Salin Artikel

Bayi Orangutan Ditemukan di Pinggir Hutan, Dibawa ke Rumah Karantina

Bayi orangutan jantan ini dipelihara oleh seorang warga bernama Bumeng selama tiga bulan.

Pemiliknya mengaku tidak sengaja menemukan bayi orangutan ini sendirian di tepi hutan.

Direktur Program IAR Indonesia, Karmele L Sanchez mengatakan, awalnya Bumeng mendengar suara aneh di hutan tempatnya bekerja.

Karena penasaran, Bumeng mencari sumber suara dan menemukan bayi orangutan sendirian tanpa induknya.

"Setelah menunggu beberapa jam, induk orangutan ini tidak muncul dan Bumeng berinisiatif membawanya pulang untuk dipelihara," kata Karmele dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/4/2020).

Selama dipelihara, orangutan yang diberi nama Batis ini ditempatkan di dalam kandang kecil berukuran kurang dari 1 meter.

Oleh pemiliknya, orangutan ini diberi makan nasi putih, pisang, pepaya dan tebu dan diberi minum kopi dan air putih.

"Pemeliharaan ilegal yang tidak memperhatikan kebersihan dan kesejahteraan satwa ini turut menyumbang potensi munculnya penyakit," jelas Karmele.

Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara oleh dokter hewan IAR Indonesia di lapangan, kondisi kesehatan orangutan berusia lebih dari 6 bulan terlihat cukup baik, tidak nampak ada kelainan maupun gejala dehidrasi.

"Namun untuk memastikan kondisinya, Batis harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut," ungkap Karmele.

Saat ini Batis sudah berada di rumah karantina di Pusat Penyelamatan dan Konservasi orangutan IAR Indonesia di Desa Sungai Awan, Kabupaten Ketapang dan menjalani pemeriksaan dan perawatan lebih lanjut.

Karantina ini akan dilakukan selama delapan pekan.

Pemeriksaan lebih mendalam juga akan dilakukan beberapa kali selama masa karantina untuk memastikan Batis tidak membawa penyakit yang bisa menular ke manusia ataupun orangutan lain di pusat rehabilitasi.

Menurut Karmele, pemeliharaan satwa liar seperti ini memang seharusnya tidak lagi terjadi.

Selain mengancam kelestarian satwa liar, perilaku tidak bertanggung jawab seperti ini juga berisiko membahayakan manusia dengan penyakit yang mungkin dibawa oleh satwa liar.

“Sudah saatnya kita semua menghentikan pemeliharaan satwa liar baik orangutan maupun satwa lainnya yang seharusnya tetap tinggal di hutan," ujar Karmele.


Sementara penemu orangutan dan satwa liar lainnya di tempat yang tidak semestinya harus segera melaporkannya ke pihak berwajib.

Sebab, tidak pernah tahu virus, bakteri, atau penyakit apa yang bisa dibawa oleh satwa liar dan ditularkan ke manusia.

"Jika masyarakat tidak mau bekerja sama menyerahkan orangutan, maka diperlukan penegakan hukum, sebab hal ini bukan lagi sekadar isu konservasi spesies atau kesejahteraan satwa melainkan isu kesehatan manusia secara global,” tegas Karmele.

Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta menerangkan, sebagian besar masyarakat sudah paham bahwa orangutan merupakan satwa dilindungi dan memeliharanya adalah perbuatan yang melanggar hukum.

Namun rupanya pemahaman masyarakat masih perlu ditingkatkan lagi terkait dengan kasus-kasus penyerahan satwa liar kepada pihak yang berwenang.

Beberapa kesalahan kasus penyerahan satwa liar seringkali diawali dengan temuan satwa liar oleh masyarakat di pinggir hutan yang sebenarnya memang merupakan habitat atau wilayah jelajah mereka.

"Dalam kasus seperti ini mestinya masyarakat perlu diingatkan bahwa satwa liar yang berada di habitatnya atau di ruang jelajah mereka tidak harus ditangkap," kata Sadtata.

https://regional.kompas.com/read/2020/04/21/15470141/bayi-orangutan-ditemukan-di-pinggir-hutan-dibawa-ke-rumah-karantina

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke