Salin Artikel

Metode 'Sarang Tawon', Cara Surabaya Cegah Penularan Covid-19 di Perkampungan

Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya, Eddy Christijanto menjelaskan penerapan metode sarang tawon tersebut.

Menurutnya, ketika satu kasus positif ditemukan di perkampungan, Pemkot Surabaya langsung menggelar rapid test virus corona baru secara massal di wilayah itu.

"Kita melakukan metode sarang tawon. Jadi ketika di lokasi-lokasi ditemukan ada terpapar, maka di kampung itu kita lakukan rapid test secara massal, kepada sejumlah warga yang ada di situ," kata Eddy di Balai Kota Surabaya, Selasa (12/05/2020).

Eddy menjelaskan, Pemkot Surabaya telah menggelar rapid test virus corona massal di beberapa wilayah perkampungan.

Di antaranya Manukan Kulon, Bratang Gede, Rungkut Lor, dan Kedung Baruk.

Warga yang dinyatakan reaktif berdasarkan rapid test virus corona akan diambil sampel cairan tenggorokannya untuk menjalani tes swab.

Tim medis akan menguji sampel tersebut di laboratorium.

"Tapi swab kan keputusannya menunggu empat sampai delapan hari. Nah, sambil menunggu hasil swab itu, arahan Ibu Wali Kota agar orang tersebut dilakukan isolasi di salah satu hotel," kata dia.

Pemkot Surabaya menerjunkan Satpol PP, Linmas, dan petugas Dinas Kesehatan untuk membujuk masyarakat menjalani isolasi di hotel.

Hal itu dilakukan agar virus tak bermutasi atau menular ke anggota keluarga lain dan tetangga sekitar.

Jika hasil tes swab warga tersebut negatif, mereka dipulangkan ke rumahnya.

"Tapi kalau hasil swab positif, maka akan kita rawat di rumah sakit, jadi tujuan kita adalah untuk bisa menekan sejauh mungkin terjadinya penularan," kata dia.

Sebab, untuk mengetahui secara pasti seseorang terjangkit virus corona atau tidak, harus dilakukan tes swab.

Apalagi, tidak semua orang yang terkena Covid-19 ini memiliki gejala, seperti batuk, badan lemas dan sesak napas.

"Untuk itu, supaya ini (Covid-19) tidak menular ke mana-mana, maka kami mohon, khususnya bagi yang OTG (orang tanpa gejala) agar mengikuti kebijakan pemerintah untuk bersedia dilakukan isolasi," kata dia.

Menurut dia, potensi penularan seseorang berstatus OTG lebih berbahaya dibanding yang lain.

Karena, OTG terkadang masih bebas bergerak melakukan aktivitas seperti biasa dan berkumpul dengan orang lain.

"Justru orang yang tanpa gejala, dia merasa sehat akhirnya bisa ke mana-mana, bergaul dengan orang lain, akhirnya menularkan yang lain. Kalau orang itu terpapar positif maka medis juga pasti mengantisipasi dengan APD (alat pelindung diri)," kata dia.

Eddy menambahkan, rapid test yang dilakukan di suatu wilayah itu berdasarkan hasil kajian epidemiologi dari Dinkes.

"Jadi rapid test dilakukan di suatu wilayah itu berdasarkan kajian epidemiologi Dinkes," tutur dia.

Catatan redaksi soal rapid test

Rapid test merupakan teknik pengetesan keberadaan antibodi terhadap serangan kuman di dalam tubuh.

Hasil rapid test tak boleh dan tak bisa digunakan secara mandiri untuk mengonfirmasi keberadaan atau ketiadaan infeksi virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 di dalam tubuh.

Untuk mengonfirmasi keberadaan virus corona secara akurat dalam tubuh seseorang harus dilakukan tes swab dengan metode PCR (polymerase chain reaction).

Hasil rapid test adalah reaktif (ada reaksi terhadap keberadaan antibodi) atau non-reaktif (tidak ada reaksi terhadap keberadaan antibodi).

Jika Anda sempat membaca hasil rapid test adalah positif atau negatif, harus dimaknai sebagai positif atau negatif terhadap keberadaan antibodi dalam tubuh, bukan positif atau negatif terhadap keberadaan virus corona penyebab Covid-19.

https://regional.kompas.com/read/2020/05/12/21285131/metode-sarang-tawon-cara-surabaya-cegah-penularan-covid-19-di-perkampungan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke