Salin Artikel

Ada 2.000 Kasus Perceraian di Cianjur, Salah Satu Pemicunya karena Faktor Ekonomi

Data di Pengadilan Agama Cianjur mencatat, jumlah kasus perceraian yang masuk dan ditangani sepanjang Juni sebanyak 788 perkara. Sementara di bulan Mei ada 99 perkara.

Pejabat Humas PA Cianjur Asep menyebutkan, dari jumlah kasus perceraian tersebut, perkara cerai gugat cukup tinggi dibandingkan cerai talak.

“Istri yang menggugat cerai suami lebih dominan, lima kali lipat jumlahnya dari perkara yang masuk,” kata Pejabat Humas PA Cianjur Asep saat ditemui Kompas.com di ruang kerjanya, Selasa (30/6/2020).

Disebutkan, secara akumulatif angka perceraian di Cianjur periode Januari-Juni 2020 mencapai 2.049 perkara. Terdiri dari cerai talak sebanyak 346 perkara dan cerai gugat 1.703 perkara.

“Ada peningkatan dibandingkan tahun lalu. Namun, jumlahnya tidak begitu jauh,” ujar dia.

Kasus perceraian meningkat saat new normal

Menurut Asep, melonjaknya perkara perceraian bulan ini tidak terlepas dari kondisi pandemi Covid-19.

Pasalnya, selama masa pandemi di bulan lalu dan sebelumnya, PA Cianjur melakukan pembatasan pelayanan.

“Ditambah di bulan kemarin ada Ramadhan, sehingga pelayanan perkara lebih dibatasi. Sehari dibatasi hanya 20 perkara,” katanya.

Karena itu, memasuki era new normal atau adaptasi kebiasaan baru saat ini, perkara yang masuk ke PA Cianjur mengalami lonjakan drastis.

“Sehari kita bisa melayani 50 perkara. Namun, tentunya tetap dengan memerhatikan protokol kesehatan. Jumlah orang yang ada di dalam ruang sidang dibatasi,” ungkapnya.


Pemicu perceraian: ekonomi dan perselingkuhan

Adapun pemicu utama perceraian, disebutkan Asep, adalah faktor ekonomi keluarga.

“Terutama dari cerai gugat, berawal karena istri merasa nafkah yang dikasih suaminya kurang, tidak cukup, atau suaminya sama sekali tidak menafkahi. Bahkan, kelebihan harta juga bisa memicu perselingkuhan,” terang dia.

Selain ekonomi, faktor moralitas atau akhlak juga cukup tinggi menjadi penyebab gugatan cerai.

“Suami yang berselingkuh atau sebaliknya, dan beberapa kasus berujung pada terjadinya kekerasan dalam rumah tangga,” ujar Asep.

Dijelaskan, beberapa perkara yang ditanganinya, bibit perceraian dimulai saat istri memutuskan bekerja karena suami menganggur atau malas bekerja sehingga nafkah yang diberikan kepada istri dinilai kecil.

“Namun, seiring berjalannya waktu, sang istri merasa dieksploitasi tenaganya oleh suami. Sehingga memicu pertengkaran rumah tangga,” katanya.

Soal istri bekerja

Selain itu, keberadaan istri yang bekerja di luar rumah juga turut memicu terjadinya praktek perselingkuhan.

“Kendati suami yang berselingkuh masih lebih tinggi dibanding perselingkuhan yang dilakukan perempuan atau istri,” sebut Asep.

Rentannya perceraian akibat kondisi ekonomi dan perselingkuhan ini, menurutnya lebih karena faktor moralitas atau akhlak serta mentalitas kedua pasangan.

"Di sinilah kemudian perlunya saling memahami tugas dan kewajiban masing-masing. Respek terhadap pasangan juga sangat penting," ucapnya.

https://regional.kompas.com/read/2020/06/30/19372991/ada-2000-kasus-perceraian-di-cianjur-salah-satu-pemicunya-karena-faktor

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke