Salin Artikel

"Manusia Karung" Marak di Semarang, Siapa Mereka?

SEMARANG, KOMPAS.com - Di tengah pandemi Covid-19, keberadaan sekelompok orang pembawa karung di Kota Semarang, semakin hari kian merebak.

Dari pengamatan Kompas.com, kemunculan mereka seringkali terlihat di tepi trotoar jalanan sejak sebulan terakhir.

Biasanya mereka mudah sekali dijumpai hampir di sepanjang jalan-jalan protokol Kota Semarang.

Seperti yang terlihat di Jalan Pahlawan menuju kawasan Simpang Lima.

Nampak mereka biasanya duduk-duduk di tepi jalan menunggu pengendara yang melintas untuk memberikan bantuan.

Selain itu, tak jarang mereka ditemukan bergerombol di sepanjang Jalan Dr. Sutomo menuju Kawasan Tugu Muda.

Bahkan mereka juga bisa dijumpai di depan Museum Mandala Bhakti hingga sepanjang Jalan Mgr Soegijapranata.

Pengamat sosial Unika Soegijopranata Semarang Hermawan Pancasiwi mengakui bahwa kemunculan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di Kota Semarang itu semakin marak di masa pandemi seperti sekarang.

"Betul memang banyak dijumpai di jalan-jalan protokol, seperti di Jalan Pahlawan, Jalan S. Parman, Jalan Veteran dan hampir di setiap tepi jalanan bisa ditemukan," jelas Hermawan kepada Kompas.com, Senin (18/5/2020).

Menurut Hermawan, masyarakat menyebut keberadaan mereka dengan istilah manusia karung.

Fenomena kemunculan manusia karung ini, lanjut dia, biasanya ditandai dengan adanya sebuah karung yang dipanggul ataupun hanya diletakkan di pinggir jalan sebagai suatu isyarat.

"Mereka rata-rata membawa karung yang digunakan sebagai penanda atau isyarat bahwa keberadaan mereka membutuhkan uluran tangan dari masyarakat pengguna jalan," katanya.

Sebab, kata dia sebagian besar dari mereka adalah masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 sehingga mengalami kesulitan ekonomi.

"Mereka adalah orang-orang yang terdampak pandemi, baik yang memang benar-bebar pemulung ataupun orang yang terkena imbas seperti dirumahkan atau PHK dari pekerjaannya," ujarnya.

Maka dari itu, tidak heran, jika mereka merasa tidak mempunyai pilihan lain sehingga mengharapkan bantuan dengan berbekal karung untuk mengundang belas kasihan.

Lebih lanjut, Hermawan mengungkapkan penanda atau isyarat membawa karung itu sekarang telah dipahami sebagai suatu simbol yang menggugah hati sehingga dapat menarik empati masyarakat.

"Saya sempat melihat mereka ke beberapa tempat. Yang menarik dan mengharukan adalah bahwa masyarakat cukup memahami kenapa mereka itu muncul. Banyak dari masyarakat yang tahu mereka orang yang membutuhkan dan akhirnya memberikan bantuan," jelasnya.

Hermawan berharap fenomena ini berlangsug hanya sementara saja agar selepas pandemi, kondisinya akan normal kembali.

"Jangan sampai ini menjadi sesuatu yang terus menerus, kalau pandemi selesai mereka jadi malas bekerja. Semoga saat pandemi selesai ketika mereka bisa kembali mendapat pekerjaan, maka kita kembali ke situasi normal sehingga di jalan-jalan sudah tidak ada lagi," tandasnya.

Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat memberikan bantuan sosial yang merata bagi seluruh masyarakat yang terdampak Covid-19 di Kota Semarang termasuk bagi manusia karung tersebut.

"Pemerintah di tingkat paling bawah bisa pro aktif menanyai mereka sejauh mana mereka telah mendapat bantuan. Seandainya setelah dicek mereka memang betul-betul belum mendapat bantuan, maka bantuan itu bisa diberikan ke mereka. Karena mereka sangat membutuhkan," katanya.

Menurutnya, ada kemungkinan manusia karung itu belum mendapatkan bantuan sama sekali dari pemerintah.

"Jangan sampai terjadi over lapping. Saya khawatir manusia karung ini ada yang tidak mendapat bantuan sama sekali. Kasihan itu. Maka wajib diberikan meski dalam bentuk natura dan ditanyai kebutuhannya," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2020/05/18/09144031/manusia-karung-marak-di-semarang-siapa-mereka

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke