Salin Artikel

Perjuangan Guru di Perbatasan RI-Malaysia, Urunan Bensin Perahu Ketinting demi Mengajar

NUNUKAN, KOMPAS.com–Para guru di tepian Sungai Sembakung, Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara meminta agar pemerintah daerah membelikan perahu untuk kebutuhan transportasi mereka.

Kebijakan Belajar Dari Rumah (BDR) selama pandemi Covid-19 membuat mereka harus sering berada di sungai menyusuri desa satu ke desa lainnya.

Di Kecamatan Sembakung, jarak satu desa ke desa lainnya adalah 2,5 jam ditempuh dengan perahu ketinting yakni perahu kayu kecil bermesin tempel dengan kapasitas maksimal 4 orang.

Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kecamatan Sembakung Musdi menuturkan, para guru melakukan urunan tiap kali mereka hendak mengajar murid di sekitar 5 desa di wilayah ini.

"Guru-guru mengajar kan jauh, terutama dari Desa Tepian ke Desa Atap, itu ditempuh enam jam. Mereka urunan bensin untuk menumpang ketinting, itu kenapa mereka menginginkan perahu agak besar kepada Pemkab Nunukan,’’ujarnya, Selasa (28/7/2020).

Setiap pagi sebelum matahari terbit, para guru sarapan dan membuat janji temu di pinggiran sungai dengan guru lainnya.

Guru yang punya perahu ketinting akan menjemput guru lain yang tidak punya, sementara bagi kelompok guru yang tidak punya ketinting, mereka akan menumpang nelayan setempat.

Mereka menyiapkan jeriken bensin bagi mesin tempel di perahu ketinting yang akan mereka tumpangi.

Keadaan tersebut tidak menghalangi mereka untuk mengajar, dalam kondisi pandemi Covid-19 sekalipun, mereka tetap disiplin menjalankan tugas mereka mencerdaskan anak anak perbatasan RI–Malaysia.

Padahal, gaji mereka terkadang harus berkurang karena disisihkan untuk urunan bensin.

"Karena cukup jauh jaraknya, guru di Sembakung tidak jarang pulang setelah jam 4 sore," lanjut Musdi.

Kesulitan proses belajar mengajar BDR di wilayah ini adalah keberadaan anak-anak tidak bisa dikelompokkan di satu desa.

RT di desa-desa Sembakung banyak yang terpisah sungai sehingga para guru harus rela menyeberang beberapa kali untuk proses belajar mengajar.

"Kalau pemerintah membelikan perahu agak besar, minimal bisa untuk sepuluh orang, sudah enak, karena guru kita juga tidak banyak, guru yang tenaga inti ada 8 orang untuk SD dan 6 orang untuk SMP," katanya.

Setidaknya, ada 5 desa di Kecamatan Sembakung yang memiliki geografis berbeda dengan desa lainnya, desa-desa ini berada di pinggiran sungai dan hanya bisa ditempuh menggunakan transportasi sungai.

Sebagai contoh, anak-anak Desa Labion yang bersekolah di SDN Desa Tepian, anak-anak ini juga bangun pagi-pagi buta untuk menuju sekolah.

Demikian pula untuk anak anak di Desa Plaju dan Desa Lubakan, mereka mengandalkan perahu ketinting.

Bukan hanya urusan sekolah, keberadaan wilayah ini lebih dekat ke Kota Tarakan ketimbang pusat pemerintahan di Nunukan.

Untuk ke Nunukan mereka butuh waktu 2,5 jam menggunakan speedboat sementara ke Tarakan hanya butuh 1 jam, masyarakat berbelanja kebutuhan pokok juga memilih ke Tarakan ketimbang ke Nunukan.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan H Junaedi mengakui jika usulan pengadaan perahu untuk operasional sekolah di Kecamatan Sembakung mengemuka saat pertemuan mereka membahas proses BDR bersama guru-guru di Sembakung.

Junaedi mengatakan, perahu memang menjadi perkara urgen untuk wilayah ini, tidak hanya untuk angkutan guru, anak anak sekolah yang berdomisili jauh dari sekolah juga sangat membutuhkannya.

‘’Satu sekolah minta satu perahu lengkap dengan mesinnya, kita akan coba akomodir di APBD 2021 kalau memungkinkan dan disetujui, agar mereka tidak lagi menyewa speedboat atau perahu ketinting yang tentu tidak murah,’’katanya.

https://regional.kompas.com/read/2020/07/28/16125271/perjuangan-guru-di-perbatasan-ri-malaysia-urunan-bensin-perahu-ketinting

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke