Salin Artikel

Kegigihan Napi Perempuan, Produksi Masker di Tengah Wabah Corona

Sejak satu pekan terakhir, mereka memproduksi masker kain untuk penghuni lembaga itu dan masyarakat umum.

Beberapa dari mereka bertugas memotong kain.

Sebagian lagi memasang karet pengikat dan sebagian lainnya mendapat tugas menjahit.

“Delapan orang di antaranya itu bisa menjahit. Saya diminta mereka carikan mesin jahit. Ya, saya cari. Hanya mampu beli satu unit mesin jahit,” Kata Kepala Lapas Kelas IIB Lhoksukon Yusnaidi saat dihubungi, Minggu (5/4/2020).

Awalnya, stok masker jenis apapun sudah langka di pasaran sejak merebaknya virus corona atau Covid-19 di Aceh.

Para wanita yang menjadi warga binaan menyadari bahwa Lapas bisa saja menjadi salah satu tempat penyebaran virus corona.

Kebutuhan masker tidak cuma bagi warga yang ada di luar, tetapi juga warga yang ada di dalam Lapas.

Mereka akhirnya berinisiatif membuat sendiri masker.



Hasil produksi para warga binaan itu terus bertambah, hingga dapat digunakan oleh banyak orang, tak cuma oleh warga binaan.

“Sejauh ini sudah 300 masker yang diproduksi. Itu selain untuk kebutuhan kita di Lapas,” kata Yusnaidi.

Bahan dasar kain disiapkan oleh pihak Lapas.

Untuk pasaran, masker itu dijual Rp 9.000 per buah.

Harga itu lebih murah dibanding harga pasar yang dijual seharga Rp 10.000.

Meski lebih murah, kualitas yang dibuat para warga binaan tidak kalah dari masker kain beredar di pasar saat ini.

Sayangnya, menurut Yusnaidi, keterbatasan alat membuat mereka tak mampu memproduksi dalam jumlah besar.

“Hanya satu mesin jahit yang kami punya. Kalau ada beberapa mesin jahit, ini bisa kita produksi banyak. Kalau ada lembaga atau perorangan yang mau bantu mesin jahit, tentu kami bersyukur," kata dia.

Disambut baik oleh masyarakat

Mendengar ada produksi masker di Lapas, masyarakat ramai-ramai datang untuk memesan.

Pesanan bahkan datang dari sejumlah toko di Lhokseumawe dan Aceh Utara.

Namun, para narapidana wanita terpaksa bersabar.

Untuk menggunting kain bisa dilakukan dalam jumlah besar.

Namun, bagian menjahit menjadi sangat terbatas karena keterbatasan alat.

“Bayangkan sendiri seberapa kencang satu mesin jahit. Secanggih apa pun tukang jahitnya, pasti tidak bisa banyak. Ini keterbatasan kita,” kata Yusnaidi.

Saat ini, tersisa 326 Lapas itu.

Sebanyak 52 orang di antaranya telah dibebaskan sesuai keputusan Kementerian Hukum dan HAM beberapa hari lalu.

Mereka yang bebas mendapat program asimilasi untuk pencegahan penyebaran virus corona dalam lembaga pemasyarakatan.

https://regional.kompas.com/read/2020/04/06/08503811/kegigihan-napi-perempuan-produksi-masker-di-tengah-wabah-corona

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke