Salin Artikel

Perjuangan Hidup Kakek Bertangan Satu, Gigih Bekerja Jadi Tukang Batu

Sambil  duduk di sebuah kursi kecil yang terbuat dari kayu, tangannya yang cekatan mulai memilah-milah batu satu persatu.

Di sekeliling lelaki tua itu, ada beberapa ember kecil dan karung-karung yang berisi batu-batu kali yang sudah bersih.

Rupanya, kakek bertangan satu itu, namanya Subagyo. Usianya sudah 78 tahun. Badannya kurus dan sudah bungkuk.

Setiap hari, kakek yang tinggal di Jalan Panjangan RT 2 RW 7 Kelurahan Manyaran, Kecamatan Semarang Barat, itu memulai pekerjaannya dari pagi hingga petang.

Di usianya yang senja, dia masih harus berjuang mencari nafkah untuk menyambung hidup.

"Saya sudah mulai kerja begini (tukang batu) sejak usia 40 tahun," jelasnya kepada Kompas.com, Selasa (14/7/2020).

Subagyo bercerita pada 1975 dirinya mengalami kecelakaan saat kerja di sebuah proyek di pelabuhan.

"Dulu tangan saya normal. Waktu kerja mencari batu besar dipikul 6 orang untuk pemecah ombak di pelabuhan. Saya kepleset tangan sebelah kiri menghatam batu. Awalnya bengkak biasa masih bisa kerja biasa tapi setelah 2 tahun harus diamputasi karena kena kanker," katanya sambil sesekali menghisap sebatang rokok buatan pabrikan lokal.


Sejak kejadian itu, dia harus terbiasa bekerja dengan menggunakan satu tangan.

Walaupun tangannya tinggal satu, kakek ini tak berkecil hati dan masih tetap semangat bekerja sebagai tukang batu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dia bertekad tidak akan meminta selagi masih bisa berjalan dan menekuni pekerjaan meski hasilnya tak menentu.

"Orang mau beli langsung datang. Banyak macamnya bisa buat taman, tembok rumah, bahan bagunan, kolam ikan, tergantung kegunaan. Kadang ramai kadang sepi. Jadi hasilnya tidak menentu, yang penting bisa mencukup kebutuhan sehari-hari," ungkapnya.

Subagyo hidup berdua dengan sang istri Suwarni (59) di bangunan papan kayu berukuran 6 × 8 meter dan tinggi 2 meter beralaskan tanah yang ditutup tikar.

Bangunan beratap spanduk itu juga tidak tersedia kamar mandi.

Subagyo dan istrinya mengaku harus menumpang di rumah tetangga jika hendak mandi.

Kalau hujan turun di malam hari, mereka tak bisa tidur karena harus selalu waspada karena atap rumahnya sudah banyak lubang.

Walaupun hidup dengan keterbatasan dan serba kekurangan, tapi Subagyo berusaha untuk selalu bersyukur karena masih diberikan hidup oleh yang kuasa.

"Tiap hari mudah-mudahan Gusti Allah ngasih rezeki buat nyambung umur. Sedikit-dikitnya yang penting bisa makan. Dan bisa iuran di kampung. Gusti Allah mboten sare, bersyukur terus ndilalah pasti bisa makan. Kalau mau diberi ya harus mau memberi," ujarnya.

Subagyo mengaku akan terus bekerja sebagai tukang batu sekuat yang dia bisa karena tak ingin merepotkan anaknya yang telah pergi meninggalkannya.

https://regional.kompas.com/read/2020/07/15/16332401/perjuangan-hidup-kakek-bertangan-satu-gigih-bekerja-jadi-tukang-batu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke