Salin Artikel

Kisah Nenek Mariyam Pungut Sisa Padi Demi Bertahan Hidup di Gubuk Reyot

SUKOHARJO, KOMPAS.com - Rumah yang ditempati Mariyam (70), warga Kampung Kedunggudel RT 001/RW 003 Kelurahan Kenep, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah kondisinya sangat memprihatinkan.

Mariyam tinggal di rumah sempit berukuran 3x5 meter persegi. Di rumah ini Mariyam tinggal bersama kedua putranya, Wahyudi Purnomo (34) dan Wahyono (40).

Dinding bagian samping rumah Mariyam terbuat dari anyaman bambu. Beberapa bagian dinding bambu itu sudah berlubang. Sedang bagian depan rumah dindingnya tembok. Kondisinya sudah berjamur dan tidak terawat.

Bagian pintu masuk rumah Mariyam terbuat dari kardus berlapis karung tanpa engsel. Untuk membukanya tidak bisa langsung, harus diangkat terlebih dahulu.

Di rumah ini tidak ada sekat antarruang. Dari dapur, ruang tamu, tempat tidur semuanya menjadi satu. Ranjang tidur pun terbuat dari bambu beralas kasus tipis yang kondisinya sudah lusuh.

Mariyam setiap hari bekerja sebagai buruh serabutan. Setiap musim panen Mariyam memungut sisa-sisa padi dengan "ngasak" untuk bertahan hidup.

"Setiap hari ibu ngasak padi di sawah. Di mana ada yang panen padi, pasti ibu ngasak di situ. Hasilnya padi buat makan," kata anak kedua Mariyam, Wahyudi kepada Kompas.com di rumahnya, Senin (4/5/2020).

Mariyam berangkat dari rumah untuk mencari sisa padi di sawah sekitar pukul 07.00 WIB dengan berjalan kaki. Mariam baru pulang sore hari setelah mendapat padi hasil dari ngasak.

"Sehari biasanya dapat sekarung. Padi itu kemudian dijemur. Setelah kering baru digiling ke tempat penggilingan. Berasnya dimasak untuk makan," terang dia.

Wahyudi sendiri setiap hari bekerja mencari romgsok. Pekerjaan mencari rongsok sudah dia tekuni sejak dirinya pulang dari merantau.

Karena tidak ada pekerjaan di rumah, Wahyudi akhirnya mencari rongsok. Hasil dari menjual rongsok itu dia gunakan untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari.

Selain mencari rongsok, Wahyudi terkadang diminta tenaganya untuk membantu membangun rumah sama tetangga. Tetapi, pekerjaan itu tidak setiap hari datang kepadanya.

"Pernah ditawarin ikut bangun rumah. Terkadang juga ikut panen mangga. Kalau pas panen mangga saya dikasih upah Rp 50.000," ujar dia.

Wahyono yang menjadi tulang punggung keluarga harus menderita lumpuh sejak lama.

Wahyono setiap hari hanya bisa duduk dan berbaring di tempat tidur sambil melihat televisi.

"Sudah tiga tahun Mas Wahyono lumpuh. Jadi hanya bisa berbaring di tempat tidur. Untuk bantu ibu saya setiap hari cari rongsok," terang dia.

Wahyudi mengaku, kakaknya tersebut belum pernah diperiksakan ke dokter maupun dibawa ke rumah sakit.

Keterbatasan ekonomi menjadi alasan keluarganya tidak mampu untuk mengobatkan Wahyono.

Selama ini, kata Wahyudi, kakaknya hanya mengkonsumsi obat herbal.

"Belum pernah dibawa ke rumah sakit. Mas Wahyono hanya minum obat herbal. Obat herbalnya buat sendiri," ujarnya.

Tetangga dekat Mariyam, Ruri mengatakan, rumah yang ditempati Mariyam bersama kedua putranya merupakan warisan orangtuanya. Rumahnya kondisinya sempit.

Sebelum pindah ke Kelurahan Kenep, Mariyam awalnya tinggal di wilayah Tawangsari.

"Sudah lama tinggal di sini," kata dia.

Mariyam tergolong keluarga tidak mampu. Mariyam setiap hari mencari sisa padi di sawah untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Anak keduanya, Wahyudi setiap hari mencari rosok dan terkadang mencari keong di sawah untuk dijual.

Karena merasa kasihan dengan kehidupan Mariyam dan kedua putranya, warga sekitar terkadang memberikan bantuan makanan untuk meringankan beban kehidupan mereka.

"Warga yang kasihan kadang ngasih makanan. Ada bantuan juga dari luar untuk Ibu Mariyam," ujar Ruri.

https://regional.kompas.com/read/2020/05/05/03500061/kisah-nenek-mariyam-pungut-sisa-padi-demi-bertahan-hidup-di-gubuk-reyot

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke