Salin Artikel

Hitam dan Merah Kota Surabaya

Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur, dr Joni Wahyuhadi, mengatakan, warna hitam menunjukkan tingginya kasus Covid-19 di Surabaya.

Hingga Selasa (2/6/2020), terdapat 2.758 kasus positif Covid-19 di Surabaya.

Selain Surabaya, beberapa daerah di Jawa Timur juga berubah warna menjadi lebih pekat, seperti Sidoarjo dengan 683 kasus dan Gresik 183 kasus.

"Semakin banyak catatan kasusnya, warna di peta sebaran akan semakin pekat hingga berwarna hitam," ujar Joni di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa (2/6/2020).

Pemberian warna hitam oleh Provinsi Jawa Timur mengundang pertanyaan Pemkot Surabaya.

Koordinator Humas Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya M Fikser mempertanyakan dasar ilmiah pemberian warna tersebut.

"Ini yang bikin kita jadi bertanya, kenapa Surabaya itu (warna hitam). Seharusnya dikasih alasan-alasan di Provinsi Jatim," kata Fikser.

Tekait pelabelan zona hitam, ia juga membandingkan dengan Kota Jakarta yang angka jumlah pasien positif Covid-19 lebih tinggi dibandingkan Surabaya.

Ia menyatakan, Pemkot Surabaya telah bekerja keras untuk memutus rantai penyebaran wabah corona.

"Kita ini bekerja dan kerja kita ini betul-betul bisa dilihat. Jadi kalau kita sih, kita menyayangkan warna hitam itu karena secara keilmuan tidak dijelaskan," kata dia.

Ia menyatakan, warna pada peta sebaran Covid-19 di Surabaya bukanlah hitam, melainkan merah tua.

Ketika warnanya semakin merah tua, lanjut Khofifah, hal ini berarti tingkat penyebarannya kian rawan serta jumlah pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 semakin tinggi.

"Warna ini untuk menilai yang terkonfirmasi positif lebih banyak, jadi merah gelap atau merah tua, tapi ada kesan itu menghitam," kata Khofifah saat wawancara dengan Kompas TV, Kamis (4/6/2020).

Hal yang sama dijelaskan oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur Benny Sampirwanto.

Ia mengklarifikasi bahwa peta Surabaya bukan berwana hitam, melainkan merah tia.

Perubahan warna di peta sebaran Covid-19 Jatim itu berjalan otomatis saat mengalami penambahan jumlah kelipatan pangkat 2.

"Per 2 Juni 2020, Kota Surabaya memasuki zona merah tua, bukan hitam, semakin banyak kasus konfirmasi, warna di peta sebaran akan semakin pekat hingga berwarna merah tua," kata Beny.

Benny menjelaskan, degradasi tampilan warna Covid-19 kabupaten dan kota di Jawa Timur bisa dipantau melalui situs web infocovid19.jatim.go.id.

Peta sebaran akan berubah warna sesuai jumlah penambahan kasus.

Secara teknis, kata dia, degradasi antarwarna di situs web itu memiliki kelipatan pangkat 2 kuadrat, misalnya angka 2, 4, 8, dan seterusnya.

Perubahan warga merupakan sistem otomatis yang terjadi karena penambahan angka terkonfirmasi positif Covid-19.

Ia menjelaskan, hanya ada empat warna sesuai dengan tahapan prtokol masyarakat produktif dan aman.

Warna itu adalah, hijau, kuning, oranye, dan merah.

Warna hijau untuk level satu atau aman yang artinya tidak ada kasus positif, sedangkan kuning berarti level dua atau risiko ringan.

Untuk warna oranye berada di level tiga. Di level ini, wilayah yang dilabeli oranye memiliki risiko penyebaran tinggi dan potensi penyebaran virus tak terkendali.

Terakhir yakni warna merah, berarti level empat atau risiko tinggi memiliki penjelasan penyebaran virus tak terkendali.

"Sedangkan warna merah tua (pekat) dan hitam, tidak ada dalam tahapan protokol tersebut. Jadi, pemkot tidak pernah mengurusi yang namanya (pelabelan) warna-warna itu," kata Fikser, Kamis (4/6/2020).

"Jadi di sini sangat jelas, seperti warna merah itu kriterianya seperti apa," ujar Fikser.

"Kalau ada yang menyebut label warna merah pekat, dia itu punya level kriterianya seperti apa? Jadi, biarkan pemkot bekerja untuk mengurus warga Surabaya," kata Fikser.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga angkat suara menanggapi penyebab virus corona di daerahnya begitu banyak.

Risma mengatakan bahwa banyak kasus virus corona di Surabaya karena banyaknya tes yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya.

"Jadi tadi saya sampaikan, begitu kami punya alat maka pasien yang masuk ODR (orang dalam risiko), OTG (orang tanpa gejala), ODP (orang dalam pemantauan), PDP (pasien dalam pengawasan) langsung kita tes semua."

"Kalau kita delay satu minggu, maka dia bisa menular meskipun sudah dikarantina, menular di keluarganya," jelas Risma.

"Mungkin dulu hanya satu di keluarga itu, tapi kemudian karena dia satu rumah tidak dipisahkan, karena kita tidak punya alatnya bahwa dia memang positif, dia kita isolasi karena masuk di kelompok tadi."

"Nah, begitu kita tes, maka kemudian yang kita isolasi menjadi confirm, menjadi positif."

"Nah ,itulah yang tadi saya sampaikan kenapa menjadi besar," jelasnya.

Kemarahan Risma meledak saat menghubungi seseorang melalui telepon.

Sebelumnya Risma telah menjadwalkan tes Covid-19 untuk sejumlah warga di Kelurahan Tanah Kali Kedinding Surabaya pada Jumay (29/5/2020).

Saat warga telah menunggu tes, ternyata mobilnya dialihkan ke Tulungagung dan Lamongan sehingga batal beroperasi di Surabaya.

"Saya dapat (chat) WhatsApp Pak Doni Monardo kalau (mobil laboratorium) itu untuk Surabaya. Apa-apaan ini, kalau mau boikot jangan gitu caranya. Saya akan ngomong ini ke semua orang," kata Risma marah saat menghubungi seseorang yang diduga pejabat Pemprov Jatim.

Masih dengan nada tinggi, ia mengatakan tidak bisa menerima keputusan pengalihan mobil tersebut.

"Pak, saya enggak terima loh, Pak, betul saya enggak terima," ujar Risma di ujung telepon.

Sementara itu Kepala Pelaksana BPBD Jawa Timur Suban Wahyudiono juga mengklaim telah berkirim surat pada BNPB tanggal 11 Mei 2020 terkait permohonan bantuan 15 mesin PCR.

Bahkan, kata Suban, Gubernur Jatim, Pangdam V Brawijaya, dan dirinya juga menghubungi sendiri Doni Monardo terkait permintaan mesin PCR itu.

"Bahkan, sehari sebelum mobil datang, saya diberi nomor sopir dan tim medis yang ikut di mobil tersebut," tutur dia.

Ia mengatakan mobil tersebut ditempatkan di Tulungagung karena di daerah tersebut, jumlah PDP tertinggi kedua di Jatim yakni sebanyak 688 PDP.

Di Tulungangung juga ada 172 PDP yang meninggal dunia sehingga mobil lab PCR dibutuhkan di wilayah tersebut.

"Sesuai statement Kepala BNPB, mobil laboratorium dioperasikan di daerah-daerah di Jawa Timur yang membutuhkan tes swab," kata dia.

Setelah kisruh tersebut, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur menjadwalkan dua mobil laboratorium PCR tersebut bersiaga di Surabaya pada Sabtu (30/5/2020).

"Besok insya Allah kami jadwalkan. Sekarang satu mobil masih di Lamongan karena di sana masih banyak pasien. Semoga besok (Sabtu) bisa terlaksana," kata Joni, Jumat (29/5/2020) malam.

Mobil tersebut beroperasi di RSUD dr Soewandhie dan Rumah Sakit Husada Utama serta Kampung Tangguh di Kecamatan Rungkut Surabaya.

Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur dr Joni Wahyuhadi menyebut kekisruhan dan saling klaim diakibatkan adanya miskomunikasi.

"Kemarin sore sebelum mobil diberangkatkan ke Lamongan dan Tulungagung, tim sudah menganalisis tentang kebutuhan PCR. Ada juga dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya, namun yang bersangkutan tidak menyampaikan permintaan swab di Surabaya," kata dia.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Ghinan Salman, Dandy Bayu Bramasta | Editor: Dheri Agriesta, Sari Hardiyanto, Michael Hangga Wismabrata)

https://regional.kompas.com/read/2020/06/05/07070071/hitam-dan-merah-kota-surabaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke