Salin Artikel

Jeritan Petani Salak di Tengah Wabah Corona, Sepi Pembeli hingga Biarkan Buah Membusuk di Pohon

Salah satu petani salak yang terimbas adalah Wanidi.

Wanidi hanya bisa menatap nanar kebun salaknya setiap hari.

Bahkan, sebagian buah salak para petani dibiarkan membusuk di pohon lantaran tak ada pembeli.

Dengan harga itu, petani masih memperoleh keuntungan.

Namun harga salaknya anjlok semenjak wabah virus corona menggerus perekonomian para petani.

Salak mereka kini hanya dihargai Rp 1.500 per kilogram. Itu pun jika ada pembeli.

"Harga anjlok semenjak wabah corona," kata Wanidi lirih.

Tak berhenti sampai di situ, pembatasan sosial berpengaruh signifikan.

Wanidi mengatakan, saat ini jarang tengkulak yang mendatangi lahan petani untuk membeli hasil salak mereka.

Padahal, para petani sangat bergantung pada para tengkulak dalam memasarkan salak-salak mereka.

Tengkulak, kata Wanidi, juga kesulitan mengirim buah ke kota-kota lain.

"Mobil sekarang mau keluar kan susah," ujar dia.

Mereka bahkan membiarkan buah salak tua bahkan busuk di pohon karena kesulitan menjual salak.

Wanidi tak bisa membayangkan, sampai berapa lama kondisi seperti dialami oleh para petani.

Menurutnya, banyak petani di desanya yang hanya menggantungkan hidup dari bertani salak.

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Kisah Pilu Petani Salak di Banjarnegara, Biarkan Buah Membusuk karena Tak Ada Pembeli

https://regional.kompas.com/read/2020/04/09/10590971/jeritan-petani-salak-di-tengah-wabah-corona-sepi-pembeli-hingga-biarkan-buah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke