Salin Artikel

Cerita Abdi Dalam Keraton Solo yang Menganggur akibat Wabah, Hidup Bergantung Bantuan

Tapi, kehidupan sejumlah abdi dalem keraton rupanya berkebalikan dengan bayangan itu. Beberapa dari mereka, hidup di bawah garis kemiskinan.

Kehidupan Sukarno, abdi dalem di Keraton Solo, jadi salah satu contoh nyata. Raden Tumenggung Sukarno Pandyodipuro (72) nama lengkapnya.

Sukarno, sang pengrawit (pemain gamelan) tunanetra Keraton Kasunanan Solo, kini harus menghadapi nasib menganggur akibat pandemi virus corona.

Pekerjaan yang digelutinya selama 32 tahun harus terhenti sementara waktu akibat wabah.

"Sekarang saya menganggur, hanya mengandalkan bantuan-bantuan tetangga sama pemerintah," tutur Sukarno kepada TribunSolo.com, Kamis (2/7/2020).

Sukarno mengungkapkan kecintaannya dengan gamelan dimulai sejak kecil, lantaran sang ayah senang bersenandung tembang-tembang Jawa sebagai lagu pelelap tidurnya.

Dandanggulo, Pangkur, dan Kinanthi menjadi beberapa tembang yang disenandungkan.

"Saya juga senang dengarkan lagu Gambang Suling dan Suwe Ora Jamu, tapi saat itu saya tidak tahu not-notnya, pada saat sekolah saya baru tahu itu," ujarnya.


Sukarno masuk ke sekolah luar biasa pada usia 10 tahun di Klaten pada 1958.

Dia pun harus meninggalkan rumah keluarga di Kampung Singosaren, Kelurahan Kemlayan, Kota Solo dan membuatnya tinggal di asrama sekolah.

"Pelajaran sama dengan sekolah umum ada bahasa Indonesia, IPA, dan Matematika, namun disana ada kegiatan seni karawitan," kata dia.

"Saya belajar gending dan lancaran disana, saya bisa menabuh pun dari Klaten," tambahnya.

Sukarno pernah sempat ikut dalam kelompok ketoprak di Kelurahan Karangasem, Kecamatan Laweyan, Solo.

"Saya masih kecil dan diantar bapak saya saat itu," ucapnya.

Tahun 1980 menjadi waktu awal Sukarno menjadi abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta.

Setelah dia kerap ikut serta dalam latihan dalang di Balai Agung yang berada di kawasan Alun-Alun Utara keraton.

Guru pedalangan di sana menawarkan Sukarno untuk bergabung menjadi Abdi Dalem.

Sukarno pun mengirimkan surat lamaran dan 1980 menjadi waktunya magang.

"Tahun 1981, saya resmi menjadi abdi dalem," kata Sukarno.


Saat itu, Sukarno langsung didapuk untuk mengiringi tarian Bedaya Ketawang dan Srimpi.

"Awalnya saya tidak hafal secara utuh gending-gending Bedaya Ketawang. Namun, seiring waktu dan terus bermain, sedikit-sedikit hafal sampai sekarang," jelasnya.

Sukarno mengaku hanya butuh dua sampai tiga hari menghafalkan gending-gending yang harus dimainkannya.

Itu dengan catatan gending-gending telah diubah ke dalam bahasa braille.

"Kalau tidak ada, saya dibantu teman, teman itu akan membacakan gending-gending sambil saya menabuh," akunya.

Adapun, Sukarno hanya mendapat bayaran Rp 3.330 saat awal menjadi abdi dalem Keraton Kasunanan Solo.

Ia mengaku itu masih bisa menghidupi kebutuhan keluarganya saat itu.

Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul Kisah Sedih Sukarno Abdi Dalem Keraton Solo : Corona Putus Penghasilan, Makan Pun Andalkan Bantuan.

https://regional.kompas.com/read/2020/07/02/22233541/cerita-abdi-dalam-keraton-solo-yang-menganggur-akibat-wabah-hidup-bergantung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke