Salin Artikel

Bocah Disabilitas Ditolak Masuk SD, Ganjar Angkat Bicara

"Pemkab Blora sudah dihubungi Pemprov Jateng via Dinsos," kata Ganjar saat dihubungi Kompas.com melalui ponsel, Selasa (11/8/2020).

Menurut Ganjar, keterbatasan fisik bukanlah menjadi suatu penghalang seseorang untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Dengan kata lain, anak berkebutuhan khusus pun bisa menempuh jalur pendidikan di sekolah reguler dan tak harus di Sekolah Luar Biasa (SLB).

Salah satunya dengan mewujudkan sekolah inklusif.

Pendidikan Inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mengatur agar difabel  dapat dilayani di sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya.

Tanpa harus dikhususkan kelasnya, siswa dapat belajar bersama dengan aksesibilitas yang mendukung untuk semua siswa tanpa terkecuali difabel.

Prinsip utama yang dipegang sekolah inklusi adalah bahwa setiap anak bernilai sama, diperlakukan dengan respek, dan memberi ruang untuk belajar yang setara.

Artinya, anak dengan kebutuhan khusus tidak lagi harus bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan bisa berinteraksi dengan anak lainnya di sekolah inklusi.

"Dik Vea bisa sekolah di pendidikan formal. SD nya bisa jadi sekolah inklusif seperti di Purworejo," ungkapnya.

Meski hidup dengan keterbatasan fisik tak menyurutkan Vea sapaanya itu untuk tetap menempuh pendidikan.

Sayang keinginan kuat Vea untuk terus melanjutkan ke pendidikan formal urung terlaksana karena sejumlah sekolah dikabarkan menolaknya secara halus.

Vea adalah anak ketiga putri pasangan Gimin dan Adin Puji Utami.

Bapaknya, Gimin, bekerja sebagai buruh bangunan dan selama empat tahun ini tinggal mengontrak di Kelurahan Bangkle, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Adin Puji Utami, Ibunda Vea, menyampaikan, tulang kaki Vea mengalami kelainan sejak bayi yang berujung tak bisa digerakkan.

Jangankan berjalan, berdiri saja Vea tidak mampu.

Vea sendiri lahir prematur saat usia kandungan ibunya enam bulan dua minggu. Dia harus masuk inkubator selama dua pekan hingga akhirnya diperbolehkan pulang oleh pihak Rumah Sakit.

Saat itu Dokter sudah mewanti-wanti jika anak yang lahir secara prematur kemungkinan terburuk akan menderita gangguan fisik atau mental.

"Sejak bayi Vea sakit-sakitan. Dan dokter sudah memperingatkan jika anak prematur akan alami gangguan fisik atau mental," kata Adin Selasa (11/8/2020).

Dalam perkembangannya, proses pertumbuhan fisik Vea tak selazimnya anak-anak seusianya. 

Vea pun baru bisa mengangkat punggung dan duduk saat usia delapan tahun.

Sehingga di usianya yang menginjak delapan tahun, Vea baru mulai masuk taman kanak-kanak (TK) didukung bantuan kursi roda dari Dinas Sosial.

"Saya sehari-hari antar Vea sekolah. Semangatnya tinggi dan terhitung pintar. Membaca, menghitung dan menulis lancar. Jadi materi pelajaran mudah dipahaminya," tutur Adin.


Selepas TK, Vea yang berusia sepuluh tahun bersemangat untuk melanjutkan ke jenjang sekolah dasar (SD), namun keinginan tulusnya itu kandas di tengah jalan setelah sejumlah sekolah menolaknya.

Vea justru disarankan untuk meneruskan pendidikan ke Sekolah Luar Biasa (SLB).

"Anak saya itu hanya cacat tulangnya, namun untuk otak dan mentalnya alhamdulillah normal. Namun kenapa sekolah umum ditolak. Kami tolak tawaran ke SLB," kata Adin.

Sejak saat itu atau sudah satu tahun ini Vea hanya bisa beraktivitas menghabiskan waktu di rumah.

Terkadang Vea bermain dengan kucing piaraannya atau sekadar bersenda gurau dengan ibundanya.

Vea pun sesekali berjalan merangkak supaya tak selalu merepotkan ibundanya.

Menurut Adin, keinginan putrinya itu untuk bersekolah sangat kuat. Bahkan Vea meluapkan harapannya itu untuk mendapatkan pendidikan yang layak kepada Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo.

Vea menulis asanya itu pada secarik kertas yang akan dikirimkan kepada Gubernur jateng, Ganjar Pranowo.

Surat yang dibuat oleh tangan Vea sendiri itu begitu menyentuh hati dan bertuliskan : "Pak Ganjar, Saya Ingin Kaki Saya Sembuh. Saya Ingin Sekolah,".

Adin pun tak sampai hati melihat kemauan putrinya itu untuk bersekolah, sementara di sisi lain, orangtuanya tak mampu berbuat banyak.

"Saya pernah memohon-mohon dan menangis supaya bisa masuk SD, tapi tetap tak diterima. Mau diperiksakan untuk terapi, tapi kami tak punya biaya. Kasihan Vea. Semoga ada dermawan yang mau membantu," ungkap Adin.

https://regional.kompas.com/read/2020/08/11/22391241/bocah-disabilitas-ditolak-masuk-sd-ganjar-angkat-bicara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke