Salin Artikel

Berkat Manajemen Sampah, Alumni ITB Menang Social Enterprise Bootcamp di Singapura

“Jumlah keseluruhan peserta 200 orang. Dari jumlah itu, 15 lolos mengikuti Social Enterprise Bootcamp Singapura. Setelah mengikuti berbagai kegiatan, dari 15 itu dipilihlah dua, salah satunya saya,” ujar Meydam kepada Kompas.com di Bandung, Selasa (10/3/2020).

Meydam mengatakan, dirinya bisa memenangkan penghargaan itu berkat aktivitas kewirausahaan sosial di bidang persampahan yang ia dan beberapa orang temannya geluti beberapa tahun terakhir ini.

Model bisnis tersebut kemudian ia jadikan tesis dan mendapatkan banyak masukan dari pembimbing maupun penguji.

Tesis ini pula yang diikutsertakan dalam lomba Social Enterprise Bootcamp Singapura.

Waste4Change

Meydam menceritakan awal mula aktif di bidang persampahan. Berlatar belakang Teknik Lingkungan, ia dan beberapa orang temannya mendirikan Waste4Change berbasis kewirausahaan sosial.

Tagline yang diusung Waste4Change adalah “responsible waste management”. Sebab selama ini, urusan sampah hanya sekadar kumpul, angkut, kemudian buang ke tempat pembuangan akhir (TPA). 

Sistem ini, membuat TPA Leuwigajah longsor 2005 silam. Dalam kejadian itu, sebanyak 150 orang tewas tertimbun sampah.

Berangkat dari kejadian tersebut dan pengetahuan di bidang Teknologi Lingkungan yang ia peroleh di Universitas Indonesia (UI), tim Meydam mulai mengedukasi costumernya di Bekasi untuk memilah sampah.

Sampah organik dibuang ke tong warna hijau, kertas warna biru, dan plastik warna orange. Sampah yang sudah terpilah, diangkut dengan cara terpilah juga.

Sampah kemudian dibawa ke Rumah Pemulihan Materi untuk diproses. Sampah yang bisa didaur ulang akan dibawa ke pabrik daur ulang. Sedangkan sampah yang sama sekali tidak bisa diolah akan dibuang ke TPA.


Perusahaan besar jadi mitra, hingga dapat investor

Hingga suatu hari, timnya mendapatakan costumer untuk pertama kali, yakni Gedung Pertamina. Tak berselang lama, tim ini pun mendapatkan investor.

Waste4Change pun kita memiliki sejumlah mitra perusahaan multinasional untuk pengolahan sampahnya seperti Unilever, Ikea, Gojek, The Body Shop, dan lainnya.

Tak hanya itu, ia pun bekerjasama dengan developer perumahan untuk mengelola sampah perumahan tersebut.

Setelah diolah, pihaknya setiap akhir bulan menyerahkan laporan.

Isinya material sampah yang dikumpulkan, jumlah, serta tindakan yang dilakukan untuk sampah tersebut.

Namun semua proses itu tidaklah mudah. Terutama edukasi pada masyarakat.

Pernah dicuekin warga dan diusir saat edukasi sampah

Dalam empat tahun, baru 80 persen warga perumahan di Bekasi yang timnya pegang mau memilah sampahnya.

Sampah yang tidak dipilah, tidak akan diangkut.

“Mengedukasi ini bagian tersulit. Kita pernah dicuekin warga, diusir, tapi kita jalankan dengan semangat,” tutur pria lulusan SMAN 1 Cibinong ini menjelaskan.

Selain itu, di awal, karena keterbatasan dana, pihaknya tidak mampu mempekerjakan orang keuangan. Semua pekerjaan dilakukan berdasarkan link.

Hal itu pula yang membuatnya memutuskan untuk daftar LPDP dan memilih kuliah MBA. Di sini, ia belajar banyak tentang keuangan, strategi bisnis, marketing, dan lainnya.

Kini, sebanyak 15 ton sampah diangkut per hari. Adapun pekerja yang terlibat mencapai 150 orang. Terdiri dari 75 operator angkut dan 75 staf serta tim operasional.

“Kami membuat pengangkutan sampah berkelanjutan yang bertanggungjawab, sesuai dengan SDGs,” ungkap pria kelahiran Jakarta, 31 Mei 1989.

Dalam sehari, lalat ini bisa mengonsumsi 700-800 kilogram sampah. Fase hidup lalat hitam 14 hari. Setelah mati, lalat ini bisa dijadikan pakan.

“Sampah organik ini paling sulit memang. Pupuk yang dihasilkan kurang diminati karena harganya lebih mahal dibanding pupuk pabrikan,” katanya.

Dengan metode lalat ini ada value lebih yang bisa dihasilkan. Karena di luar negeri banyak yang berminat dengan lalat hitam.

“Nanti kita akan jual juga lalatnya,” pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2020/03/10/11154941/berkat-manajemen-sampah-alumni-itb-menang-social-enterprise-bootcamp-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke