Sejumlah pekerja menyelesaikan pembangunan dapur dan kamar mandi di belakang rumah, dana pembangunan itu didapatkan dari relawan yang datang. 

Mukiyem menceritakan, dirinya ditinggalkan suami tanpa pamit sejak Novi berusia 2 tahun.

Sebelumnya keluarga kecil ini tinggal di Pulau Sumatra, lalu karena ada sesuatu hal mereka memutuskan pulang ke Gunungkidul.

"Anak saya itu cita-citanya sebagai Polwan, dia rajin belajar untuk mewujudkan cita-citanya itu," ucap Mukiyem.

Secara fisik Novi memang sehat karena terbiasa berlari ke sekolah dan mengambil air bersih yang disimpan di tempat saudaranya yang berjarak 50 an meter.

Setiap hari dirinya harus mengambil air tiga kali menggunakan ember berukuran 25 liter.

Mukiyem mengaku bersyukur ada bantuan yang datang untuk membantu Novi dalam belajar.

Selama ini Mukiyem hanya berprofesi sebagai buruh serabutan yang hasilnya tidak tentu, maka untuk mendapatkan gawai idaman anaknya untuk belajar daring pun sulit untuk diwujudkan.

Bahkan untuk memberikan uang saku pun sulit diwujudkan.

Novi meski berjalan kaki ke sekolah, hampir tidak pernah memiliki uang saku untuk sekadar jajan, tapi hal itu tak menyurutkan untuk belajar.

"Keinginannya menjadi polisi itu kuat sekali, sebagai orang tua hanya bisa mendoakan agar terwujud," kata Mukiyem terbata-bata. 

Petugas TU SMP N 1 Panggang, Istri Wijayanti membenarkan, Novi adalah siswa berprestasi tetapi kurang beruntung dibandingkan teman-temannya.

Sejak masuk sekolah hingga saat ini selalu berprestasi juara pertama. 

Kasubag Humas Polres Gunungkidul, Iptu Enny Nurwidiastuti menambahkan dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) RI, jajaran Polwan Polda DIY melakukan aksi bakti sosial dengan memberikan 1.000 paket sembako.

Di samping itu, pihaknya juga memberikan hadiah gawai kepada siswa yang berprestasi.

"Kebetulan Novi ini berprestasi namun kurang beruntung," kata Enny.

https://regional.kompas.com/read/2020/08/14/19021051/cerita-novi-juara-kelas-yang-tak-punya-gawai-untuk-belajar-daring

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke