Salin Artikel

"Dulu Saya Diburu Satpol PP, Sekarang Saya Memburu Satpol PP" (2)

YOGYAKARTA,KOMPAS.com- Saat ini, ada puluhan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan lansia telantar tinggal di Wisata Rumah Jiwa Hafara, yang terletak Dusun Blawong 2, Desa Trimulyo, Kacamatan Jetis, Bantul, Yogyakarta. 

Pendiri tempat itu Chabib Wibowo.

Selain lansia, Wisata Rumah Jiwa Hafara juga mendampingi ratusan anak terlantar dan lansia terlantar yang tersebar di pelosok Yogyakarta.

Chabib bercerita jika awalnya dirinya merupakan sosok anak nakal di keluarganya.

Sebagai anak seorang anggota TNI, dia dan keluarga mengikuti tugas sang ayah.

Saat tinggal di Jakarta, Chabib mengaku mengenal kehidupan yang negatif, bergaul kurang terkontrol akhirnya terjerumus ke narkoba.

Oleh keluarga, Chabib dimasukkan ke sebuah pondok pesantren di Tasikmalaya, Jawa Barat. Saat itu dirinya memilih kabur dan tinggal di beberapa kota, seperti Bandung dan Jakarta.

Sampai akhirnya, tahun 2003-2004 dia menetap di Yogyakarta.

Saat itu dirinya menarik becak dan memulung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Chabib tidur di kawasan Jalan Malioboro.

Hingga akhirnya Chabib terjaring razia Pasukan Satpol PP. Saat diamankan, Chabib mengaku  diperlakukan kurang manusiawi hingga membuatnya berontak. 

Sampai akhirnya, Chabib bertemu budayawan Emha Ainun Najib atau Cak Nun yang saat itu ditunjuk sebagai presidennya Malioboro, hingga berkenalan dengan beberapa tokoh.

Akhirnya, dia memberanikan diri mendirikan Hafara. Chabib menyebut nama itu pemberian dari Busyro Muqoddas. Nama Hafara Singkatan dari Hadza min Fadli Rabbi berdiri pada 2004.

Awalnya Panti Hafara berdiri di tanah sitaan bank di kawasan Gonjen, Tamantirto, Kasihan, dan pindah di Desa Brajan, Tempuran,  Tamantirto, Kasihan, Bantul.

Di sana, panti itu menggunakan tanah kas desa. Namun, karena tidak bisa diperpanjang akhirnya menemukan lahan di lokasi sekarang.

Titik balik yang membawanya menjadi 'Babe' bagi puluhan orang jalanan.

"Pendirian panti itu awalnya karena di sebenarnya kawan-kawan di jalanan itu punya potensi," ucap Chabib ditemui di Wisata Rumah Jiwa Hafara Sabtu (1/8/2020).

Menurut dia, selama ini di Yogyakarta sudah ada perda tentang anak jalanan tetapi belum ada solusi ke depannya.

Sejak tiga tahun terakhir, Panti Hafara berubah menjadi Wisata Rumah Jiwa Hafara untuk mengubah pandangan tentang anak jalanan, lansia dan ODGJ.

Saat ini, ada 94 orang lansia dan ODGJ yang tinggal di pondok.

Dari pengamatan Kompas.com  suasana rumah jiwa tergolong nyaman dan bersih. 

Saat Babe, panggilan akrab Chabib, masuk ke ruangan, ia disambut seorang lansia yang ditemukannya beberapa tahun lalu.

Lansia perempuan itu tersenyum dan mengulurkan tangan untuk bersalaman sambil bercanda dengan Babe, tak jauh dari aula yang juga untuk sembahyang, dua orang lansia duduk termenung di kursi roda karena sakit stroke. Ruangan kamar termasuk kamar mandi mereka cukup bersih dengan suasana yang nyaman.

"Di sini ada 94 orang, anak jalanan di luar yang dilakukan pendampingan ada 150 orang, dan sekitar 800 lansia yang kita dampingi," ucap Babe.

Mereka berasal dari sekitar DIY dan juga hasil pengamanan dari Satpol PP. Jika panti karantina milik pemerintah, mereka akan dikirim ke Hafara untuk ditampung.

"Dulu saya diburu satpol PP, sekarang saya memburu satpol PP," kata Babe yang menghentikan wawancara sejenak untuk menyuntikkan insulin ke tubuhnya akibat penyakit diabetes yang diderita 3 tahun terakhir.  

Selain mendirikan yayasan untuk menampung ODGJ, lansia, anak jalanan, hingga pengguna narkoba, dia juga membuka pemulasaraan jenazah tak dikenal. Saat ini, jenazah mereka dimakamkan di Makam 'Sepi Pamrih Tebih Ajrih' di Kecamatan Pandak, Bantul. 

Diakuinya tidak semua orang yang dapat pendampingan darinya tinggal di sana. Ada yang kembali ke rumah dengan tetap diperhatikan perkembangannya melalui 'home visit'.

Melakukan pendampingan bersama puluhan relawan bukan perkara mudah, kadang harus mencari donatur, namun Babe mengaku pertolongan itu selalu datang.

Apalagi istrinya mendukung langkahnya untuk membantu sesama.

Saat ini, donatur bisa menyalurkan melalui sedekah rombongan dan kita bisa.

Donatur datang tidak hanya dari orang yang berkecukupan, kadang juga datang dari keluarga pasien sembuh, hingga para pengamen jalanan.

ODGJ juga diberikan pelatihan membatik dan juga dijual untuk mereka sendiri.

"Tiga tahun awal itu saya mendampingi sendiri, ya lama-lama enggak kuat tho Mas. Sekarang ada kurang lebih 60 orang relawan," ucap Babe.

Seluruh asuhannya di rumah jiwa Hafara tidak hanya diberikan makanan dan tempat tinggal, setiap hari mereka diajak mendekatkan diri kepada Tuhan, melalui shalat rutin. Selain itu mereka juga dihibur dengan kesenian dari para pengamen jalanan.

"Seni itu juga obat, " kata Chabib.

Atas pengabdian itu, Hafara mendapat gelar Organisasi Sosial Nasional nomor 1 pada tahun 2009, dan Chabib mendapatkan Satya Lencana Kebaktian Sosial tahun 2010.

"Tetapi saya tidak berhenti di sini. Saya ingin Jogja menjadi ramah jiwa," ucap dia. 

Ke depan, dirinya ingin membuat perkampungan ramah jiwa yang lokasinya tidak jauh dari lokasi Wisata Rumah Jiwa. Ada tanah 1200 meter persegi yang ke depan akan dibangun rumah untuk mereka yang terpinggirkan.

Apalagi Yogyakarta sudah ada perda tentang anak jalanan meski belum ada solusi ke depan.

Untuk menjaga dirinya tetap amanah untuk melakukan pendampingan, Chabib memiliki cara yang unik, yakni memasang becak miliknya yang dulu digunakan untuk memulung, dan di bawahnya ada nisan di depan Wisata Rumah Jiwa Hafara .

Hal ini agar dirinya tidak melupakan masa lalunya dan ingat masa depan.

"Untuk mengingatkan saya sendiri saja," ucap Chabib. 

 

https://regional.kompas.com/read/2020/08/02/16155441/dulu-saya-diburu-satpol-pp-sekarang-saya-memburu-satpol-pp-2

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke